Emma melipat tangan di depan dada, menatap tajam ke arah Theo yang dengan santai duduk di kursi sambil memakan roti gandum. Gadis kecil itu sangat tidak suka dengan peri dari klan tanah. Sebelum kemarin Nathan datang, rumahnya tak pernah kedatangan tamu.
"Apa Kak Vion akan membuat pesta hingga kau datang ke sini?" Mata peri kecil itu mendelik ke arah Theo.
Peri berambut cokelat yang tengah memakan roti gandum itu berhenti mengunyah. Tatapannya diarahkan kepada Emma. Laki-laki itu mengerutkan dahi dengan sikap adik Vion yang selalu ketus padanya.
"Emma, kau tidak suka aku berada di sini? Aku baru kali ini datang dan duduk di rumah Vion." Theo kembali memakan roti gandumnya.
Emma mengembuskan napas gusar sambil memutar bola matanya. "Tentu saja aku tidak suka! Apa tidak cukup kau menganggu Kak Vion di luar rumah?"
Theo menelan roti gandum yang tersisa dari tangannya. "Aku tidak pernah mengganggu Vion. Sepertinya orang yang harus mendengar ucapan itu bukan aku, tapi dia! Dia sudah merepotkan Vion dan jadi parasit!" Tangannya menunjuk Vion yang dari tadi berdiri di dekat jendela.
"Hei, jaga bicaramu!" sentak Emma, membuat Theo mengangkat satu alisnya.
"Apa kau bercanda lagi? Kau yang harusnya jaga bicara! Aku sekarang adalah tamu Vion, bukan tamumu."
Emma menatap sinis Theo, lalu beralih menatap Vion yang tengah membaca buku. Kakaknya itu sering kali lupa waktu dan keadaan sekitar ketika berkutat dengan buku. Sehingga perdebatannya dengan Theo tidak berpengaruh pada peri putih itu.
"Aku juga pemilik rumah ini. Aku—"
Perkataannya menggantung saat Nathan bertanya, "Emma, kenapa langitnya berwana abu-abu?" Laki-laki itu tiba-tiba sudah berdiri di sebelah Emma.
"Astaga, Kak Nathan!" Emma memegang dada karena terkejut, kemudian menghela napas pelan. "Kakak membuatku terkejut. Kemarin aku sudah bilang kalau warna langit di sini hanya dua, jingga dan ungu. Tidak mungkin berwarna abu-abu."
Nathan menunjuk jendela yang tadi ia tempati. "Lihatlah dari jendela itu. Mataku masih cukup sehat untuk membedakan warna, Ma. Maaf karena mengejutkanmu."
Emma langsung beranjak ke arah jendela diikuti Theo. Mata mereka membulat sambil memandangi langit yang memang berwarna abu-abu. Gadis kecil dengan rambut putih itu segera berlari ke arah Vion.
"Kak Vion, lihat langitnya! Ayo, cepat!"
Vion yang tengah fokus membaca langsung terkejut, ia melirik adiknya yang panik. Peri putih itu segera berdiri dan mengikuti langkah Emma yang menarik tangannya. Matanya ikut membulat saat melihat langit.
"Ini tidak mungkin, kan? Selama tujuh tahun aku hidup, aku tidak pernah melihat langit ini. Apa ada fenomena khusus langit menjadi abu-abu seperti ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood of Fairy [COMPLETE]
FantasyPerjalanan hidup Vion tak lepas dari kekecewaan. Peri itu dikenal tak memiliki kemampuan, tak memiliki orang tua, dan tak banyak orang yang mau berteman dengannya. Suatu hari, seorang laki-laki dengan fisik berbeda muncul. Vion merasakan rasa antusi...