25. Blood of Fairy

40 10 0
                                    

"Tuan putri, kau pasti bisa melakukannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Tuan putri, kau pasti bisa melakukannya. Kami akan percaya dan mematuhi perintah apa pun, seperti kami mematuhi perintah raja dan ratu," ucap Gian sambil menatap penuh harap kepada Vion.

"Aku setuju dengan Peri Gian. Bagaimanapun Tuan Putri harus ikut bergerak dan berpartisipasi. Raja masih sakit, ratu juga tidak boleh terlalu lelah, jadi tidak ada orang lain lagi yang berhak memimpin perang atau setidaknya memberikan perintah." Ana berpendapat dengan nada suara yang tegas.

"Tuan Putri, kau sudah cukup umur untuk mengelola kerajaan. Mau kau perempuan atau laki-laki itu tidak penting! Kau adalah anak mahkota, keturunan raja dan ratu, jadi sudah sepantasnya bertanggung jawab."

Ratu Elsya melihat raut wajah anaknya yang terlihat pucat. Ia menghela napas gusar, lalu menampilkan senyum dan menyentuh punggung tangan Vion. "Jangan diambil hati, kau masih muda dan banyak pilihan. Pikirkan saja dulu, apa pun keputusannya, ibu akan hargai itu." ucapnya pelan.

Peri cantik yang tadi ketakutan dan merasa ditekan itu tersenyum dan mengangguk. "Baiklah, akan kupikirkan."

"Jika anakku tidak mau, aku yang akan memimpin langsung. Untuk itu, aku butuh bantuan semuanya dan persiapan matang. Kita mungkin tidak punya lagi kekuatan peri. Namun, kita masih punya kekuatan hati dan kekuatan raga. Ayo, manfaatkan semua itu. Sebagai seorang pemimpin, aku memerintahkan seluruh peri di Rosehill Timur untuk bersiap siaga! Rapat diakhiri sekarang." Ratu Elsya tersenyum menatap satu persatu peri di sana ketika mengatakan semua itu.

Semua peri, termasuk Vion hanya mengangguk patuh. Ratu Elsya memang tidak pernah terduga, tetapi selalu saja memukau. Di hati Vion, tumbuh rasa bangga karena lahir dari rahim wanita hebat seperti ratu. Ia merasa menyesal karena kemarin sempat membentak ibunya hanya karena emosi sesaat.

***

Nathan mengelus dada berkali-kali sambil mengatur napas. Kemudian, memukul pelan kepalanya karena memikirkan seseorang yang sama sekali tidak boleh ia pikirkan. Hatinya terasa kacau. "Sial, aku tidak boleh begini!"

Mata laki-laki itu menjelajahi ruangan yang beberapa hari ini menjadi tempat tinggalnya. Ruangan itu tidak berubah sama sekali, tetapi ada perbedaan perasaan yang dirasakan olehnya. Di sini terasa sunyi dan membosankan bagi remaja itu.

"Aku sudah lama di sini. Apa aku dinyatakan hilang di duniaku? Nenek pasti khawatir karena aku pergi tanpa pamit." Nathan mulai mengeluh, pikirannya yang sedari tadi mengarah pada Vion, kini berganti dengan kenangan-kenangan tentang keluarga yang tidak dilihatnya di dunia ini.

Nathan adalah seorang remaja laki-laki yang tinggal bersama neneknya. Ibu dan ayahnya sudah meninggal ketika ia masih balita karena sebuah kecelakaan. Alhasil, kenangan-kenangan yang selalu ada di pikirann hanya tentang neneknya.

"Merindukan seseorang? Dia pasti sedang merindukanmu juga." Suara itu mengejutkan Nathan karena terlalu tiba-tiba di saat dirinya sedang melamun.

"K-kau sudah sadar?"

***

Mata Vion beredar untuk melihat detail ruangan yang kini menjadi kamarnya. Ini bukan pertama kali ia diam di sini, tetapi rasa aneh menghinggapinya. Gadis itu tidak terbiasa dengan sesuatu yang mewah seperti ini. Setelah berpikir lama, ternyata rasa aneh itu bukan dari asingnya ruangan itu, tetapi dari resah yang ada di hatinya.

"Apa yang harus kulakukan?" Vion bertanya pelan pada dirinya sendiri.

Gadis itu bergerak pelan ke pojok ruangan dan mengambil kantung dari sana. Di kantung itu ia merogoh sebuah gulungan yang dulu diberikan Nathan. Tangannya bergerak membuka gulungan itu dengan perasaan campur aduk, padahal tadi sudah mendengar sendiri suara Nathan.

Mata gadis itu membelalak dengan jantung berdebar saat membaca apa yang tertulis di gulungan itu. Seketika, tangannya bergetar dan gulungan itu terjatuh. "Tidak mungkin!" teriaknya.

Vion jatuh terduduk dengan perasaan tak karuan. Ia terdiam lagi, tapi kemudian berlari keluar ruangan. Jalan yang kini dituju adalah singgasana untuk bertemu ibunya. Keputusan itu harus segera diambilnya.

Para pengawal yang berada di luar kamar terkejut ketika melihat Vion yang berlari tanpa alas kaki. Mereka mengira ada suatu bahaya yang mengamcam gadis itu. Alhasil, mereka mengikuti ke mana putri mahkota itu pergi.

"Tuan Putri, kau mau ke mana?" Seorang peri berambut putih yang ikut berlari di belakang Vion berteriak cukup kencang.

Vion mengabaikan pertanyaan itu dan terus berlari ke tempat tujuan dengan jalan yang ia ingat. Gadis yang baru beberapa hari tinggal di istana itu memang belum sempat mengelilingi istana karena rencananya akan dilaksanakan setelah pengumuman. Namun, karena keributan tadi, semuanya rencana berubah total.

"Nak, kenapa kau berlari? Hati-hati jatuh dan ke mana alas kakimu? Berjalanlah pelan-pelan!" Vion berhenti berlari ketika mendengar serentetan kalimat itu, kemudian berjalan menuju sang ratu.

"Ibu, aku mau melakukan apa yang dibicarakan tadi di rapat. Tolong, bimbing aku untuk melakukan semuanya," ucap Vion tepat di hadapan sang ratu.

Ratu Elsya yang mendengar itu terpaku sejenak. Beberapa detik kemudian, memeluk sang anak dengan sangat erat. "Akan kulakukan itu untukmu, Anakku. Terima kasih karena mau merepotkan dirimu untuk ikut menjaga keberlangsungan Rosehill Timur."

Para peri yang tadi mengikuti Vion langsung berhenti. Mereka mundur perlahan-lahan agar tidak menimbulkan suara dan tidak merusak suasana. Bahkan, beberapa peri sampai menunggu di lorong agar Vion dan Ratu Elsya nyaman dengan kegiatannya.

***

Raja Danious terlihat fokus pada benda di hadapannya. Ia berada di ruangan yang hanya diketahuinya seorang diri. Istri dan kepala pengawal pun tak ada yang tahu di mana keberadaan ruangan ini. Hal itu terjadi karena ruangan ini adalah ruangan rahasia yang sangat penting.

"Apa keputusanku sudah benar? Aku akan melanggar perjanjian karena ingin menguasai negeri barat, tapi peluang untuk mendapatkannnya cukup besar." Demon itu mendengkus, kemudian kembali menatap benda di hadapannya dengan saksama." Aku harus berhati-hati dan tidak percaya siapa pun saat ini. Semua itu akan menghambat dan menghancurkan apa yang ingin kucapai."

Laki-laki paruh baya itu tersenyum miring sambil membayangkan kesenangan yang akan didapatkannya di masa depan ketika negeri barat dan timur bersatu. Ia akan menjadi satu-satunya raja di dunia Rosehill dan yang lebih penting, dirinya akan memiliki kuasa penuh. Selain itu, ia akan mendapatkan apa pun yang diinginkannya.

"Semua itu sebentar lagi akan terjadi. Rosehill akan jadi milikku yang sesungguhnya. Akan kudapatkan itu sesegera mungkin," tegas Raja Danious.

Tangan demon itu bergerak menyusuri permukaan benda di hadapannya sambil memejamkan mata. Ia menarik udara sebanyak-banyaknya, seakan ia tadi kehabisan udara di tubuh. Senyum miringnya terganti menjadi senyum lebar yang terlihat begitu misterius.

 Senyum miringnya terganti menjadi senyum lebar yang terlihat begitu misterius

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Blood of Fairy [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang