Chapter 13 | Teringat

6.9K 378 8
                                    

~Moments~

One Direction

.

.

.

'Mulutnya memang selalu tak bersuara tentang masalahnya. Tapi sebenarnya ia mencoba berteriak. Menahan air matanya agar tidak mengalir lagi di wajahnya. Kadang ia ingin kembali pada saat itu. Tapi ia tidak ingin terjatuh dan mati rasa kembali.'

_______________

Sean sedang duduk di sofa ruang tamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sean sedang duduk di sofa ruang tamu. Rasanya sangat melelahkan akhir-akhir ini. Segelas whiskey menemani kesunyiannya. Sean memang sangat menyukai suasana sunyi nan sepi tanpa ada seorang pun yang mengganggunya. Suasana seperti itu membuatnya tenang.

Sayangnya suasana sunyi tak bertahan lama karena kehadiran Auristela. Wanita dengan rambut coklat emas itu berbicara kepada dirinya sembari membawa amplop merah di tangan kecilnya.

"Aku sudah selesai menulis surat untuk Mommy—ku. Bisa kau suruh seseorang untuk mengirimnya agar cepat?" pinta Auristela sopan.

Memang setiap beberapa minggu sekali Auristela selalu mengirimkan surat pada ibunya. Sean tidak tahu pasti berapa kali Auristela mengirim surat kepada ibunya. Setahunya, Auristela akan meminta tolong padanya agar menyuruh seseorang mengantarkan surat tersebut dan jika tidak ada dirinya, Auristela akan mengirim lewat pos.

Sean sedikit menjauh dari Auristela ketika ingin menelepon seseorang. "Datanglah ke mansion—ku, Freg. Dan antarkan surat dengan alamat yang sama," bicara Sean dalam saluran telepon.

Tanpa menunggu jawaban dari Freg, Sean langsung menutup saluran teleponnya. Yang ia katakan tadi itu sebuah perintah bukan meminta. Dan perintah harus dilakukan! Tidak boleh ada penolakan!

"Bolehku baca?" tanya Sean saat sedang berjalan menghampiri Auristela

"Tentu saja." Auristela langsung menyerahkan amplop merah kepada Sean, yang langsung di terima oleh pria itu. Sean membuka amplop merah itu sambil duduk di samping tubuh Auristela. Sean terus membaca kata demi kata dalam surat itu. Auristela benar-benar menyayangi ibu dan.... Ayahnya.

Entah apa yang sedang terjadi antara Auristela dan ayah dari wanita itu, namun yang pasti hubungan antara anak dan ayah itu sedang dalam kondisi yang kurang baik. Meskipun mungkin sedang dalam keadaan yang tidak baik, Auristela tetap menyayangi dan memaklumi sikap sang ayah. Auristela punya hati yang benar-benar tulus.

Auristela memang sangat berbeda dengan dirinya. Auristela masih bisa menyayangi ayahnya walaupun sang ayah sering menyakiti wanita itu. Sepertinya Auristela tidak memiliki kebencian, atau mungkin tuhan memang menciptakan wanita itu tanpa adanya rasa benci.

Arco Iris | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang