13. Blood of Fairy

51 12 0
                                    

Semua peri memfokuskan pandangan ke gerbang perbatasan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Semua peri memfokuskan pandangan ke gerbang perbatasan. Mereka memasang mata jeli, bahkan beberapa di antaranya tidak berkedip sama sekali. Hal tersebut dilakukan untuk membuktikan kejadian beberapa menit lalu bukanlah halusinasi.

"Aku tidak ingin kembali ke sana lagi, Theo!" Nathan merengut sebal karena dari tadi Theo memaksanya untuk masuk ke Rosehill Barat.

"Ayolah, demi Emma dan Vion! Mereka sudah menolongmu hidup di sini. Apa kau tidak mau membantu meringankan beban saat mereka berada di ambang kematian?" Theo berbisik dengan ekspresi muka yang begitu dingin.

"Kau bilang tadi—"

"Lakukan saja!" sela Theo tampak geram dengan ocehan Nathan.

Nathan mendengkus, matanya dilayangkan pada peri yang berada di dekat Emma dan Vion. "Jangan bunuh Emma! Aku dan Theo bisa melewati gerbang ini, jadi tidak perlu membukanya dengan mengorbankan nyawa," teriaknya.

Sebelum Theo sempat bertanya maksud dari ucapan Nathan, peri klan tanah itu sudah diseret masuk ke gerbang perbatasan. Semua mata membulat sempurna, khususnya ayah Theo, laki-laki itu langsung terbang mendekat dengan kepanikan luar biasa. Ia mencoba hal yang sama seperti dua sosok tadi, tapi tubuhnya terpental ke belakang dalam keadaan duduk.

"Peri Gian!" Seruan itu berasal dari sang ratu. "Segel perbatasan tidak mungkin dilewati peri!"

Laki-laki paruh baya dari klan tanah itu langsung berdiri sambil membersihkan tanah yang menempel pada belakang celananya. "Maaf, Yang Mulia Ratu, anak saya adalah peri dan dia tadi masuk ke sana! Saya melihatnya sendiri kalau dia tidak menjadi abu."

"Lihatlah, mereka tidak kembali! Kalau tidak jadi abu, berarti terbunuh oleh kaum demon." Suara itu berasal dari jajaran penduduk dan mendapat sorak setuju dari beberapa peri.

"Tidak mungkin!" Gian membantah kata-kata tadi, lalu menetralkan kembali suaranya. "Yang Mulia Ratu, saya mohon selamatkan Theo."

Anna tersenyum samar di tempatnya. Jika dilihat sekilas, tidak akan ada yang menyadari itu. Semua peri yang ada di sana terlalu fokus pada Gian dan Ratu Elsya. Peri berambut emas itu menetralkan ekspresi dan melemparkan tatapan ke arah gerbang perbatasan.

"Tenanglah, Peri Gian!" Anna berucap tenang, pandangan peri mulai beralih ke peri emas ini.

"Tapi—"

Ucapan Gian terhenti ketika seseorang memeluknya erat secara tiba-tiba. "Ayah!"

"Theo, kau tidak apa-apa, kan?" tanya Gian yang langsung membalas pelukan anaknya dan bertanya terburu-buru.

Wajah Theo sedikit pucat pasi, bahkan ada keringat di pelipisnya. Jantung remaja laki-laki itu berdebar kencang saat memeluk Gian dengan mata tertutup rapat. Kejadian beberapa saat lalu membuat badannya bergetar hebat. Ia tidak bisa memikirkan apa pun lagi, selain hal yang dialaminya itu.

"Bagaimana mungkin ini terjadi?" tanya Ratu Elsya dengan tatapan yang terarah pada Theo.

Peri di sana terkejut dengan kedatangan tiba-tiba Theo dari gerbang perbatasan. Beberapa menit kemudian, mulailah kata berloncatan dari mulut mereka. Seperti biasa, ada dua kubu yang saling berlawanan menanggapi kejadian itu.

"Apa kau bisa membawaku menembusnya juga?" Nathan sedikit tersentak saat seseorang berbicara di sampingnya.

Laki-laki berambut hitam itu mengelus dada. "Astaga, kau mengejutkanku dengan bicara tiba-tiba seperti itu!"

Vion mengembuskan napas gusar sambil menunduk, kemudian kembali mendongak dan menatap tepat ke sepasang mata yang di depannya. Peri berambut putih itu memegang tangan sosok Nathan. Setelahnya, ia berlutut sambil menempelkan dahi di atas punggung tangan sosok manusia itu.

"Aku mohon bantu aku untuk masuk ke sana. Aku akan mengambil mutiara kehidupan yang telah dicuri dari sini. Aku harus menyelamatkan adikku. Aku mohon padamu untuk kali ini saja," ucapnya dengan nada yang memelas.

Nathan merasakan ada air yang mengalir di jari-jari tangannya. Hatinya cukup iba ketika melihat peri yang telah menolongnya berlutut dan berucap sedih. Ia jadi makin iba ketika berpikir air yang mengalir itu adalah air mata Vion. Kekakuan tubuhnya langsung buyar begitu saja dengan pikiran kalut.

Sosok berambut hitam itu membantu Vion berdiri dari posisinya tadi. "Jangan memohon seperti ini! Aku akan membantumu sebisaku, jadi berhentilah bersedih! Apa kau yakin akan pergi ke dunia menyeramkan di balik perbatasan ini?"

"Aku akan melakukannya demi Emma! Dia masih sangat kecil untuk dijadikan korban dan aku tidak rela dia bernasib seperti itu." Vion berucap sungguh-sungguh.

"Aku tidak mau bertaruh nyawa tanpa ada sebuah kepastian, Vion. Segeralah buat kesepakatan dengan ratumu itu. Aku memang masih remaja, tapi bertualang bukan hal pertama kali yang kulakukan. Aku juga tidak mau pergi tanpa rencana," ucap Nathan.

Peri berambut putih itu langsung  mengangguk, kemudian terbang ke sisi Emma. Ia berlutut sambil menyentuh kaki Ratu Elsya dan Anna. Vion memohon dengan terbata-bata untuk membebaskan adiknya dan diganti dengan perjuangan mendapatkan kembali mutiara kehidupan Rosehill Timur dengan tangannya sendiri.

Perasaan sang ratu mendadak linu dan bibirnya kelu untuk berkata. Emma sudah menggeleng mendengar kata-kata itu. Sedangkan di sana, Anna tersenyum pada Vion.Tatapan peri berambut emas itu tertunduk pada peri yang berlutut di kakinya. "Tentu saja, aku akan menerima permohonanmu, tapi itu hanya sementara. Aku akan memberikanmu waktu mengambil kembali mutiara itu ke sini atau adikmu yang harus berkorban. Berdirilah!"

"Maaf, Peri Anna, apa itu akan berhasil? Maksudku, kita sudah kehilangan kekuatan dan kemampuan sihir pun kita tak punya." Kali ini sang ratu mulai berbicara, nadanya terdengar cemas.

"Tidak apa-apa, Ratu, biarkan saja dia berjuang dengan kemampuan dirinya! Aku sudah mengizinkannya," balas Anna.

Vion menegakkan tubuh dan menatap Ana dengan pandangan berbinar. "Apakah benar? Berapa waktu yang kupunya?"

Semua penduduk peri sibuk mengeluarkan pendapat, Gian sibuk menenangkan Theo, sedangkan Nathan sibuk dengan pikirannya sendiri. Remaja laki-laki yang berspesies manusia itu merutuki diri. Hal tersebut terjadi karena lagi-lagi mengucapkan kata yang menuntut tanggung jawab besar.

"Dengan semua peri di sini sebagai saksi, aku sebagai wakil dari pihak kerajaan menerima bahwa permohonan peri dari klan tanpa kekuatan ini dengan tenggang waktu tiga hari saja. Jika dalam waktu tersebut tidak berkembang apa pun, kami akan tetap mengorbankan peri kecil ini." Anna menunjuk Emma yang dari tadi hanya menangis.

"Dengan semua peri sebagai saksi, aku sebagai seorang kakak yang ingin menyelamatkan adiknya rela menerima semuanya. Aku—"

"Jangan bodoh, Vion. Kamu pasti akan minta pulang, meski baru selangkah berjalan di sana," cetus seseorang yang dari tadi diam saja. "Kamu harus tahu bahwa berjuang sendirian tidak akan pernah membuahkan hasil!"

 "Kamu harus tahu bahwa berjuang sendirian tidak akan pernah membuahkan hasil!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Blood of Fairy [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang