26

164 6 0
                                    

Rose

Sepanjang minggu ini, Emily mengubah kepribadiannya untuk membuatku kesal. Aku tidak percaya dengan niatnya, sebahagia dia sekarang, dia tampaknya berpacaran dengan Nick. Aku percaya dia memiliki beberapa urusan yang belum selesai. Luca dan aku belum pernah berhasil dengan baik, hampir setiap malam dia menemuiku.

Chloe mulai memanaskan dengan gagasan bahwa Luca dan aku berpacaran? Dalam suatu hubungan? Aku tidak punya petunjuk. Yang ku tahu adalah bahwa kami memang berhubungan. Dan yang membuatku takut, aku tidak pernah berpikir aku akan merasakan hal ini lagi. Perasaan yang ingin keluar dari dalam, atau mungkin lebih. Aku belum yakin bagaimana perasaanku, aku hanya tahu bahwa aku tak ingin ini berakhir, aku merasa bahagia, akhirnya.

"Pelacur." Suara Emily muncul di belakangku ketika aku berdiri di dinding, aku berbalik untuk  menghadapnya, tapi dia sudah berjalan menyusuri koridor menuju lift. Aku mengangkat bahuku, mencoba mengabaikan rasa sakit. Fucking bitch.

Akhirnya pukul lima tiga puluh telah tiba dan aku siap untuk meninggalkan kantor sesak ini hari ini, akhir pekan telah datang begitu cepat dan aku perlu istirahat dari ocehan Emily. Mencoba untuk tetap tenang dan tidak memenggal kepalanya, tapi aku tidak bisa kehilangan pekerjaanku hanya karena permainannya yang menyedihkan.

"Halo cantik."

Aku mendongak dari mejaku untuk melihat Luca, dia mengenakan kaos putih yang memeluknya tubuhnya erat-erat, celana jeans hitam ketat, rambutnya sedikit menutupi matanya. Aku berdiri, menariknya ke arahku. Dia memegang pinggangku dan menekankan bibirnya ke bibirku.

"Kalian berdua menjijikkan." Suara Emily seketika merobek kebahagiaanku, aku menarik diri dari Luca dan menatap pelacur jahat yang bersandar di mejaku, raut wajahnya penuh geli.

"Pergilah, Emily." Geram Luca, aku memutar mataku sambil mengambil tas tanganku. Luca mengulurkan tangannya untuk kuambil, jari-jarinya yang hangat terjalin denganku ketika dia menarikku keluar dari kantor dan masuk ke lift.

"Berapa kali dia mengganggumu hari ini?" Tanyanya sambil terkekeh, aku menampar lengannya sebelum tertawa sendiri.

"Brengsek itu tidak lucu, entahlah mungkin lima kali, aku mulai memar." Aku menggosok tanganku yang sakit, membuatnya semakin tertawa.

"Rekor baru, kemarin empat." Dia tertawa tulus, aku berjinjit menatap mata birunya yang indah. Dia menahan pandangannya ke arahku, jari-jarinya naik untuk mencubit daguku dan memegang wajahku.

"Kau sangat cantik."

Dia menarik wajahku lebih dekat mematuk bibirku dengan kuat, sarafku seketika menegang karena sentuhannya.

"Kurasa kau juga tidak terlalu buruk." Balasku seraya mengedipkan mata padanya ketika pintu lift terbuka dan aku berjalan keluar terlebih dahulu, meninggalkannya dengan mulut terbuka.

"Baby, aku tahu kau tidak berpikir begitu." Dia mengejarku lalu memegang tanganku, dengan senyum lebar di wajahnya.

"Tentu saja aku tahu." Aku menyeringai padanya, Ya Tuhan aku tidak berpikir sama sekali, dia sejujurnya adalah pria paling tampan yang pernah kulihat, aku percaya dia juga tahu itu.

Dalam perjalanan pulang aku tidak bisa berhenti memikirkan Emily, sebanyak aku ingin membunuhnya, aku bisa mengerti kenapa dia membenciku. Aku merasa kasihan padanya, dia hanya kekanak-kanakan, seperti dia ingin membalasku dan membuatku kehilangan pekerjaanki. Itu tidak mengejutkan.

"Bisakah kita ke Tesco? Aku butuh rokok." Luca memarkir mobilnya di  parkiran dan aku keluar bersamanya, meraih dan melingkarkan tangannya di pinggangku saat berjalan menuju Tesco Express.

Delicious Rose (Indonesian Translation)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang