Persiapan mulai dilakukan oleh para peri setelah perintah kerajaan dikeluarkan. Bekerja keras dan berjuang bahu-membahu kini terlihat melekat di kehidupan masyarakat. Mereka begitu patuh dan menjalankan semuanya dengan hati lapang dan ketekunan yang membuat Vion merasa sangat senang. Ia tidak menyangka kalau semua usulannya bisa diterima dan dijalankan dengan sangat baik.Peri yang beberapa hari ini sibuk melakukan rapat untuk menyusun rencana itu kini tengah melepas penat. Ia berkeliling di Rosehill Barat dengan pengawal di sekelilingnya. Hal itu terjadi karena perintah sang ratu dan sebagai anak yang berbakti, Vion tidak pernah membantah dan mengiyakan dengan satu syarat. Gadis itu lebih memilih keluar ditemani, daripada diam di istana sendirian.
"Tuan Putri!" Panggilan yang belakangan ini akrab di telinga Vion berhasil membuyarkan fokusnya. Putri mahkota Rosehill Timur itu menoleh ke belakang untuk mencari sumber suara. Namun, di belakangnya hanya ada dua pengawal yang berjarak lebih dari lima meter, sesuai dengan syarat yang diminta pada sang ratu.
"Siapa yang memanggilku? Ah, aku terlalu memikirkan panggilan itu hingga merasa mendengarnya di mana-mana." Vion membatin, sebelum melanjutkan perjalanannya.
Suara itu kembali terdengar, bahkan lebih keras dari suara sebelumnya. Hal tersebut membuat Vion terdiam sejenak, tetapi kemudian melangkah mantap karena merasa yang didengarnya hanya imajinasi belaka. Ia memaksakan diri untuk berjalan sambil mengamati apa yang dilewatinya.
"Tuan Putri, aku ada di atas!" Mendengar suara keras itu lagi membuat Vion sedikit geram dan mendongak. Matanya membulat sempurna ketika melihat sosok yang terbang itu mendarat tepat di depannya.
Peri yang mendarat itu bergerak menyentuh kaki Vion sambil menangis. Ia memohon-mohon sambil mengucap maaf. Terlihat sekali dirinya menyesali sesuatu dan ingin memperbaiki sekarang juga. Peri itu tampak putus asa dan tidak beranjak, meskipun sang gadis yang tengah berdiri tidak meresponsnya.
Vion tersadar ketika ada tetesan air yang mengenai punggung kakinya. "Eh, bangunlah, jangan berlutut seperti ini! Aku sudah memaafkanmu." Ia membantu peri itu berdiri, membuat para pengawal yang akan maju tidak jadi melakukannya.
"Benarkah kau memaafkanku? Kesalahanku begitu banyak padamu, terlebih lagi aku sering sekali membully dan menyakitimu." Artha menunduk dengan tangis yang sengaja ditahan agar tidak terjatuh lagi.
Vion mengangguk. "Aku memaafkanmu beberapa menit setelah kejadian itu terjadi. Aku tidak punya alasan lain untuk tidak memaafkanmu. Berhentilah menangis! Kau tidak terlihat seperti Artha yang kukenal." Gadis itu tertawa hingga rasa senangnya menular pada Artha yang tersenyum samar.
"Terima kasih karena sudah memaafkanku, aku merasa menyesal pernah menyakitimu, baik fisik atau hatimu. Mulai sekarang, aku akan berusaha menjadi pribadi yang baik." Peri berambut jingga itu mengusap air mata, lalu mendongak menatap Vion. "Kau mau pergi ke mana? Ada yang bisa aku bantu?"
Vion yang mendengar itu kembali mengangguk, kemudian diam beberapa saat. Matanya mengamati wajah Artha yang tampak sangat serius. Ia mulai berpikir apa yang bisa dilakukan peri di depannya. "Ada satu hal rahasia yang ingin aku percayakan padamu. Maukah melakukannya?"
Wajah peri dari klan cahaya itu terkejut bukan main. "R-rahasia?"
***
Ratu Elsya langsung berdiri ketika mendengar informasi yang disampaikan Tyn. Informasi itu membuat perasaannya tidak baik-baik saja. Ia sangat terkejut, bahkan tidak pernah mengira semua itu terjadi. Karena beberapa hari belakangan, hal-hal yang terjadi sesuai dengan rencana."Apakah Arselin tahu informasi ini?" tanya sang ratu, wajahnya terllihat panik.
"Tuan putri sudah tahu karena tadi sedang berkeliling di daerah sana. Dia langsung bergerak mencari penyebab dan turun langsung membantu para penduduk mengumpulkan hewan-hewan itu. Kami sudah melarang, tetapi dia tidak mendengarkan. Ekspresi tuan putri juga terlihat sedih." Tyn menjelaskan apa yang ia tahu.
Ruangan itu mendadak hening karena tidak ada seorang peri pun yang mengangkat suara. Sang ratu kembali duduk di singgasana, di benaknya tergambar kekacauan yang akan terjadi di masa depan. Pertahanan utama yang bisa membantu untuk perang kini tak dapat digunakan lagi.
"Maaf, Yang Mulia, kami sudah mengirimkan peri untuk membantu mengatasi masalah ini dan mencari pelaku. Kalau boleh bertanya, apa kematian hewan-hewan itu tidak berhubungan dengan kekuatan yang menghilang?" Hiden mendekat ke arah Tyn yang berada di hadapan Ratu Elsya.
Peri yang berasal dari klan bunga itu mengerutkan dahi. "Sepertinya ... bukan. Seminggu ini perawatan hewan sudah efektif, meski tanpa kekuatan. Kita juga masih memiliki persediaan makanan dan air, walaupun terbatas."
"Apa yang dikatakan Arselin?" Ratu Elsya bertanya, tatapannya mengarah pada Tyn.
"Tuan putri bilang dia tahu pelakunya."
***
Nathan mendengkus melihat makanan yang tersedia di meja. Ia tidak memiliki selera makan dikarenakan mood-nya buruk. Berbeda sekali dengan demon yang tengah tertawa terbahak-bahak di sekelilingnya. Satu-satu alasan yang membuat laki-laki itu bertahan di sini adalah perutnya kelaparan.
Keramaian di sana sedikit terhenti ketika dua sosok demon masuk dan mendekat ke arah Raja Danious. Nathan yang melihat itu memasang telinganya baik-baik. Di saat-saat seperti ini, ia harus mengendalikan mood-nya agar menjadi baik lagi. Dalam benak laki-laki itu sudah memastikan kalau dua demon itu membawa informasi penting.
"Ada apa? Kalian tidak lihat aku sedang makan?" Seperti biasa, nada suara raja demon itu terdengar ketus dan keras, menghentikan kebisingan yang terjadi.
"Maaf, Yang Mulia, peri yang ditugaskan untuk membunuh para hewan ada di aula kerajaan sekarang. Dia ingin bertemu denganmu, mungkin saja ada informasi penting. Katanya, dia tidak bisa menunggu terlalu lama. Kami terpaksa menganggu kegiatanmu saat ini." Salah satu demon yang masuk itu berbicara dengan hati-hati.
Nathan merasa terkejut mendengar pembicaraan itu. Ia menenangkan diri agar tidak lepas kontrol karena amarah atau mengeluarkan ekspresi berlebihan. Bagaimana pun juga, laki-laki itu ada di kawasan para demon, akan sangat berbahaya kalau dirinya gegabah dalam bertindak.
***
Siang dan malam di Rosehill Timur kini tak ada bedanya lagi. Langit tetap berwarna ungu dan cahaya remang-remang menjadi ciri khasnya. Waktu di sana hanya berpatokan pada jam yang tertempel di puncak pohon. Hal itu cukup membuat para peri menyesuaikan aktivitas mereka berdasarkan jam itu."Malam tidak terlalu gelap, tapi apa kau menyadari kelamnya?" Vion berkata pelan, tetapi terasa menusuk di hati peri yang ada di hadapannya.
"M-maksud Tuan Putri apa?" tanyanya.
Vion melebarkan senyumnya, terlihat sangat senang, meskipun di mata sang peri lain terlihat seperti senyuman mengerikan. "Aku hanya penasaran dan untuk meredakan penasaran itu, aku ingin bertanya. Tidak usah gugup, aku tidak menggigit peri lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood of Fairy [COMPLETE]
FantasyPerjalanan hidup Vion tak lepas dari kekecewaan. Peri itu dikenal tak memiliki kemampuan, tak memiliki orang tua, dan tak banyak orang yang mau berteman dengannya. Suatu hari, seorang laki-laki dengan fisik berbeda muncul. Vion merasakan rasa antusi...