Gara-gara DOST

12 2 0
                                    

"Surat Cinta Allah berbeda dengan surat cinta mahluk. Ketika Allah mencintai hambanya maka Allah akan memberikan cobaan dan kesakitan. Bukan karena tak sayang justru Ia ingin mengikatmu akan selalu dekat denganya."

Happy reading..

Sudah satu jam lebih Dyra memijat kepalanya yang berdenyu-denyut hebat, sejak pertemuanya dengan Kekek Ilham tak habis-habisnya dua kata syukur dan percaya itu berputar-putar di otaknya. Dyra juga sempat beberapa kali mengunjungi beliau lagi, terkadang dengan Nadia dan Saras, namun pernah juga seorang diri. Sore ini Dyra duduk di bawah tiang lampu dekat lapangan Kampus, mengamati beberapa orang yang tengah asik bermain basket yang sesekali terdengar riuhan tepuk tangan dari para penonton wanita jika salah satu pemain berhasil memasukkan bola kedalam ring basket.

Danau sudah terlalu sore untuk ukuran jam lima sore, pasti sudah dipenuhi kawanan nyamuk di sana. Karena ingin menghirup udara segar sebentar dan melihat tempat ini ketika ingin pulang tadi entah kenapa ringan saja kakinya melangkah dan tahu-tahu duduk saja menyandarkan punggungnya di tiang lampu ini.

“Heeeeeehhh.” Helaan nafas panjang dan cukup keras membuat Dyra mengangkat kepalanya, tubuhnya seketika menegang, menoleh kesumber suara. Matanya terbelalak hingga secara sepontan memundurkan tubuhnya.

Aska pria itu sudah duduk entah sejak kapan tepat di sisi kanan Dyra, jaraknya yang hanya beberapa centi meter saja membuat Dyra langsung clingak-clinguk memandangi sekitar. Tak jauh dari mereka duduk saat ini, lapangan basket yang sedang dipenuhi dengan puluhan orang. “Bagaimana jika ada yang melihat,” itu pikirnya. Namun dengan santainya pria itu hanya memandang kearah depan sembari memainakan jemarinya yang ia kaitkan sambil memeluk kakinya sendiri.

“Lihat aja itu basketnya,” ujarnya,

“Dari kapan Kakak disini?”

“Dari lihat orang lagi duduk dibawah tiang lampu sendirian sambil megangin kepala. Dikira tadi, emmm…mbak-mbak…” Aska diam sejenak. Sedangkan Dyra, otaknya justru berputar kembali kekisah beberapa tahun silam. Dyra masih ingat betul bahkan diluar kepala sangking hafalnya, jika pria itu pernah mengatakan hal semacam ini dengan logat yang sama persis.

“Kak Dyra nggak lagi bercanda,” protes Dyra, menatap Aska dalam dan tajam.

Aska hanya terkekeh, gigi gingsulnya hingga terlihat. Di dalam sana hati Dyra berteriak kencang-kencang, “ooo jadi waktu itu kaya gini ekspresi dia.”

“Kakak ngapain disini?” tanya Dyra.

Aska tak menjawab, kepalanya bergerak mengikuti kemana arah bola basket pergi. Dengan posisi sedekat ini, Dyra bisa melihat wajah Aska dengan sangat jelas, rambutnya yang hitam lebat sedikit menutupi telinganya.

“Kakak potong rambut gih!”

“Apa?” tanya Aska sambil menatap Dyra. Dyra yang sadar dengan uacapanya mendadak salah tingkah, mengalihkan pandanganya ke arah depan.

“Itu, Kakak tahu nggak soal syukur sama percaya,” jawabnya kelabakan, dalam hati ia menyumpahi dirinya sendiri atas kelancangan mulutnya itu. Untung otaknya segera menemukan alasan yang tepat jika tidak sudah tak tahu Dyra akan meletakkan wajahnya itu dimana ketika bertemu dengan pria itu lagi.

Aska diam sesaat, pandanganya kembali ia arahkan ke depan. “Syukur dan percaya,” Aska diam lagi, sepertinya sedang berpikir sebelum akhirnya kembali membuka suara, “syukur dan percaya dalam kaidah Allah, keduanya saling berkaitan. Percaya akan adanya Allah bahwa Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi, dan bersyukur atas apa yang telah diberikan-Nya.”

Introvert Star☆Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang