11

316 11 0
                                    

Rose

Tidak ada satu lampu pun yang menyala saat kami melangkah masuk ke flat, tidak ada tanda-tanda Lee atau kakakku ketika Luca menyelinap masuk melalui lorong dan masuk ke kamarnya.

"Bagus." Bisikku ketika aku berjalan di sekitar, dinding putih dengan beberapa karya seni yang tersebar di seluruh ruangan.

Tempat tidurnya dipasang seprai warna abu-abu dan hitam. Banyak rak buku klasik yang penuh dan yang membuatku semakin terkesan adalah, dia suka membaca. Dia memutar matanya mendengar komentarku lalu melangkah ke arahku, tangannya yang kuat mencengkeram pinggangku dan menarikku ke tubuhnya yang kuat, dadaku menabrak ke arahnya ketika mulut kami menyatu. Sensasi lembut bibirnya di bibirku membuatku basah dan benar-benar lemah dalam hitungan detik.

Berusaha mengendalikan diri, aku membiarkannya mendorongku ke ranjangnya, berusaha keras untuk tidak mengerang karena aku kehilangan akal saat aku berbaring. Luca melepas jaket dan menarik kausnya di atas kepalanya, mataku melebar saat melihatnya di depanku, tubuh dan dadanya yang bidang ditutupi oleh tinta, lengannya besar dan bertato. Mata biru es-nya mengawasiku ketika aku berbaring di sana, benar-benar diam dan siap.

Membiarkan celana jeansnya menggantung rendah di pinggangnya, dia merangkak ke atasku, matanya menatapku dan napasnya memberat. Dengan bersandar, dia menuju ke mulutku lagi, menciumku dengan lapar. Aku tidak ragu-ragu untuk balas menciumnya, daya tariknya memenuhi setiap pikiranku saat dia menggenggam pinggangku saat aku melingkarkan kakiku di pinggangnya. Dia mengangkat tubuhnya ke posisi duduk dengan tubuhku yang masih melilitnya. Tangan kanannya bergerak ke belakang kepalaku dan menarik ikat rambut dari rambutku, membuat rambut pirang gelapku jatuh ke pundakku, dia terengah-engah saat jari-jarinya membelai pipiku.

"Aku menginginkan hal ini sejak aku bertemu denganmu." Dia berbisik ke bibirku dan matanya mengawasiku, lalu menciumku dengan penuh semangat, aku menatapnya.

Tidak ada kecanggungan saat dia memerhatikanku menciumnya, aku merasa sangat seksi melihat bagaimana bola mata topaz-nya masih melekat padaku. Aku menjalin jari-jariku ke rambut karamelnya yang tebal, dan menciumnya dengan agresif ketika aku mulai memeluknya. Aku merintih di dalam bibirnya ketika dia bernafas ke dalam mulutku, berbagi sensasi yang sama. Tangannya yang kuat meraih betisku lalu membuka kakiku, melemparkanku dari pangkuannya dan mundur ke tempat tidur.

"Buka gaun itu." Dia menuntut, lalu melepas celana jeansnya dari kaki berototnya. Aku mematuhinya dengan cepat dan meraih gaunku, menariknya ke atas kepalaku, aku senang karena memilih untuk memakai G-string hitam kecil dan bra renda.

"Fuck Rose, serius." Dia mengerang, menatapku, lalu aku meregangkan tubuhku di ranjang dan memamerkan perutku. Miliknya berkedut karena gairah, celana boxer hitamnya yang ketat siap meledak.

"Serius Luca, bagaimana kau bisa begitu sialan sempurna?" Ujarku dan mengangkat alis, terpesona oleh tonjolan besarnya.

"Aku tidak bisa menahannya." Dia mengedipkan mata ke arahku sebelum merangkak ke arahku, kakiku langsung terbuka ketika dia menciumku dengan keras, mendorong pinggulku ke atas.

Aku menekan kejantanannya yang keras, dan membuatnya mengerang di dalam mulutku. Memutuskan untuk menggodanya, aku meraih ke bawah dan membungkus tanganku di miliknya dan memerasnya, dia menggeram sebagai tanggapan.

Bibirnya menyusup ke bibirku dan sekali lagi aku ditarik kembali oleh ciumannya yang lapar, lalu tangannya meraih payudara kananku dan meremasnya. Berusaha mengikuti gerakannya, aku merasakan tangannya berkeliaran di antara kedua kakiku, detak jantungku meningkat saat dia mendorong tali G-string ke samping dan tangannya yang kuat menggoda intiku yang basahku sebelum melebarkan dua jarinya di antara lipatanku. Aku terkesiap dengan senang dan melengkungkan punggungku, jari-jarinya keluar masuk perlahan saat bibirnya membelai leherku.

Delicious Rose (Indonesian Translation)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang