Mati Listrik Di Apartemen Elit

26 2 0
                                    

"Jangan mengeluh hanya karena kamu tak mampu. Namun bersykurlah walau hanya bertahan yang kamu  mampu."


Happy reading...

Waktu begitu cepat bergulir, sudah beberapa bulan ini Dyra merasa lebih baik. Rasa di hatinya semakin hari semakin melambung tinggi, namun entah mengapa ada sebersit keganjalan di hatinya, tentang niatanya yang sempat melambung dan kini lambat laun mulai ia kubur bahkan hampir menghilang, tentang perasaan yang begitu menggantung, tentang tanggung jawab yang harus ia selesaikan. Hatinya berkecamuk hebat, pikiranya melanglang buana entah kemana perginya. 

Sudah selama dua hari ini Dyra lebih sering mengurung diri di kamar, tak enak makan, sulit tidur hanya pergi ke kampus setelah pulang kembali ke kamar bahkan bangku yang telah lama ia tinggalkan dua hari ini kembali menjadi miliknya kembali. Nadia dan Saras sempat bertanya, namun yang mampu Dyra lakukan hanya menggeleng lemah dengan kepala menunduk. “Nggak papa kok, kalian nggak perlu khawatir. Aku Cuma lagi butuh waktu sendiri aja,” katanya ketika Nadia bertanya dengan wajah penuh kekhawatiran. Tak ada yang keduanya lakukan selain memandangi Dyra dari kejauhan dan berusaha memberi sedikit ruang untuk Dyra menyendiri.

Semua itu bermula dari dua hari silam dimana Dyra menggoreskan tinta merahnya di lembar buku diary merah mudanya, lebih tepatnya menebalkan setiap garis dan sudut pola bentuk bintang yang ia gambar beberapa jam yang lalu di tengah-tengah buku. Pikiranya melayang jauh entah keman, banyak sekali yang mencuri pertahatian dan fikiranya. Kuliah, tugas, laporan, aksi merubah dirinya, semua menumpuk di otaknya secara bersamaan.

Angin sepoy-sepoy dari kaca jendela memberikan buaian mesra menemani lamunan malam dengan mulut menganga dan tangan yang sudah beralih menyangga kedua pipinya. Mengamati bulatnya bulan yang bersinar terang, tanpa adanya bintang yang menemani. Kaca jendela ini memang hanya bisa dibuka sedikit saja, mungkin karena ruangan ini berada di lantai 13, namun itu saja sudah sangan membuat Dyra merasa bersyukur karena bisa menimati hembusan angin malam atau percikan air hujang kecil-kecil ketika separuh tanganya meselipkan di antara jendela.

Banyangan akan ucapan seseorang, kegagalan dihari pertamanya memulai hidup baru meletup-letup memenuhi kepalanya. Angin bertiup semakin kencang, menyibak horden merah muda hingga menghentak-hentakkan daun jendela. Rambut panjangnya mendadak kumal karena diterpa angin. Membuat Dyra dengan cepat meraih handel jendela, menjulurkan tanganya keluar jendela merasakan gemericik hujan yang menerpka keras telapak tanganya.

Selama ini Dyra selalu mencintai malam, bulan, hujan terutama dengan bintang dan kesendirian. Tak ada hal lain yang mampu membuatnya tenang seketika, memaksa rasa penat keluar tanpa tersisa ketika salah satu atau salah dua dari kelima hal itu menerobos masuk memenuhi dirinya. Hari tak gelap seperti tanda-tanda hujan akan turun, namun tentara Allah itu sudah menyerbu bumi tanpa ampun, penciptakan suara peperangan yang justru terdengar damai.

“Jangan terlalu mencintai hujan, karena bersama hujan akan membawa genangan berupa kenangan,” itu ujar Kakak Dyra ketika pernah suatu kali ia melihat Dyra menengadah, di depan jendela kamar selama berjam-jam hanya terfokus mengamati hujan. Mungkin ia jengah karena dalam satu waktu ia berulang kali membuka pintu kamar Dyra dan melihat Dyra masih melakukan hal yang sama.

“Kenangan adalah suatu hal yang membawa perubahan dalam hidup,” Dyra menjawab asal.

“Pasti tapi lebih pasti lagi berakhir menyesakkan hati,” jawabnya lalu mentup pintu kuat-kuat.

☆☆☆☆

“Yang bener saja, Apartemen kelas elit mati listri,” teriak Dyra meraung-raung. Suara hujan lebat masih memenuhi ruangan, mengilangkan kesunyian kamar yang gelap gulita.

Introvert Star☆Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang