"Hargailah setiap perjuangan yang orang lain lakukan, karena di balik itu. Kita tidak pernah tahu apa yang telah ia korbankan untuk bisa meraihnya."
Happy reading...
Aska tergopoh-gopoh menelusuri loby Apartemen, menekan tombol lift cepat. Meskipun ia berusaha menunjukkan wajah tenangnya, namun sorot matanya cukup jelas memancarkan kekhawatiran dan juga kegelisahan yang mendalam.
Jika biasanya ketika pulang tujuan utamanya tak lain dan tak bukan adalah kamar, namun kali ini berbeda. Tanpa pikir panjang kakinya justru melangkah di ruangan seberang kamarnya. Kosong, hanya boneka-boneka tak berdosa yang sedang bejejer rapih di atas tempat tidur. Di toilet, dapur, ruang tamu, ruang keluarga, ruang santai. Aska telusuri satu persatu dan ia baru berhasil menemukan Dyra di kamar miliknya, meringkuk dengan maja terpejam di ranjang besar serba abu-abu tua milik Aska. Helaan nafas lega terdengan nyaring, sembari memegang gagang pitu. Dugaan Aska ternyata tak meleset sedikitpun, ketika melihat wajah pusat pasi, bibir kering dan kantung mata menghitam ketika Aska mendekat dan duduk di pinggiran ranjang, menatap wajah Dyra dengan perasaan yang ia sendiri tak mampu apa yang paling tepat untuk mewakilinya.
Hari ini Aska memang bertugas menjadi asisten dosen mata praktikum yang kebetulan milik gadis ini, berhalanganya asisten dosen yang sebenernya membuatnya terpaksa harus meluncur dari rumah ke kampus untuk menggantikanya, namun setelah melihat keadaan Dyra seperti ini, Aska tak henti-hentinya mengucap syukur. Andai tadi ia tak bersedia, apa yang akan terjadi dengan wanitanya ini.
Aska mengusap kepalanya kasar, menepuk kecil kedua pipi Dyra, berniat untuk membangunkan gadis itu. "Kita ke rumah sakit ya,” ujar Aska lembut, tepukan itu kini sudah berganti menjadi usapan lembut yang membuat Dyra justru hanya mengeliat kecil.
“Bangun sebentar aja, nanti tidurnya dilanjut di mobil!” bujuk Aska lagi. Ia bukan tak ingin menggendong tubuh mungil ini, hanya saja jika Dyra memakai kerudungnya.
“Dyra mau di rumah aja,” ujar Dyra lirih nyaris tak terdengar.
“Demam-mu tinggi Dyra!” bantah Aska sedikit meninggi.
Dyra tak menjawab, bahkan barang membuka sedikit matanyapun tidak. Jika sudah seperti ini apa lagi yang mampu ia lakukan selain membuat semangkuk sup untuk Dyra. Hanya membutuhkan waktu kurang lebih 40 menit, Aska sudah membawa nampan berisi sup, nasi dan juga segelas air putih di tangan.
“Bangun dulu, kakak udah buatin sayur bening bayam,” sup bayam, atau sayur bening bayam adalah makanan sekaligus obat termujarab untuk Dyra ketika ia sedang terkapar tak berdaya seperti ini. Konon, ketika seisi rumah sedang membahas masalalu dan masa kecil. Mama Dyra pernah pengatakan jika itulah yang Nenek Dyra suka buatkan ketika cucu kesanganya itu sedang diserang demam atau sakit apapun. “Dyra kalau sakit nggak perlu repot-repot dibawa ke rumah sakit apalagi minum obat sampe berbotol-botol, denger kalau dibuatin sayur bening aja udah bangun dia. Apalagi udah makan dijamin besok aja udah sembuh,” kata Mama, penuturan Mama itu membuat seisi ruang keluar tertawa, berbeda dengan Dyra yang justru menekuk wajah dan bibirnya. Namun kerena itulah Aska mengetahui hal itu. Dan ternyata itu bukan hanya sekedar teori semata.
“Kok bisa nggak tidur?” inilah yang ingin Aska tanyakan sejak beberapa jam yang lalu melihat Dyra berlajan gontai keluar dari Labolatorium dengan pundak yang melorot.
Dyra tak menjawab, hanya matanya saja yang terbuka sipit-sipit, sembari membuka mulutnya ketika Aska menyuapkan sesendok nasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Introvert Star☆
PrzygodoweDyra Danya hari-hari harus dipenuhi dengan sifat introvert. Dari yang membuatnya terpuruk, terkucilkan, hingga membawanya kesebuah kasus yang berhasil memaksanya untuk mencari berbagai macam metode khusus, menjalankan beberapa aksi yang tak pernah i...