23

191 6 0
                                    

Rose

Saat berada di kamarku, aku merasa tegang, tidak yakin. Mata Luca tertuju padaku ketika aku berjalan kembali ke tempat tidur.

"Semuanya baik-baik saja?" Tanyanya, menyelipkan seuntai rambut di belakang telingaku ketika aku berlutut di sampingnya.

"Mereka pergi ke McDonalds, lebih baik jika kau pergi sekarang." Ujarku. Aku melihatnya, matanya bersinar ke arahku.

"Kalau begitu, mengapa aku harus pergi? Siapa saja?" Dia bertanya.

"Daniel, Lee dan temanmu Nick." Ejekku, masih bingung bahwa kakakku bergaul dengannya.

"Apa yang dia katakan padamu Rose?" Serunya. Matanya melebar karena panik, aku mengerutkan kening padanya. Apakah itu penting apa yang dia katakan padaku? Apa yang bisa membuat Luca bereaksi seperti itu? Mungkin Nick tidak seloyal Luca.

"Dia tahu kau berada di kamarku, dan kita berhubungan seks," Jelasku seraya mengangkat alisku, tatapannya kosong tapi aku melihat apel Adams-nya bergerak ketika dia menelan ludah.

"Bagaimana dia tahu bahwa itu dirimu?" Tanyaku kepadanya, mencoba mencari tahu. Aku menyilangkan tangan, merasa tidak nyaman dengan segalanya.

"Aku sudah memberitahunya bahwa aku menyukaimu, tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Jawabnya, aku menganggukkan kepala, mencoba mengerti. Aku tidak akan terlalu memikirkannya, aku merangkak menjauh darinya dan turun dari tempat tidur menuju kamar mandi.

"Ingin bergabung?" Aku bertanya padanya, dia tersenyum padaku dengan cepat menarik bajunya. Berjalan ke arahku, aku menarik kausku di atas kepalaku tepat saat dia meraih celana pendekku dan menariknya dengan cepat. Tubuh telanjangku menempel padanya, bibirnya yang lembut menelusuri rahangku.

"Jangan menggodaku, Rose." Bisiknya. Dia bernafas di telingaku, merasakan kejantanannya mengeras di pinggangku dan mendorong dirinya lebih jauh ke arahku.

"Jangan terlalu memikirkannya, kita memiliki banyak waktu malam ini." Balasku.

Aku mengedipkan matanya padanya sebelum mendorongnya keluar, ke kamar mandi. Melangkah ke kamar mandi aku menyalakan shower, menunggu air memanas. Aku mengawasinya, tubuh berototnya bergetar ketika dia menelusuri tubuh telanjangku. Air membasahi setiap inci diriku, dia melangkah masuk dan memegang pinggangku dan menjepitku di dinding ubin.

"Apa yang kau pikirkan?" Tanyaku. Dia menekan dadanya ke dadaku, aku bersandar mengarahkan bibirku di dadanya. Air membasahi kami saat kami berciuman dengan penuh semangat, intiku berdenyut sakit karena sentuhan lembutnya. Aku menginginkannya lagi, aku tidak pernah bosan dengan ini.

"Haruskah aku merasa buruk? Tentang perasaanku padamu?" Tanyanya balik. Aku melihat ke matanya yang berkilau, air menetes ke wajahnya yang tajam. Membelai pipiku dengan lembut, menggelengkan kepalanya sambil tersenyum padaku.

"Tidak sayang, aku tidak merasa buruk, begitu juga kau." Balasku.

Bibirnya menekan dahiku saat aku melingkarkan tangan di pinggangnya, memeluknya erat-erat. Mungkin aku tidak boleh, dia mungkin mengerti bahwa kami serius satu sama lain? Apakah Luca serius denganku? Apakah aku siap untuk dengan orang lain lagi? Mungkin tidak. Tapi aku sangat menginginkannya.

Begitu Luca pergi, aku mengambil pakaianku yang lembut dari tempat tidur, mengenakan hoodie favoritku dan berjalan ke ruang tamu, siap untuk menonton Netflix. Aku memiliki tabung pringles di pangkuanku, dan film horor favoritku. Tentu saja, itu hanya angan-angan, dalam waktu dua puluh menit saat film diputar,  Chloe dan Darcy memasuki ruang tamu.

"Apakah kau akan memberitahu kami apa yang terjadi sebelumnya?" Tanya Chloe sambil melangkah di depan TV, lalu menyilangkan tangannya. Dia jelas tidak terkesan dengan kejadian tadi.

Delicious Rose (Indonesian Translation)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang