Pyto tiba-tiba terbatuk dengan mata terpejam. Tangan kanan sibuk menutup mulut, sedangkan yang kiri mengibas-ngibas. Nathan berjalan ke arah demon itu, kemudian menarik Vion menjauh. Tanpa disuruh, Asby dan Theo mundur beberapa langkah.
"Dia terbatuk, kita perlu memberinya air!" Vion berusaha melepaskan tangan Nathan dari pergelangannya.
Nathan mempererat pegangannya hingga Vion berhenti memberontak. Pergelangan tangan peri berambut putih itu sedikit memerah, tapi tidak membuatnya mengeluh atau marah. Hanya ada tatapan khawatir pada Pyto yang saat ini terlihat kepayahan.
"Dia mengibas tangannya agar kita menjauh. Jangan suka memaksakan diri seperti ini!" Nathan menatap lekat Vion dengan ekspresi seriusnya.
Theo mengembuskan napas gusar. "Kali ini aku setuju dengan Nath. Jika kau ingin peduli pada seseorang, lihat situasi dulu!"
"Nak, se-geralah ke-luar dari si-ni! Ka-lian harus ke-luar sebe-lum ra-cun di sini me-nyebar ke tu-buh. Sam-paikan pe-sanku pada Ra-tu El-sya," perintah Pyto, sesekali terbatuk.
Tangan tanpa jari itu menekuk membentuk lempitan. Di tengahnya ada sebuah benda berukuran kecil, seperti gulungan. Benda tersebut tampak berwarna cokelat dengan permukaan keras. Theo yang berada paling dekat dengan Pyto, langsung mengambil benda tersebut.
Tangan yang tidak sengaja menyentuh kulit sang demon, membuatnya merasakan getaran tak biasa. Ia mengedarkan pandangan saat mendengar seseorang berbicara. Namun, usahanya nihil, teman-temannya tidak membuka mulut, sedangkan Pyto masih terbatuk di depannya. Alhasil, peri berambut cokelat itu mendengkus. "Mungkin aku salah dengar."
"Tidak!" Kini ada dua suara yang mengucapkan itu ketika Theo akan menjauhkan tangan dari kulit Pyto.
Theo menatap Nathan yang mengerjap-ngerjapkan mata, tampak polos dan tidak akan berbicara apa pun. Peri berambut cokelat itu mengangkat alisnya satu ketika mendengar sesuatu. "Theo, dengarkan ucapan batin Pyto! Teruslah pegang kulitnya!" ucap Nathan.
Theo melihat ke arah Pyto, kemudian memasang telinga baik-baik. "Sampaikan pesanku pada Ratu Elsya, cepat keluar dari sini, jangan sampai Arselin terluka, dan bertarunglah dengan laki-laki yang bisa kau dengar batinnya!"
Demon yang terbatuk itu jatuh terbaring. Theo melepaskan tangan dari kulit sosok di depannya, lalu memasukkan gulungan tadi ke kantung yang digunakannya untuk menyimpan makanan. Laki-laki dari klan tanah itu segera berjalan ke arah Vion dan menariknya dari cengkraman Nathan.
"Ayo, pergi! Racunnya mungkin akan sangat berbahaya saat menyebar ke tubuh." Theo berucap cepat sambil melebarkan sayap.
Nathan masih mengenggam erat pergelangan tangan Vion. "Berhenti memerintah Vion! Kalau saja kau tidak sok tahu, kita tidak akan di sini."
"Kalau merasa aku sok tahu, kenapa mengikutiku?"
"Aku tadi akan menghentikan kau membuka pintu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood of Fairy [COMPLETE]
FantasyPerjalanan hidup Vion tak lepas dari kekecewaan. Peri itu dikenal tak memiliki kemampuan, tak memiliki orang tua, dan tak banyak orang yang mau berteman dengannya. Suatu hari, seorang laki-laki dengan fisik berbeda muncul. Vion merasakan rasa antusi...