Kuaci yang Malang

21 2 0
                                    

"Kehidupan layaknya warna-warni pelangi, begitupula dengan sifat sesorang. Kita hanya butuh memahami orang lain agar orang lain pun demikian terhadap kita."

Happy reading...

Hidup adalah pilihan, katanya. Namun pada kenyataanya tak semua yang dipilih mampu menghidupi seseorang. Misalnya memilih untuk menyerah, memilih untuk pasrah, siapa yang mau menolong hidup seseorang yang hanya memilih menyerah dan pasrah? Menurut Dyra hidup adalah perihal berusaha dan berjuang. Berusaha untuk menjadi yang lebih baik, dan berjuang hingga mencapai titik akhir. Meskipun pahitnya berusaha dan berjuang tak menjamin kesuksesan hidup dan kesejahteraan diri, namun setidaknya kerja keras selalu menorehkan hasil yang baik. Contohnya saja seperti Dyra saat ini, ia tak pernah memilih menjadi orang yang seperti ini, sulit bergaul, pecinta kesendirian, tidak memiliki teman, tidak bisa di tempat ramai.

Dyra tak pernah memilih menjadi orang yang seperti ini, itu mengapa ia berusaha keras mencari berbagai cara untuk keluar dari semua itu. Dyra tahu jika ia berusaha bahkan berjuang dengan keras, maka ia mampu keluar dari semua itu. Itulah sebabnya ia berusaha hingga sekeras ini. Sudah banyak hal yang ia lakukan untuk memulai misinya itu, dari mencari artikel mengenai trik menjadi sosok yang ekstrovert.

Ngomong-ngomong soal ekstrovert sebenernya Dyra baru benar-benar paham soal itu malam itu bersamaan dengan selembar kertas yang kini terpajang indah di dinding samping pintu kamar. Karena betapa pusingnya ia memikirkan bagaimana cara mengatasi sifat anehnya ini, alhasil ia iseng-iseng saja bertanya pada sosok yang maha tahu di dunia ini, Mbah Google. Banyak kata kunci Dyra masukkan, dari cara bergaul dengan orang banya, cara menjadi gaul, cara hidup bergaul. Hapus ketik, hapus lagi ketik lagi, hingga beberapa menit ia melakukan hal itu, dan berakhir pada “Cara Bersosialisasi” dalam sekejap mata memandang, munculah beberapa deretan artikel. Dan ada satu artikel yang seketika itu berhasil menarik perhatian Dyra “Apa Sih Itu Ekstrovert?”

Tanpa buang-buang waktu Dyra langsung menajamkan matanya, membeca baris perbaris yang tertulis indah diiringi melodi ringan, sepertinya pemilik Blogpribadi ini sengaja menyelipkan lagu dan efek daun maple berterbangan untuk menarik perhatian pembacanya.

Ekstrovert sama halnya denya dengan introvert, atau ambivert yaitu sifat seseorang. Jika introvert akan mendapatkan energi dengan cara menyendiri, menghindari keramaian dan cenderung tertutup. Maka ekstrovert adalah kebalilanya. Ia akan mendapatkan banyak energi jika berada di keramaian, dunia luar, dan akan cenderung jenuh atau suntuk jika terus berada di dalam rumah. Dan penengah antara introvert dan ekstrovert yaitu ambivert, sosok ambivert akan lebih netral. Di tempat sepi oke di keremaian juga tak masalah. Ekstrovert memang tidak melulu harus diluar rumah, atau suka berpergian dan sejenisnya. Namun ekstrovert akan cenderung lebih suka hal-hal yang berbau dengan keramaian.

Sambil mengigit ibu jari kananya Dyra mangut-mangut tak jelas. Matanya sama sekali tak berkedip dan mulai melanjutkan bacaanya.

Bagi ekstrovert bersosialisasi adalah suatu hal yang mudah, mereka adalah pribadi yang penuh semangat dan percaya diri. Langkah awal untuk menjadi ektrovert adalah mulai dari hal kecil, luangkan waktu anda di keramaian setidaknya 10-15 menit. Dan tingkatkan di setiap harinya. Berada di sekitar orang banyak dan terima ajakan mereka untuk sekedar berdiskusi, bercanda gurau, belanja di mall, atau ketempay hiburan.

Sejurus kemudian, tangan dengan sigap meraih bolpoin dan buku harianya menyalin kata demi kata pada bagian langkah-langkah di kertas berwarna merah jampu itu. Karena tak ingin menutupi gambar yang terdapat di pojok bawah lembaranya Dyra hingga mengecilkan ukuran disetiap hurufnya ketika dirasa hampir sampai pada gambar. Hingga akhirnya terciptalah pula selembar kertas A4 berwarna merah muda yang kini sudah tertepel kuat-kuat itu. Bahkan Dyra sudah menjamin jika kertas itu tak akan jatuh atau terbang melayang-layang terbawa angin ketika pintu kamar harus terbuka dan tertutup kencang-kencang. Meskipun sebenarnya ia belum terlalu paham dengan apa yang dimaksutkan, namun setidaknya Dyra memiliki niatan dulu untuk mencoba.

☆☆☆☆

Suara Ibu Niken yang mendayu-dayu ketika memaparkan materi di depan yang biasanya membuat matanya merem-melek atau uapan tertahan karena menahan kantuk. Hari ini sepertinya tak manjur jika itu dijadikan obat tidur. Bahkan ketika salah satu teman Dyra tak sengaja menjatuhkan catatan tebalnya hingga mengundang suara cukup nyaring dan tatapan mata seisi kelas karena gadis itu mengantuk, Dyra justru tak berekperesi apapun karena pikiranya ternyata sedang melayang memikirkan siapa yang akan ia jadikan target selanjutnya. Empat jam mata kuliah Farmakoterapi tak ada satupun kata yang tertinggal diotak Dyra.

Tak ada orang selain Nadia, Saras, Imam dan Reno yang Dyra akrab selama satu tahun lebih ini menjabat sebagai salah satu mahasiswa Farmasi. Ada beberapa teman yang sempat satu kelompok praktikum atau tugas, namun semua hanya numpang lewat saja bagi Dyra. Terlebih teman satu tugas, mereka hanya akan bertemu di presentasi, mengenai pengerjaanya, maka Dyra akan memilih untuk meminta jatah atau 100% ia yang mengerjakan seorang diri. Nilai D yang menghantuinya itu akhirnya membuat dirinya lebih berani untuk mengambil keputusan atau sekedar bertanya kepada teman sekelompoknya. Jika ada yang mengatakan istilah kerja kelompok adalah satu atau dua orang yang kerja sisanya kelompok, Dyra membetulkan prihal yang satu itu.

Entah itu hanya terjadi padanya mengingat sifatnya yang lebih nyaman mengerjakan apapun seorang diri atau memang itu juga berlaku pada semua orang. Namun istilah numpang nama itu selalu saja ada di kehidupan Dyra, bahkan tidak hanya ada mahasiswa ajaib, anggota ajaib-pun ada. Tidak membantu, tidak bertanya, tidak mengerjakan namun mendapatkan nilai. Hanya Tuhanlah yang tahu apa sebenarnya yang bersarang di otaknya.

Dyra baru benar-benar tersadar ketika tiga Bunda berpamitan untuk ke perpustakaan dan suara lantang Saras yang berdebat dengan Imam, merendebatkan perihal pembagian tugas laporan resmi praktikum. Dengan malas Dyra hanya menutup telinganya dengan kedua tanganya. Selalu saja seperti itu, sudah biasa perdebatan tak jelas kedua manusia itu. Jangankan hal besar, hal kecil dan sepele saja bisa mereka debatkan.

☆☆☆☆

“Nggak mau tahu ya Mam, pokoknya ganti!" Saras sudah berteriak-teriak, mengibas-ibaskan bungkus kuaci sambil berkacak pinggang. Wajahnya ia tekuk berlipat-lipat dengan bibir yang ia kerucutkan.

Di depan Saras, Imam sedang bersimpuh di lantai sambil memakan kuaci yang sudah bertebaran di mana-mana. Kepalanya mengangguk-angguk sambil sesekali melempar kulit kuaci yang sudah kosong kesegala sudut, tak jarang pula ketubuh Saras yang sedang menatapnya tajam. “Duduk loh Ras, ini makan kuacinya bareng-bareng,” katanya.

“Jorok banget sih kamu tu jadi orang, udah jatoh di lantai juga.”

“Kan belum lima belas menit, lagian juga yang dimakan kan dalemnya. La yang kena lantai kan kulitnya.”

Saras menundukkan badanya seperti rukuk, ia lemparkan bungkus kuaci itu tepat di wajah Imam. Imam yang tak siap-pun kaget dibuatnya.

“Nggak mau tahu, pokonya ganti,” ujar Saras lagi. Suaranya yang semula lantang kini mulai melembut pasrah.

“Iya besok kubeliin sama Mall-nya juga,” jawab Imam santai.

“Ngapain beli kuaci doang di Mall?”

“Ya biar kelihatan orang keren lah.”

“Hidung pesekmu itu keren, ganti pokoknya nggak mau tahu aku!" Kini Saras sudah meninggikan suara lagi karena emosi.

Imam diam sesaat tanganya sibuk membuka kulit kuaci, memasukkan biji kuaci kedalam mulutnya, sedangkan kulitnya ia lemparkan tepat di wajah Saras hingga membuat gadis itu mendengus kesal.

“Hidungku nggak pesek ya, hidungmu itu yang mendelep.”

“Enak aja, hidungku tu nggak mendelep ya cuma kecil aja,” bela Saras tak terima.

“Bilang pesek aja pake acara kecil-kecil segala lah Ras Ras.”

“Bodo amat, pokoknya besok ganti kuaciku. Yang lebih besar, yang banyak, yang mahal.”

“Kok beranak?” protes Imam tak tetima. Saras sudah berlalu pergi sambil menarik Nadia kasar.

“Emang gue pikirin,” katanya sebelum hilang dibalik pintu.

Imam hanya acuh tak acuh sambil memakan kuacinya, ketika ingin mengambil yang terlalu jauh ia hingga merangkak. Dyra melihat itu hanya mampu menggeleng-gelengkan kepalanya sebelum akhirnya pergi meninggalkan Imam bersama teman-teman lain yang nampak kecewa karena pertunjukan komedi itu harus selesai dengan cepat.

To Be Continue..

Introvert Star☆Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang