Narator
Hardi adalah seorang arsitek sukses yang tinggal di sebuah rumah mewah di pusat kota. Rumahnya dekat dengan kantor konsultan dan perencanaan pembangunan terbaik di kota tempat dia bekerja. Dia bertanggung jawab atas banyak proyek pembangunan gedung megah dan dihormati oleh rekan-rekan dan atasan di kantornya. Namun, dia tidak bahagia dengan kehidupannya. Dia bosan dengan hiruk-pikuk kota yang selalu padat dan bising. Dia merindukan suasana yang tenang dan nyaman untuk beristirahat dan berkarya.
"Rasa-rasanya seperti mau mati!" gumamnya suatu pagi ketika dia bangun dari tidurnya.
Dia punya keinginan untuk menjual rumahnya dan pindah ke tempat yang lebih sepi dan asri. Tapi, dia bingung harus mencari rumah di mana. Dia tidak mau jauh-jauh dari kota karena pekerjaannya masih menuntutnya untuk sering bertemu dengan klien dan mengawasi proyek-proyek pembangunan gedung.
"Aku harus mencari rumah yang sesuai. Mungkin ada daerah pinggiran kota yang masih bisa dijangkau dengan mudah. Uang hasil jual rumah ini pasti cukup untuk membeli rumah baru secara tunai," pikirnya sambil membuka laptopnya dan mencari iklan properti di internet.
Dia melihat beberapa iklan properti yang menarik perhatiannya, tetapi tidak ada yang benar-benar sesuai dengan keinginannya. Dia merasa frustrasi.
Dia menutup laptopnya dan melihat jam dinding di kamarnya. Jam menunjukkan pukul 10 pagi.
"Ya ampun! Aku terlambat!" teriaknya sambil berlari ke kamar mandi.
Dia mandi secepat kilat, lalu mengenakan pakaian kerjanya. Dia mengambil tas dan kunci mobilnya, lalu keluar dari rumah.
Di jalan, dia terjebak macet lagi. Dia menggerutu kesal sambil melihat jam tangan di tangannya.
"Sial! Aku pasti dimarahi bos hari ini!" umpatnya dalam hati.
Setelah hampir satu jam berkendara, Hardi akhirnya sampai di kantor. Dia masuk ke ruangannya dengan wajah lesu. Dia melempar tasnya ke sofa dan menyandarkan tubuhnya ke kursinya. Dia merasa lelah dan bosan dengan pekerjaannya.
Tiba-tiba ponselnya berdering. Hardi mengambil ponselnya dari saku celananya dan melihat layarnya. Ada panggilan masuk dari nomor yang tidak dikenal. Dia mengangkatnya dengan suara datar.
"Halo, siapa ini?"
"Halo, pak Hardi. Saya Putra dari proyek gedung Putra Plaza. Apakah bapak ada waktu untuk mendiskusikan lanjutan desain gedung itu?"
Hardi teringat proyek besar yang sedang dia tangani. Dia bertugas membuat desain gedung mewah dan modern untuk sebuah pusat perbelanjaan.
"Oh, ya. Saya ingat proyek itu," jawab Hardi tanpa antusiasme.
"Bagaimana kalau bapak datang ke kantor saya hari ini?" tawar Putra dengan ramah.
"Saya tidak bisa keluar kantor. Kalau mau, silakan datang ke sini siang ini," balas Hardi singkat.
"Baiklah, pak. Saya akan segera menuju ke tempat bapak bersama tim saya untuk membahas desainnya lebih lanjut. Terima kasih atas kesediaan bapak."
"Sama-sama," ucap Hardi lalu menutup teleponnya.
Dia meletakkan teleponnya di meja kerjanya dan menghela napas. Dia tidak bersemangat untuk bertemu dengan klien dan membahas desain gedung itu. Dia merasa tidak ada tantangan dalam pekerjaannya sekarang.
Dia menoleh ke sofa dan melihat tasnya yang masih terbuka. Di dalamnya ada beberapa brosur properti yang dia ambil dari internet tadi pagi.
Dia bangkit dari kursinya dan berjalan ke sofa. Dia mengambil salah satu brosur properti dan membacanya dengan seksama. Tetapi dia tidak menemukan rumah yang dia harapkan. Dia memimpikan hidup di rumah yang aman dan nyaman serta tidak ada gangguan apa pun itu. Dia ingin memiliki rumah sendiri yang bisa dia desain sesuai selera dan kebutuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah di Balik Pohon
General Fiction🏠🌳 Di sebuah rumah terpencil jauh dari kota, terdapat dua lelaki yang tidak saling mengenal. Benny, pemilik lama rumah tersebut telah menjualnya kepada Hardi, namun Hardi memilih untuk membiarkan Benny tetap tinggal. Namun, di balik rahasia yang d...