Benny
Lima hari telah berlalu sejak aku tersambar mobil dan harus terbaring lemah. Akhirnya, aku bisa merasakan langkah kaki sendiri meski belum sepenuhnya lancar. Namun, hal itu tak mengapa. Yang penting, aku bisa bergerak tanpa bantuan dari Hardi.
Selama lima hari itu, Hardi selalu merawatku, dari pagi hingga malam hari. Bahkan dia tidak pergi ke kota demi diriku. Dia bahkan memasak, meski masakannya tidak enak. Namun, aku tetap memaksakan diri menikmati hidangannya karena itu hasil dari kerja kerasnya merawatku yang tidak berdaya. Aku hanya bisa mengucapkan terima kasih atas perhatian yang dia berikan.
Hari ini, Hardi harus kembali ke kota dan meninjau proses konstruksi yang sedang berjalan. Aku tidak memahami apa yang dia lakukan, tapi menurutku itu sangat keren.
Seperti biasa, di pagi buta, dia masih berlari pagi. Itu sudah seperti sarapan pagi dibandingkan dengan sarapan pagi yang sesungguhnya. Dan pada pukul 6, dia membawa bekal yang aku buatkan untuknya, kemudian langsung berangkat ke kota.
Kini aku kembali sendirian. Tidak ada yang bisa aku lakukan di pagi hari selain istirahat. Aku masih belum bisa menggunakan sepeda, karena kaki masih belum sepenuhnya pulih, dan sepedaku juga rusak akibat kecelakaan. Rupanya, saat kejadian beberapa hari yang lalu, rantai sepedaku terputus. Kini, setelah aku bisa berjalan dengan lancar, aku harus berjalan kaki ke supermarket untuk membeli belanjaan.
Bagaimana kabar Kenny? Aku tidak bertemu dengannya dalam beberapa hari terakhir. Apakah dia tahu bahwa aku mengalami kecelakaan? Aku heran kenapa sampai saat ini dia tidak menjengukku. Terakhir kali dia datang ke sini hanya membawa obat pencahar untuk Hardi, tetapi dia tidak masuk ke dalam rumah.
Aku mencoba menelepon Kenny, tapi sepertinya dia tidak mengangkat teleponnya. Mungkin dia sedang sibuk. Lebih baik aku mengirim pesan padanya.
"Apa kabar, Kenny? Kalau kamu punya waktu luang, bisa datang ke rumahku? Ada yang ingin kubicarakan denganmu. Terima kasih."
Sudah kukirimkan pesan tersebut, tapi belum ada balasan darinya. Mungkin ponselnya ditinggalkan di kamarnya.
Namun, aku tidak hanya terpaku pada hal itu. Aku masih terbatas dalam gerakku, bahkan hanya keluar rumah saja aku harus berpikir panjang. Semuanya terasa membosankan.
Karena itu, aku beristirahat di kamar. Aku mencoba untuk tidur, tetapi hanya beberapa menit kemudian aku sudah bangun lagi. Aku mengangkat tubuhku dan menggaruk-garuk kepala hingga rambutku berantakan.
"Aduh, aku harus melakukan sesuatu!"
Aku mengambil ponselku dan mengecek apakah Kenny sudah membalas pesanku. Namun, belum ada balasan darinya. Rasanya hari ini akan sangat panjang dan membosankan sekali. Aku merasa sedih karena masih terbatas dalam gerakku. Biasanya kalau begini, aku akan pergi ke danau untuk menenangkan diri atau bersepeda di depan atau belakang rumah. Tapi, sayangnya aku tidak bisa melakukannya sekarang.
Aku kembali merebahkan tubuhku di tempat tidur. Tidak ada yang bisa aku lakukan selain berbaring dan tidur di pagi hari. Aku berharap bisa bermimpi indah, tidur di hamparan rumput hijau yang ditiup angin segar, membayangkan keajaiban dan keindahan dunia tanpa rasa takut.
Namun, saat aku menikmati mimpiku, tiba-tiba angin semakin kencang. Aku melihat api merajalela, melahap rumput hijau dan terbakar menjadi abu yang beterbangan di sekitarku. Aku merasa sangat ketakutan karena tidak ada yang bisa menyelamatkanku dari situasi itu.
Kemudian aku berteriak memohon pertolongan, tapi tidak ada yang datang. Aku hanya bisa meratap dan pasrah dengan takdir. Tiba-tiba ada seseorang mendekatiku. Dia mungkin ingin menolongku, tapi tiba-tiba suara tertawanya menggetarkan hatiku. Sepertinya dia ingin membunuhku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah di Balik Pohon
Ficção Geral🏠🌳 Di sebuah rumah terpencil jauh dari kota, terdapat dua lelaki yang tidak saling mengenal. Benny, pemilik lama rumah tersebut telah menjualnya kepada Hardi, namun Hardi memilih untuk membiarkan Benny tetap tinggal. Namun, di balik rahasia yang d...