Vion menatap orang di depannya dengan senyum lebar. Namun, tidak ada kesan ramah di senyum itu, apalagi di mata peri berambut biru muda yang tengah menunduk takut. Keheningan menyelimuti keduanya ketika tak ada satu pun mulut yang bersuara. Mereka tampak sibuk dengan pikirannya masing-masing."Kau tidak mau bertanya atau menyampaikan sesuatu?" Suara Vion terdengar menggema di ruangan yang hanya diisi dua peri remaja itu.
Sang peri yang sedari tadi hanya tertunduk menggeleng pelan tanpa berkata-kata. Ekspresi wajahnya terlihat takut, namun di mata Vion tampak seperti gugup. Hal tersebut membuat peri yang kerap dipanggil tuan putri itu mendekat, membuat Asby mundur.
"Aku tidak ingin bertanya apa pun, Tuan Putri. Aku juga tidak punya hal yang perlu disampaikan," ucap Asby jelas, tapi masih terdengar sedikit keraguan di sana.
Vion mengangguk dan bergerak mundur. "Karena kau tidak punya apa pun untuk disampaikan atau ditanyakan, aku yang akan bertanya dan menyampaikan sesuatu. Rosehill Timur berada di ambang kehancuran, butuh tangan yang menyokongnya untuk tetap bertahan."
Asby mengembuskan napas gusar dengan sangat pelan. "Apa maksud, Tuan Putri?"
"Tidak apa-apa, aku hanya berterima kasih karena kau menjadi salah satu yang paling depan menyokong negeri ini, bahkan meregang nyawa saat ikut ke Rosehill Barat. Maaf, aku hanya bisa menyampaikan kata terima kasih. Kebaikanmu akan selalu kukenang dalam hatiku." Vion tersenyum lebih lebar ketika melihat kali ini Asby mendongak.
Mata peri dari klan air itu memerah menahan tangis. Jika satu kali saja ia berkedip, air yang menggenang di pelupuk mata itu pasti jatuh. Asby memang laki-laki, tetapi mendengar kata-kata Vion, hatinya terasa sesak. Remaja yang memiliki umur dua tahun lebih tua dari peri mahkota itu bersujud, memegang kaki Vion sebagai alas.
Vion terkejut bukan main, ia tidak menyangka laki-laki itu akan melakukan hal tak terduga. "Apa yang kau lakukan?" Ia berteriak kaget. "Aku ... hanya berterima kasih."
"Ampuni aku! Aku bersalah padamu dan pada seluruh Rosehill Timur." Asby berkata dengan suara yang bergetar sambil terus bersujud. Laki-laki itu menangis dengan rasa penyesalan yang mendalam.
Vion menghela napas, kemudian berjongkok di depan Asby. Tangannya memegang lengan atas peri dari klan air itu untuk bangun. Akhir-akhir ini, gadis itu merasa heran karena peri yang minta maaf padanya selalu saja bersujud. Ia merasa sedikit bersalah karena hal-hal kecil seperti itu, apalagi hanya untuk mendapat maaf darinya.
"Tadinya ... aku hanya ingin membalas dendam. Akan tetapi, setelah perjalanan denganmu, dendam itu berkurang. Aku terbakar emosi hingga melakukan hal gegabah kemarin sore. Setiap detik yang terlewati membuatku tersiksa karena rasa bersalah dan penyesalan." Asby berhenti berbicara, perlahan-lahan mengangkat kepala untuk melihat ekspresi Vion.
Seperti yang tidak tahu apa pun, Vion tetap tersenyum. Kali ini, senyum tulus yang meredakan sedikit rasa sedih Asby. "Aku tidak tahu apa yang kau—"
"Aku yang berkhianat dengan bekerja sama dengan demon. Aku yang membunuh para hewan kemarin sore," ucap peri berambut biru muda dengan air mata yang berderai.
Gadis yang mendengar itu melepaskan tangannya dari lengan atas Asby. Tubuh lunglai laki-laki itu langsung terduduk di lantai yang keras dan dingin. "Aku senang kau mengakui dan menyadari perbuatan kejimu. Tangis dan maafmu butuh pembuktian. Apa yang akan kau lakukan ketika aku memaafkanmu?"
***
Para peri di Rosehill Timur yang kemarin panik dengan kematian hewan yang tiba-tiba, sekarang lebih tenang. Mereka melakukan hal yang diperintahkan ratu dan Vion untuk tetap berlatih. Beberapa latihan yang dijalankan di antaranya, berpedang, memakai panah, dan bela diri sebagai bentuk pertahanan. Semua itu dilatih langsung oleh para ketua klan.
Persiapan lain berupa ruangan di istana untuk para anak kecil dan manula dipersiapkan. Makanan pokok dan air sengaja dihemat, bahkan dibatasi. Semua peri di Rosehill Timur berpartisipasi untuk melaksanakan persiapan dengan sangat matang, sesuai rencana yang telah dirancang kerajaan.
"Apa ada masalah lain yang terjadi?" tanya Ratu dalam rapat yang diadakan pagi ini.
"Masalah kemarin sudah kuselesaikan. Sosok yang bertanggung jawab dari kematian hewan-hewan itu sudah kutemukan dan kupastikan kebenarannya kemarin malam." Vion menjawab dengan lugas.
Para perwakilan peri di sana mulai saling memandang, kemudian berbisik-bisik. Namun, hal itu tidak berlangsung lama dikarenakan sang ratu mengangkat tangan, tanda supaya memutup mulut. "Kita tidak ada waktu banyak untuk membicarakan hal lain, selain tentang persiapan perang. Jika tragedi kematian hewan itu ditangani dengan baik, sudah jangan diungkit lagi."
"Tidak ada masalah di klan tanah, anak-anak dan peri yang berusia renta sudah dipindahkan. Beruntung, usia dewasa dan remaja menjadi populasi paking banyak di sini, sehingga kita tidak perlu khawatir dalam hal penjagaan." Gian bernarasi dengan pandangan lurus pada sang ratu.
"Di klan bunga, hanya tagedi hewan itu, selebihnya tidak ada masalah."
"Klan tanpa kekuatan pun tak punya masalah, semuanya berjalan baik."
"Persiapan di klan air tidak terkendala karena bantuan dari semuanya."
Pendapat-pendapat cukup baik itu membuat semua peri di sana tersenyum bangga. Semua yang mereka lakukan sudah siap, hanya tinggal menunggu kedatangan para pengacau yang tidak tahu kapan muncul. Mereka tidak dapan memperkirakan waktu terjadinya perang.
Ruangan yang hening setelah pengutaraan pendapat itu terbuyarkan oleh ketukan pintu cukup keras. Hiden yang berada dekat pintu segera membukanya, satu peri dengan napas terengah-engah muncul di sana. Raut mukanya tampak tegang. "Peri Hiden, para demon muncul di perbatasan. Penduduk sudah siap siaga di tempatnya, tetapi menunggu perintah dari kerajaan."
Mendengar hal itu, semua peri berdiri dengan elspresi yang terkejut. Mereka memandang sang Ratu Elsya dan Vion secara bergantian, menunggu keputusan. Sang ratu ikut memandang anaknya dan mengangguk. "Putuskan sesuatu, Nak! Kita harus bergerak cepat."
"Maju! Junjung damai dan pertahankan diri. Jaga semuanya dengan baik, jangan biarkan ada yang mati." Sepatah kata itu membuat para peri langsung bergegas, Hiden yang di sana mengambil benda seperti kerang dan meniupnya dengan keras. Suara dari kerang itu menandakan sinyal siap siaga, membuat peri yang mendengarnya langsung tahu dan waspada.
Vion berlari ke arah kamar untuk mengambil sesuatu yang penting, sesuatu yang mendorongnya melakukan hal sejauh ini. Ia memeluk benda itu dan memejamkan mata. "Menang bukan berarti memusnahkan lawan dan kalah bukan berarti menyerah pada lawan. Darah yang mengalir di tubuhku tidak akan membiarkan semuanya berlalu tanpa ending yang menakjubkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood of Fairy [COMPLETE]
FantasyPerjalanan hidup Vion tak lepas dari kekecewaan. Peri itu dikenal tak memiliki kemampuan, tak memiliki orang tua, dan tak banyak orang yang mau berteman dengannya. Suatu hari, seorang laki-laki dengan fisik berbeda muncul. Vion merasakan rasa antusi...