Keriuhan beberapa menit lalu, akhirnya mereda saat Ratu Elysa memerintahkan seluruh penduduk untuk kembali ke rumah masing-masing. Beberapa peri terlihat kesal dengan hal ini, tetapi tidak ada satu sosok pun yang berani membantah. Jangankan membantah, bertanya apa yang akan dilakukan pun tak ada sama sekali. Semua penduduk seperti tidak punya kekuatan untuk berbicara di hadapan sang ratu.
"Bawa mereka ke aula!" Ratu Elsya mendahului masuk dengan langkah anggun ke arah istana. Hatinya merasa resah, tetapi sengaja ditutupi dengan berekspresi tenang.
Hiden yang mendengar perintah itu segera mengangguk sebagai jawaban. Tangannya dilepaskan dari tubuh Emma dan beralih ke arah Nathan. Peri berambut putih itu maju beberapa langkah untuk mendekati Nathan yang dijaga demon di bagian depan. "Kalau kalian tidak mau dipaksa, ikuti aku!" ucapnya tegas.
Nathan yang masih memperhatikan Vion terpaksa menoleh ke arah Hiden. Kepalanya merangguk, lalu mengikuti langkah peri istana tadi. Para demon di sana tidak berkata-kata dan hanya mengikuti semua yang dilakukan remaja laki-laki berambut hitam itu.
Theo menyenggol lengan Vion dengan sengaja. "Ikuti ratu! Biar aku yang mengurus Emma."
Vion mengigit bibir karena merasa gugup. Ia mengambil napas dalam, lalu tersenyum. Dengan cara itu, semuanya terasa lebih baik. Peri cantik itu bergerak merangkul Emma dari samping.
"Aku tidak apa-apa. Peri klan tanah itu benar, Kak Vion sekarang harus membantu ratu." Emma membuka suara saat sebuah sentuhan menyapa pundak.
"Baiklah, aku akan pergi. Aku akan menemuimu setelah semuanya selesai. Dengan Theo dulu, ya. Aku janji tidak akan terlalu lama. Sampai berjumpa nanti." Peri bermahkota emas itu mengelus rambut Emma, lalu beralih menatap Theo. "Tolong, urus dia dengan benar. Aku akan menemui kalian nanti."
Remaja laki-laki dari klan tanah itu tersenyum dan mengangguk. Hal itu membuat Vion masuk istana dengan langkah terburu-buru. Kehadiran bukan segalanya, tapi niat untuk membantu adalah yang utama. Gadis itu yakin, semua masalah yang terjadi memiliki penyelesaian.
***
Sang ratu tidak percaya dengan pandangannya. Ia melihat Hiden terpental ketika berusaha menyerang para demon. "Berhenti, jangan sentuh rakyatku!" ucap Ratu Elsya ketika salah satu demon mendekat ke arah pengawalnya.
Pandangan Vion terpaku pada Nathan yang tersenyum miring. Ketampanan laki-laki itu terlihat begitu mempesona hingga membuatnya tak bisa mengalihkan pandangan. "Huh, kenapa aku seperti ini," batinnya.
"Sepertinya ucapanku benar, surat yang kutitipkan tidak sampai pada sang penerima." Nathan mulai mengambil posisi duduk di kursi yang tersedia di aula megah ini.
"Maafkan aku. Pesan itu ada di kamar, akan kuambilkan." Vion hampir bergerak keluar aula untuk membawa apa yang dari tadi dibicarakan. Namun, ia langsung berhenti ketika Nathan melarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood of Fairy [COMPLETE]
FantasyPerjalanan hidup Vion tak lepas dari kekecewaan. Peri itu dikenal tak memiliki kemampuan, tak memiliki orang tua, dan tak banyak orang yang mau berteman dengannya. Suatu hari, seorang laki-laki dengan fisik berbeda muncul. Vion merasakan rasa antusi...