"Setiap orang memiliki kekurangan, setiap kekurangan selalu ada kelebihan. Yang terpenting hanya bagaimana pribadi memanfaatkan kelebihan yang Tuhanya berikan padanya."
Happy reading....
“Dyr, nanti jadi kan?” tanya Saras yang sedang duduk di sebelah Nadia. Mereka bertiga sedang duduk menunggu Imam dan Reno yang sedang bertugas membuat media padat dan cair untuk pengembang biakan bakteri di ruang aseptis. Disetiap hari Senin, Rabu, Kamis, dan Jum’at memang mereka memiliki jadwal praktikum berbeda mata praktikum. Terkadang sekelompok dengan keempatnya atau salah satu dari mereka. Kadang justru tidak satupun dari mereka, berbeda mata praktikum bisanya bebeda kelompok. Namun untuk praktikum semester tiga ini hanya satu yang tak dengan mereka, mungkin asisten dosenya sedang malas membagi kelompok jadi hanya sesuai dengan NIM saja. Itu juga alasan yang membuat Dyra sedikit terbiasa dengan keempatnya temanya itu.
“InsyaAllah, tapi jauh banget nggak?” tanya Dyra sedikit khawatir.
“Enggak kok, nggak terlalu ramai juga,” jawab Nadia.
“Iya Dyr, kita nanti cuma bagi-bagi sembako sama makanan, terus pulang. Itupun nanti dibagi-bagi tuganya. Jadinya cepet, nanti kamu bisa ikut aku atau Nadia kalau misal kita pisah. Kita cuma ada sekitar 16 anggota itupun yang ikut pasti nggak semua bisa separuhnya aja udah luar biasa banget. Jadi tenang aja, bakal aman-aman kok. Tapi kamu bisa naik angkot nggak Dyr? Soalnya kita nanti bakal naik angkot biar lebih murah.” Yang semula semangat, Saras justru alih-alih sekarang cemas.
“Aku sih nggak masalah naik apa aja. Kan kejian kemarin juga nain angkot Ras, lupa ya?”
Dyra memang tak masalah soal kendaraan apapun, buktinya ketika naik angkutan umum kemarin, sedikitpun Dyra tak mengeluh banyak prihal itu, meskipun jalanan sudah berhasil mengocok perutnya. Ia bahkan pernah berdesak-desakan di dalam bus berisi rombongan ibu-ibu yang habis belanja dari Pasar Johar, badanya hingga bau ayam karena ia duduk bersebelahan dengan seorang nenek yang membawa ayam jago. Ketika bus mengerem mendadak atau harus melewati polisi tidur, maka ayam jago itu akan bergerak-gerak sambil betok-betok. Lalu nenek itu akan memeluk tas berisi ayam jagonya itu setelah berucap “Sepurane ya mbak. Maaf ya mbak,” sambil terbungkuk bunguk.
Dyra hanya mengangguk-angguk cepat sambil ikut terbungkuk, menarik bibirnya tipis-tipis walaupun aslinya canggung bukan main. Sesampainya di rumah Dyra hingga dilarang dekat-dekat Mama-nya, dan ikut makan bersama jika bau ayamnya belum benar-benar hilang dari tubuhnya.
“Awas sampai masih bau ya Dyr, jangan harap nyentuh meja makan. Mandi yang bersih kalau perlu mandi parfum,” kata Mama sambil menatap tajam.
Mamanya itu memang takut sekali dengan ayam, namun suka sekali makan ayam. Kadang Andi, Kakak Dyra hingga meledek habis-habisan agar Mama-nya tak suka makan ayam lagi, “Ma bayangin kalau ayam itu tahu-tahu hidup, terus berdiri di atas piring," serunya memamerkan wajah seserius mungkin ketika Mama sedang memotong ayam ingkung di atas piring dengan serius.
☆☆☆☆
KAMU SEDANG MEMBACA
Introvert Star☆
PertualanganDyra Danya hari-hari harus dipenuhi dengan sifat introvert. Dari yang membuatnya terpuruk, terkucilkan, hingga membawanya kesebuah kasus yang berhasil memaksanya untuk mencari berbagai macam metode khusus, menjalankan beberapa aksi yang tak pernah i...