Pertemuan demi pertemuan mulai dilakukan oleh Vion hari ini. Ia benar-benar sangat sibuk. Setelah bertemu dengan ayahnya yang masih terbaring tak sadarkan diri, dirinya pergi menemui Emma untuk menemani sebentar, lalu sekarang tubuhnya berada di ruangan yang beberapa jam lalu dikunjunginya, aula kerajaan.
"Apa Peri Ana tidak datang?" Ratu Elsya melayangkan pandangan ke seluruh ruangan karena tidak menemukan sosok Ana.
"Maaf, Yang Mulia Ratu, sepertinya peri Ana berada dalam suasana. Kami perhatikan pagi tadi saja, beliau tidak tersenyum atau menyapa siapa pun," jawab salah seorang peri berambut jingga yang duduk di dekat sang ratu.
Ratu Elsya memejamkan mata ketika mengingat kalau Ana pasti tengah marah padanya. Ia sama sekali belum menyapa atau minta maaf secara benar atas kejadian di ruang rawat hari kemarin. Rasa bersalah membuatnya merasa tidak enak untuk melanjutkan rapat.
Hiden yang berdiri di dekat dinding bergerak mendekati sang ratu, lalu membungkuk sebentar dan menegakkan tubuh lagi. "Apa perlu kami menjemput Peri Ana, Yang Mulia?"
"Rasanya akan sangat tidak baik ketika aku kembali membubarkan rapat secata tiba-tiba atau memaksa Peri Ana datang. Kita akan melakukan rapat terlebih dahulu. Aku akan menemui Peri Ana setelah rapat selesai. Mari kita mulai saja rapatnya."
Semua peri yang menjadi perwakilan klan, Vion, dan Hiden hanya mengangguk tanpa berkata-kata. Hiden kembali ke tempatnya sebagai bentuk kesopanan. Ruangan kembali hening untuk beberapa menit karena menunggu Ratu Elsya berbicara.
"Kita sudah memutuskan untuk mengambil jalan perang, sehingga mulai dari sekarang kita harus persiapkan itu semua. Arselin yang akan membantuku untuk memimpin perang. Jadi, segala keputusan harus melalui dia dulu. Apa ada yang keberatan dengan keputusanku?"
"Tidak, kami tidak keberatan." Ucapan serentak itu membuat sang ratu tersenyum.
"Seperti yang kalian tahu, kita tidak punya kekuatan sihir apa pun, selain mengandalkan kekuatan raga. Jadi, jangan pernah mengeluh dan teruslah berjuang! Kita bisa melewati semuanya. Tujuan perang kita bukan untuk mengalahkan kaum demon, tetapi untuk berdamai," ucap Ratu Elsya.
"Sepertinya para demon mengabaikan kata-kata leluhur Rosehill. Jika kita ingin berdamai dan mereka ingin menguasai, rasanya akan sangat tidak mungkin mencapai kesepakatan." Gian mulai bersuara sambil menatap sang ratu. "Apa yang akan kita lakukan untuk mencapai kata damai?"
"Bergerak sesuai kondisi. Arselin, bagaimana menurutmu?" Ratu Elsya mengalihkan pandang ke arah Vion.
Vion meneguk ludah kasar sambil tersenyum kaku. Tangannya saling meremas karena merasa sangat gugup. Ini bukan pertama kali mengikuti rapat, tetapi menjadi pusat perhatian banyak orang masih membuatnya merasa canggung.
"Sama seperti yang Ibu, maksudku Ratu bilang, kita akan bergerak sesuai kondisi. Kita hanya perlu melindungi diri, bukan untuk menumpas para demon. Kata-kata leluhur harus kita hormati dan satu lagi, damai perlu kita junjung. Kita masih punya harapan, sambil terus mencari tahu di mana keberadaan mutiara kehidupan. Untuk semua itu, kita harus menyamakan persepsi dan menyatukan kekuatan untuk tujuan sama," ucap Vion.
Kata-kata yang keluar dari mulut Vion membuat peri di ruangan itu terpukau. Mereka tidak berbicara untuk menghayati setiap kata yang didengarnya. Tak dapat disangkal, hal yang dilakukan anak raja dan ratu itu tidak terduga karena untuk pertama kalinya melihat keberanian gadis itu. Darah kerajaan memang mengalir pada dirinya.
"Apa rencanamu untuk mendamaikan itu? Kita tahu bahwa kita tidak mungkin menjaga diri saja." Tyn mengeluarkan pendapat secara langsung.
Vion merasa sedikit lega karena respons yang didapatkan tidak buruk sesuai dugaannya. Senyuman dilebarkan saat itu juga. "Aku sudah membaca laporan-laporan yang mungkin bisa membantu kita dalam perang ini. Senjata yang akan digunakan harus segera dibuat. Hewan-hewan yang tumbuh dewasa bisa digunakan dan dilatih untuk melindungi, dan kita perlu berlatih untuk menjaga diri sendiri. Untuk poin ketiga tadi pasti sudah dipelajari semua peri termasuk peri dari klan tanpa kekuatan, jadi hanya perlu dimatangkan. Kita harus bergerak cepat dan mohon kerja samanya. Aku akan menjalankan amanah sebaik mungkin."
"Hewan yang kita punya cukup banyak, meski dulu hampir tidak ada yang bertumbuh baik. Aku akan memberitahukan itu pada klan bunga agar melaksanakan perintah dari Tuan Putri."
Vion mengangguk. "Persediaan air memang sedikit, tetapi tolong hemat saja. Gunakan sesuai kebutuhan. Aku melihat ada mata air di Rosehill Barat saat dulu ke sana. Setelah perdamaian dan mutiara kehidupan belum kembali, kita bisa meminta bantuan untuk berbagi mata air. Tanah di sini tampaknya sudah hampir kering, apa ada masalah dengan tempat tinggal klan tanah?"
Peri Gian segera menjawab, "Tidak, tidak sama sekali, Tuan Putri. Kami masih bisa menemukan solusi untuk masalah itu. Kami memang kehilangan kekuatan, tetapi tanah masih bisa kami atasi."
"Benar, klan air juga seperti itu. Aku akan memberitahukan semuanya untuk menghemat air. Namun, karena yang menggunakan air bukan hanya klan air, tolong semua klan juga menghemat air," ucap Ater, perwakilan dari klan air.
"Bagus, segera laporkan jika ada masalah. Tolong, hemat air yang kalian punya!" Vion melirik ke arah peri berambut perak di kursi paling ujung. "Dari klanmu apa ada masalah?"
"Tidak, Tuan Putri pasti tahu sendiri kalau dari awal klan kami hanya mengandalkan kekuatan raga. Jadi, tidak perlu khawatir pada kami."
***
Ana tersenyum samar melihat Ratu Elsya meminta maaf padanya dengan sangat ekspresif. Padahal dirinya tidak begitu marah, hanya sedikit kesal. Namun, melihat respons seperti ini, rasanya ia ingin mengulangnya lain kali. Peri itu senang melihat ekspresi wanita nomor satu di Rosehill Timur memohon.
Ratu Elsya yang sedari tadi menunduk, langsung mendongak. Ia melihat senyuman Ana langsung mengerut heran. "Maaf, Peri Ana, apa kau tidak mendengarkanku?"
"Aku sedang marah, untuk apa mendengarkanmu?" Ana terdengar ketus saat ini.
"Hei, kau bercanda padaku, Ana? Keterlaluan!" teriak sang ratu, tangannya dilipat di depan dada.
Melihat itu, Ana tertawa lepas. "Sulit sekali berakting di depanmu, Elsya."
"Aku itu ratumu, panggil aku ratu!"
"Aku itu petinggi negeri, panggil aku petinggi negeri!" Keduanya tertawa pelan nan anggun.
"Anakmu hebat, kenapa kita tidak sadar selama 17 tahun ini? Darah yang mengalir pada tubuhnya tidak pernah bisa membohongi siapa pun."
"Harusnya kau lihat anakku tadi saat rapat." Ratu Elsya tersenyum bangga.
"Ya, terserah padamu. Beruntung, dia mirip Sullivan, tidak mirip sahabatku yang tidak jelas ini."
Senyum sang ratu luntur digantikan tatapan tajam yang mengarah pada Ana. "Kau lebih muda dariku, Ana. Cepatlah menikah dan aku berharap anaknya tidak memiliki sifatmu sedikit pun!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood of Fairy [COMPLETE]
FantasyPerjalanan hidup Vion tak lepas dari kekecewaan. Peri itu dikenal tak memiliki kemampuan, tak memiliki orang tua, dan tak banyak orang yang mau berteman dengannya. Suatu hari, seorang laki-laki dengan fisik berbeda muncul. Vion merasakan rasa antusi...