10. Blood of Fairy

56 13 0
                                    

Pelataran istana sudah menjadi lautan peri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pelataran istana sudah menjadi lautan peri. Peri-peri itu saling berbisik penasaran mengenai alasan mereka dikumpulkan. Hal tersebut dikarenakan acara seperti ini jarang terjadi. Biasanya informasi apa pun selalu disampaikan kepada perwakilan peri, lalu nanti dilanjutkan ke penduduk.

Suasana menjadi lebih tenang saat sosok yang mengundang mereka datang. Sosok itu melangkah anggun dengan baju panjang berwarna perak menyala yang terlihat sangat cocok di tubuhnya yang langsing. Wajahnya juga tak kalah anggun dan cantik, meskipun terlihat jelas kalau umurnya tidak muda lagi.

"Selamat pagi, Penduduk Rosehill Timur. Pada kesempatan ini, aku ucapkan terima kasih karena sudah datang untuk memenuhi undangan. Aku minta maaf karena baru menemui kalian hari ini." Sang ratu melayangkan pandangan kepada peri-peri yang berada di hadapannya saat mengatakan itu.

Semua peri di sana terdiam sambil melihat Ratu Elsya dengan pandangan takjub. Baru kali ini mereka menyaksikan langsung wajah yang tersohor cantik itu, kecuali Vion dan Nathan yang melihatnya untuk yang kedua kali. Namun, mereka juga tetap diam sama seperti yang lainnya.

Nathan berdiri paling belakang bersama Vion, Emma, dan Theo. Ia tetap terkejut melihat banyak sekali peri di sana, padahal kemarin saat ada suara riuh di luar rumah Vion, dirinya juga melihat ini. Akan tetapi, ia tidak seterkejut sekarang. Laki-laki itu tidak tahu kenapa ikut berkumpul seperti ini, selain karena mengikuti Vion.

"Ratu terlihat begitu cantik!" seru Emma, matanya tak berkedip melihat ke depan.

Theo mengangguk. "Kau benar."

Vion tersenyum mendengar pujian adiknya terhadap sang ratu. Ia juga mengangguk karena setuju dengan ucapan Emma. Peri putih itu melihat Ratu Elsya dengan tatapan berbeda, jika kemarin melihat dengan tatapan takut, kini ia menatapnya dengan tatapan bangga.

"Tujuan aku mengumpulkan kalian adalah karena keadaan mendesak. Aku minta maaf karena aku menemui kalian tanpa raja. Suamiku itu kini tengah sakit, jadi tolong maklumi karena sekarang aku yang berbicara. Seperti yang sudah aku sampaikan pada perwakilan klan kalau mutiara sumber kehidupan telah hilang dan itulah yang membuat negeri ini kacau. Aku mendapat laporan masalah beberapa hari ini, mulai dari kekuatan yang menghilang, langit yang sejak kemarin seperti ini, cahaya dan air tidak ada. Kemarin pihak kerajaan mendapat ancaman langit dari Rosehill Barat," ucap Ratu Elsya yang membuat para peri kini mulai mengeluarkan suara.

Seorang peri berambut jingga yang ada di jajaran paling depan dengan suara lantang bertanya, "Apa isi ancaman itu, Yang Mulia?"

Sang Ratu menatap peri yag masih terlihat muda itu. "Mereka ingin pihak kerajaan membuka segel pembatas agar bisa masuk ke sini. Kalau tidak dibuka, mereka akan memusnahkan mutiara sumber kehidupan. Aku dan petinggi negeri percaya kalau merekalah yang mencurinya."

Jawaban itu membuat semua peri kembali terkejut, tak terkecuali Vion dan Theo. Mereka baru tahu kalau yang mencuri itu adalah penduduk Rosehill Barat. Hal itu tidak terduga di pikiran mereka sama sekali.

Theo melirik Nathan yang ada di sebelahnya. Peri dari klan tanah itu mengerutkan dahi ketika melihat ekspresi Nathan yang biasa saja. Namun, dari tadi makhluk yang mengaku berjenis manusia itu tidak mengeluarkan suara, bahkan dalam hati sekalipun.

"Nath, ini bukan perbuatanmu, kan?" Nada bicara ketus dan tatapan sinis Theo kini dianggap biasa oleh Nathan.

Nathan menoleh. "Apa maksudmu?"

"Tunggu, kau memakai baju Vion?" Theo tadi hanya fokus melihat ekspresi Nathan dan sekarang baru melihat baju yang dikenakan laki-laki itu.

