Hakihat Kehidupan

76 4 0
                                    

"Nikmatnya hidup hanya akan terasa setelah berhasil melewati perjalanan yang penuh kerikil dan batu."

Happy reading....

Dyra benar-benar membutikan betapa ia menyukai pemilik asli Neukkun dan Hayang itu dengan menonton berulang-ulang kali tanpa bosan. Padahal Aska sudah sampai hafal di luar kepala kapan Kapten Yoo Sii-jin akan bernafas dan Sersan Soo De Young menahan tawa. Mama yang menelpon saja segera ia akhiri karena hal ini, padahal sudah tak terhitung lagi berapa kali ia mengulang-ulang drama itu tanpa bosan.

“Heh...hehh...hehh...nanti dulu, main mau matiin aja. Mama tu nelpon mau tanya Andi di situ enggak,” suara Mama melunta-lunta keras di telinga Dyra, membuat tanganya sepontan menjauhkan Handphonenya.

“Ya di rumahnya lah Ma, lagi sama anak istrinya. Ngapain dia di rumah Dyra?”

“Ihh maksut Mama Andi mantu Mama, bukan Andi anak Mama. Ngapain juga Mama nanya Kakak-mu sama kamu,” jawab Mama. Benar juga ya pikir Dyra, ngapain juga Mama nanyain Kakaknya yang jelas-jelas beda rumah bahkan beda kota itu padanya.

“Makanya geh Ma, panggil suami Dyra jangan Andi juga. Dyra kan jadi bingung,” protesnya membela diri.

“Nama panjangnya siapa?”

“Nama panjang siapa?”

“Suamimu lah,”

Dyra mengerutkan keningnya bingung. “Aska Andiar,” jawab Dyra cepat.

“Nah berarti bukan salah Mama kan? Lagian juga dari pertama kali kenal juga Andi.” Dyra yakin Mamanya pasti sedang bersengut kesal di ujung sana. Atau mungkin sudah berkacak pinggang seperti kebiasaanya ketika kesal dan emosi.

Dyra menghembuskan nafasnya kasar, berdebat dengan Mama sama saja dengan rela membuang-buang energinya dan juga waktunya. Memang ada benarnya sih, bahkan kadang-kadang Dyra sering memanggil Aska dengan sebutan Andi karena pria itu lebih suka dipanggil nama belakangnya mengingat itu pula nama panggilan yang kedua orangtuanya berikan sejak kecil. Namun karena Kakak kandung Dyra juga memiliki nama yang sama segalikus Dyra kenal dirinya dengan sebutan Aska sejak awal. Alhasil Dyra suka protes balik ketika Aska membetulkan cara dia memanggil pria itu. Atau Dyra akan memanggil Aska dengan sebutan Susu Cokelat yang berujung dengan Aska menyerah karena tak suka.

Aska adalah pecinta berat susu cokelat kelas berat. Paginya akan terasa hampa jika tanpa susu cokelat, jika dalam sehari ia tidak minum susu cokelat katanya tubuhnya akan terasa lemas. Bahkan Dyra pernah bertanya ketika pagi-pagi buta suara gemerincing sendok menyentuh gelas kaca sudah terdengar nyaring dari arah dapur. "Kak kalau seandainya di dunia ini kehabisan susu cokelat gimana?" tanya Dyra sambil berpangku wajah. Dengan satu alis yang terangkat Aska menjawab dengan santai, "ya nggak mungkin." Mendengar jawaban itu Dyra hanya seperti orang sedang kehabisan kata. Singkat, padat dan tak lagi menimbulkan tanya.

“Iya lah Ma iya, terserah Mama aja. Udah dulu ya Dyra lagi nonton soalnya.”

“Pertanyaan Mama belum dijawab Dyra.”

“Mama tanya sendiri aja ya sama orangnya. Assalamualaikum Mama-nya Dyra yang paling cantik,” kata Dyra dengan nada yang ia buat-buat.

Setelah terdengar hembusan nafas pasrah disusul jawaban salam dari Mama, telepon benar-benar terputus. Selang beberapa detik saja, giliran handphone Aska yang mendayu-dayu nyaring.

Ternyata Mama-nya itu benar-benar mengikuti ucapanya, namun sebagai ganjaranya Dyra juga mendapat tatapan mengimidasi dari suaminya. Padahal handphone masih menempel apik di telinganya. Entah apa yang Mama adukan pada Aska. Dyra hanya mampu pasrah, bersikap tidak terjadi apapun dan menerima dengan lapang dada.

☆☆☆☆

Sebenarnya Aska tidak masalah mau seberapa sukanya istrinya itu dengan perfilm-an atau apapun itu dan akan menontonya berapa kalipun, namun jangan bawa-bawa dirinya ikut andil di dalamnya, itu saja. Kerap kali Aska protes dengan beribu alasan. “Kakak harus nulis sayang ada deadline,” ujarnya semberi memerkan wajah melasnya.

Dengan wajah yang ditekuk berlipat-lipat, Dyra memainkan jemari Aska yang ia genggam sembari menundukkan wajahnya. “Tapi kan selama ini udah banyak waktu kita yang terbuang. Terus juga kakak kan nggak pernah di rumah dan lebih milih pacaran sama Ayah.”

Dalam hati Aska memprotes keras tuduhan itu, ia kerja keras selama ini hingga merelakan gadis itu karena tuntutan mendesah dari Ayah kandungnya sendiri yang sedang bermasalah dengan pabriknya dan membutuhkan bantuan putra tunggalnya itu. Namun berapa kalipun Aska menjelaskan, pada kenyatanya Dyra-lah yang selalu menang dan selalu berhasil menggulung Aska dalam pelukanya erat-erat. Sebagai permintaan terselubung jika wanitanya itu ingin di peluknya. Dan tentu saja, dengan sukarela Aska hanya pasrah dengan keadaan dan beralih memeluknya sembari melupakan permasalahan yang ada.

“Dari kapan Dyra mulai jatuh cinta sama Kakak?” tanya Aska, mengecup puncak kepala Dyra berulang-ulang.

Sambil menatap layar televisi Dyra mengeratkan pelukanya. Di luar sana terdengar nyaring suara hujan bergemuruh menerpa bumi. “Dari kita begadang cuma buat lihatin lampu jalan,” jawab Dyra pelan namun masih cukup jelas terdengar di telinga Aska.

“Waktu makrab?”

“Hemm…Kakak dari kapan?”

“Dari waktu tahu kalau kita di jodohin,” jawab Aska, sepontan Dyra mendongakkan kepalanya, membuat Aska yang sedang mencium puncak kepala Dyra jadi mematung menatap bola mata Dyra yang juga tengah menatapnya.

"Berarti duluan Dyra dong."

"Hmm...bisa jadi. Emang kenapa Dyra bisa suka sama Kakak?"

"Entah suka aja lihat Kakak, aslinya udah dari awal ospek itu sih. Waktu pertama kali Dyra lihat Kakak. Kakak inget nggak kalau Kakak itu pembimbing Dyra waktu sosialisai sama keliling Lab?" Aska menggeleng cepet, seketika itu bibir Dyra sudah ia kerucutkan dengan memamerkan wajah masamnya.

Keduanya diam sejenak. Sesaat kemudian dengan perlahan Aska melepaskan pelukanya, menyingkirkan tubuh Dyra agar terlepas dari tubuhnya. Berdiri tegap di pinggiran sofa menatap Dyra dalam diam. Hanya beberapa detik, karena setelahnya pria itu menunduk, menyelipkan tangan kananya pada kedua lipatan kaki Dyra sedangkan tangan kirinya mengeliling punggungnya. Mengangkat Dyra layaknya mengangkat kapas. Dyra yang merasa tak siap hingga terpekik kaget.

“Udah malem sayang, waktunya tidur,” ujar Aska sembari berjalan santai menuju kamar mereka.

“Kakak beneran secinta itu sama Dyra?”

“Menurut kamu?”

“Aaaaa, ampun Kak udah.”

Entah apa yang mereka lakukan, namun yang pasti semua benar-benar membaik seperti semestinya. Tak henti-hentinya Dyra mengucap kata syukur.

Inilah kakikat kehidupan. Yang datang pasti pergi, yang hidup pasti mati, meskipun yang hilang belum tentu bisa terganti. Yang datang dan pergi adalah masalah, yang hidup dan mati adalah makhluk, sedangkan yang hilang dan tak terganti adalah Iman. Iman yang hilang tak akan pernah bisa tergantikan dengan apapun juga. 

To Be Continue....

Introvert Star☆Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang