Benny
Akhirnya, berkat Kenny, rumah warisan kakek yang telah ia bangun berhasil terjual kepada seorang bernama Hardi. Hari ini, Hardi segera datang ke rumah barunya dan mulai menempatinya. Aku masih sulit percaya dengan keputusan yang aku buat untuk menjual rumah ini.
Sekarang, malam hampir tiba dan suasana sunyi masih menyelimuti rumah ini. Aku yakin Hardi pasti merasa lelah setelah perjalanan panjangnya. Maka, aku memutuskan untuk mempersiapkan makan malam untuknya.
Tanpa berpikir panjang, aku menuju dapur untuk memeriksa bahan-bahan makanan yang tersedia. Bumbu-bumbu masih lengkap, namun saat aku membuka kulkas, ternyata tidak ada bahan makanan yang tersisa. Aku tersadar bahwa seharusnya aku sudah tidak berada di sini lagi. Maka, tanpa ragu aku segera keluar rumah untuk pergi ke supermarket.
Aku mencari sepeda di samping rumah dan menemukannya di tempat yang sama seperti sebelumnya. Aku ingat bahwa jika aku tidak menjual rumah ini, mungkin saja aku akan melupakan keberadaan sepeda ini. Namun, sekarang aku memutuskan untuk menggunakannya dan segera berangkat ke supermarket.
Saat sampai di sana, suasana sore mulai berganti dengan lampu jalan yang mulai menyala. Aku melihat masih ada beberapa orang yang berbelanja di dalam supermarket. Namun, aku tidak melihat Kenny di sana. Mungkin dia sedang sibuk dengan urusannya sendiri. Aku memilih untuk tidak mencarinya terlebih dahulu dan langsung menuju stasiun ikan. Karena ingin menyambut pemilik baru rumah, aku memilih ikan tuna yang segar. Kemudian, aku pergi ke stasiun sayur dan buah untuk membeli kangkung segar yang bisa dijadikan sayur tumis. Aku juga mencari minyak goreng karena stoknya yang tinggal sedikit di rumah.
Akhirnya aku melangkah ke arah kasir dan menyaksikan kasir menghitung total belanjaan. Tampak ayahnya Kenny sedang memeriksa stok barang. Saat ia melihat ke arahku, ia tersadar kehadiranku di sana dan segera menuju ke tempat kasir. Wajahnya tampak terkejut.
"Benny? Kamu masih di sini?" tanya ayahnya.
"Iya, Pak. Aku masih tinggal di sini," jawabku.
"Bukannya hari ini kamu sudah pindah? Apa ada yang terjadi?" tanya ayahnya bingung.
"Tidak, Pak," jawabku singkat.
"Apa mobil pengangkut barangnya belum datang-datang juga?" tanya ayahnya lagi.
"Mobilnya sudah datang, Pak. Tapi aku membatalkannya," jelasku.
"Apa yang terjadi?" tanya ayah Kenny penasaran.
"Si pembeli rumah baru meminta aku tinggal untuk sementara waktu," aku menjelaskan.
"Apa kamu tidak khawatir dengan itu?" tanya ayah Kenny cemas.
"Aku bingung juga, Pak. Tapi aku terima saja," jawabku jujur.
Ayah Kenny mengangguk dan memberiku peringatan. "Kamu hati-hati saja ya, Benny. Kalau ada masalah atau kejadian yang kurang mengenakkan, bilang sama paman."
"Terima kasih, Pak," jawabku mengangguk.
"Oh ya, Pak. Mungkin nanti aku bisa membawa si pembeli rumah baru ke sini, agar kami bisa saling kenal dan bersilaturahmi," aku menawarkan.
Ayah Kenny mengangguk setuju. "Baiklah, kamu bawa saja dia ke sini."
Sementara kami masih asyik berbincang-bincang, tiba-tiba kasir menyela pembicaraan kami dengan penuh sopan, "Permisi, pak. Total belanjaannya sebesar Rp. 325.500."
Aku hendak mengeluarkan dompet untuk membayar, tapi tiba-tiba paman menggagalkan niatku dengan menahan tanganku, "Tidak usah membayar, biar paman yang bayar."
"Maaf, paman. Tidak pantas rasanya kalau aku tidak membayar ketika berbelanja di toko paman," kataku cemas.
Paman menghibur, "Jangan sungkan, ini hadiah dari paman sebagai bentuk terima kasih karena telah menjadi bagian keluarga kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah di Balik Pohon
General Fiction🏠🌳 Di sebuah rumah terpencil jauh dari kota, terdapat dua lelaki yang tidak saling mengenal. Benny, pemilik lama rumah tersebut telah menjualnya kepada Hardi, namun Hardi memilih untuk membiarkan Benny tetap tinggal. Namun, di balik rahasia yang d...