Nathan melihat bajunya sendiri, kemudian terkekeh. "Benar, bajuku sudah kotor. Aku tidah punya uang dan tidak tahu letak toko baju. Jadi, Vion memberikan baju ini. Apa terlihat aneh?"

"Apa aku tidak bisa membaca pikiranmu karena kau memakai baju Vion?" Bukan jawaban yang didapatkan Nathan, tapi dia malah diberikan pertanyaan. "Coba ucapkan sesuatu dalam hatimu!"

Meskipun merasa bingung, Nathan tetap mengikuti kata-kata Theo. "Ekspresi ketusmu membuat muka lebih jelek, Theo," batin Nathan.

"Sialan, tidak usah menghinaku seperti itu!" Theo memutar tubuh kembali menghadap ke depan karena merasa prasangkanya pada Nathan memang salah.

"Dasar aneh!" Nathan kembali membatin.

Hal tersebut membuat Theo berbicara lagi. "Hentikan, aku bisa mendengar-"

"Hei, jelek! Bisakah kau diam? Kau menganggu konsentrasiku." Emma melirik ke arah Theo dengan lirikan tidak sukanya, bahkan terkesan sinis.

"Ck, dasar bocah tengik," gumam Theo yang tidak digubris oleh Emma yang kembali fokus kepada sang ratu.

"Aku sudah melakukan rapat dengan petinggi negeri dan menemukan kesepakatan, walaupun aku sedikit ragu melakukannya. Kita semua tahu kalau segel perbatasan tidak akan bisa dibuka begitu saja tanpa ada pengorbanan dari seorang peri muda. Sebelumnya aku minta maaf kepada kalian karena harus mengorbankan salah satunya untuk menyelamatkan negeri ini. Dalam rapat kemarin, kami sudah memutuskan satu nama peri. Nama peri itu adalah Emma dari klan tanpa kekuatan yang tinggal di panti asuhan."

Setelah mengatakan itu, sang ratu menunduk dan mengembuskan napas berat. Ia tidak berani melihat respons orang lain. Hatinya bahkan merasa sangat teriris karena hal itu harus dikatakannya.

Semua peri tentu tahu peri yang dimaksud sang ratu karena panti asuhan di Rosehill Timur ada satu, terlebih yang paling muda memang hanya gadis itu. Mata mereka mengikuti pergerakan peri kerajaan yang terbang dan berdiri ke ujung kumpulan. Peri itu mencekal lengan gadis muda di hadapannya.

Emma menangis karena mendengar perkataan Ratu Elsya. Ia sama sekali tidak menyangka setelah hidup selama tujuh tahun dianggap tidak berguna, ia mendapatkan peluang untuk berguna, tapi harus mati terlebih dahulu. Gadis muda itu bergeming saat Hiden menariknya.

Ketika Hiden akan membawa gadis itu pergi, sebuah tangan lain menghentikan pergerakannya. Tangan itu dimiliki seorang peri berambut putih yang matanya berkaca-kaca. "Ada apa?" tanyanya.

"Dia adiknya!" seru Nathan, laki-laki itu baru saja sadar dari keterkejutan.

Beberapa peri ikut merasa sedih. Namun, mereka pun tidak tahu harus berbuat apa karena itu merupakan hasil rapat kerajaan dan petinggi negeri. Hal tersebut sudah pasti dipertimbangkan baik dan buruknya. Alhasil, mereka tidak melakukan apa pun, selain diam saja.

Theo masih diam dalam dunianya sendiri. Ia memang baru beberapa kali bertemu dengan gadis itu, bahkan pertemuannya bisa dikatakan tidak pernah meninggalkan kesan baik. Akan tetapi, mendengar Emma yang masih kecil akan dikorbankan, ia merasa kasihan.

"Kenapa harus Emma yang dikorbankan, kenapa tidak peri lain saja?" tanya Nathan sambil mendekat ke arah Emma dan langsung memeluk gadis yang tengah menangis itu. "Dia masih kecil! Negeri apa yang seenaknya saja membuat seseorang mati dengan dalih pengorbanan? Apa semua pengorbanan itu akan berhasil seratus persen? Kalian terlalu seenaknya menunjuk peri untuk mati sia-sia." Laki-laki terlihat begitu marah, dilihat dari suara yang lantang dan urat yang menonjol di lehernya.


" Laki-laki terlihat begitu marah, dilihat dari suara yang lantang dan urat yang menonjol di lehernya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Blood of Fairy [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang