"Akan ada banyak orang yang akan merendahkanmu. Dan kamu hanya perlu diam, larena tak banyak orang yang sadar jika fungsi lisan adalah untuk berbicara (yang baik-baik)."
Happy reading....
“Bagus ya.” Nadia, duduk di sisi kanan Dyra, ikut menekuk kedua kakinya dan memeluknya erat-erat. Kepalanya menengadah keatas menatap langit.
Keduanya sedang duduk di teras depan kamar Nadia, kost-kostan dengan puluhan kamar membentuk leter O ini menyisakan tengah-tengah yang dibiarkan terbuka tanpa atap. Dyra semakin mengeretkan pelukan kakinya, memandang hamparan langit yang begitu terengnya dengan hikmat, “hmm, bintangnya bagus,” jawab Dyra.
“Kenapa suka bintang?”
Seperti tak siap dengan pertanyaan Dyra, sepontan Dyra menatap Nadia yang ternyata tengah menatapnya, “aku pernah nggak sengaja lihat buku diary-mu yang kebetulan kebuka di situ banyak banget gambar bintangnya. Bahkan di setiap kamu nulis catetanpun selalu kamu kasih gambar bintang,” imbuh Nadia.
Dyra kembali mengadahkan kepalanya, menatap hamparan bintang yang bertebaran di atas sana. “Bintang itu yang paling terlihat kecil dibandingkan bulan dan matahari, tapi dia mampu terlihat dengan caranya sendiri.” Dyra diam sejenak, menarik nafasnya dalam-dalam sebelum melanjutkan ucapanya, “dalam gambar dia memiliki sudut yang ganjil, lima.” Dyra hingga menekankan kata Lima dan memberi nada yang sedikit berbeda untuk memperjelas, kembali menjeda ucapanya sejenak, “namun mampu bergandengan tangan,” imbuhnya.
Meski sempat diam sejenak, namun akhirnya Nadia angkat bicara. “Aku suka bulan sabit, meskipun ia tak bulat sempurna namun ia mampu membentuk sudut dan bentuk yang sempurna,” katanya.
Dan kebetulan sekali keduanya sama-sama berada di atas langit saat ini, bulan sabit dan hamparan bintang. “mungkin mereka juga lagi lihat kita sekarang,” ujar Dyra.
☆☆☆☆
Tak cukup dengan kantung mata menghitam dan wajah kusam dan lesu. Hatinya sudah meronta-ronta gelisah, memandang cemas sosok tinggi yang sempat berdehem dua kali, membenarkan kaca mata hitamnya yang sebenarnya tak bergerak sedikitpun karena hidungnya sangat mampu menyangga sebelum selembar kertas ia biarkan terangkat hingga batas pundaknya.
“Yang lolos dan bisa ikut praktikum hari ini…” ia diam sesaat, tercipta keheningan bukan karena suara lantang pria itu. Malainkan semua siswa menunggu kelanjutan satu persatu nama yang mereka keluar dari bibirnya atau bahkan tidak sama sekali. Hingga dipenghujungnya pria itu berucap, “sisanya, yang tidak disebutkan berarti inhal.”
Bagai monster yang meraung dan siap menerkam. Inhal berarti tidak bisa mengikuti praktikum hari ini, harus melakukan praktikum di hari lain dan dilakukan secara khusus merupakan salah satu monster yang dimaksutkan itu bagi para siswa-siswi yang akan melakukan praktikum. Dan hari ini Dyra sedang diterkam monster itu.
Diiringi helaan nafas pasrah, Dyra mulai melepaskan kembali kancing-kancing jas labolatoriumnya, mengemas dan memasukkan seluruh buku dan peralatan tulisnya kedalam tas. Berjalan lunglai besama beberpa teman lain. Sangking terkejutnya Imam dan Reno hingga bergumam kesana kemari karena tak percaya dengan apa yang terjadi. Meskipun Dyra justru sudah menduga hal itu karena sudah mendapat firasat tak enak dan juga penuh keragu-raguan ketika mengerjakan soal-soal Pri Test tadi.
Sedih, pasti. Menyesal itu lebih pasti lagi. Hatinya hancur, ini pertama baginya namun tubuhnya lebih terasa hancur dan ingin sesegera mungkin direbahkan. Pikiranyapun justru bebeda haluan, “mungkin Allah memberikanya kesempatan untuk membalas semua dendamnya semalam untuk tertidur hingga seharian penuh,” itu kata hatinya. Kurangnya tidur selama beberapa hari ini hingga semalam yang harus terjaga hingga pagi buta membuat tubuhnya terasa remuk redam.
Dengan mata yang berat dan berkunang-kunang Dyra menggayuh sepedanya perlahan, membawanya hingga ke Apartemen. Tanpa memikirkan apapun dan melakukan hal apapun lagi Dyra merangkak keatas ranjang, membungkus tubuhnya dengan selimut tepat. Dalam sekejam mata memandang, seketika kantukpun menyelimutinya, membawanya masuk kedalam alam bawah sadarnya.
☆☆☆☆
Menginap kedua yang berakhir tak kalah mengenaskanya, membuat Dyra tak gentar menurunkan niatnya. Malam berikutnya sesampainya ia di Apartemen, kakinya melangkah pasti kekamar bernuansa maskulin dengan aroma mint yang pernah membuat Dyra-pun terjaga hingga pagi buta. Ia tak tahu, apakah memang dirinya sudah segila itu, namun ia merasa wajib untuk melakukannya. Setidaknya untuk yang point terakhir ini, jika ini saja sudah teratasi Dyra tak masalah dengan kegagalan dalam poin-poin yang lain. Berbagi tempat tidur dengan orang lain, atau mampu tertidur di tempat orang lain itu adalah suatu hal yang harus bisa Dyra lakukan, dan ia akan melakukanya hingga ia rela mengorbankan apapun juga.
Dua hari dua malam yang tak tertidur hingga bertambah menjadi tiga hari tiga malam Dyra sama sekali belum memejamkan kedua matanya. Ngantuk, jangan ditanya bahkan matanya sudah terasa sangat berat, namun dipaksakanpun tetap tidak bisa, sepanjang malam Dyra hanya terjaga mengamati sekeliling kamar luas itu dengan terbaring lemas, paginya ia harus berangkat kuliah dan praktikum pula. Dengan keadaan tubuh yang semacam itu wajar sekali bukan jika Dyra gagal mengerjakan soal Pri Test-nya dan berujung dengan inhal. Bahkan ia sama sekali belum belajar, ketika membaca selembar kertas catatan milih Nadia-pun kepalanya langsung berkunang hingga catatan itu kembalikan lagi kepada pemiliknya. Sampai-sampai Saras sempat bertanya dengan nada khawatir ketika Dyra memegangi kepalnya sembari tertunduk lemas.
“Kamu kenapa Dyr? Mau izin pulang aja apa?”
“Iya Dyr gapapa, aku izinin ya. Nanti terus aku anter pulang,” imbuh Nadia, keduanya sudah berdiri cepas memegangi kedua lengan Dyra satu-satu.
Dyra menggeleng lemah, meskipun sulit ia paksakan untuk menarik sudut bibirnya simpul. menegakkan tubuhnya sembari terus berusaha mengangkat kepalanya, “nggak usah dipaksa Dyr, bahkan mukamu pucet banget lo. Badanmu juga panas,” timpal Nadia.
“Nggak papa kok, masih kuat insyaAllah.”
To Be Continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Introvert Star☆
AventuraDyra Danya hari-hari harus dipenuhi dengan sifat introvert. Dari yang membuatnya terpuruk, terkucilkan, hingga membawanya kesebuah kasus yang berhasil memaksanya untuk mencari berbagai macam metode khusus, menjalankan beberapa aksi yang tak pernah i...