Bagian 6

7 3 0
                                    

Izhar memasuki pekarangan rumah Putri yang luasnya seperti lapangan bola. Sambil bersiul pelan dia memencet bel, sungguh dia tak sabar untuk bertemu dengan Putri. Dia akan meminta maaf atas kejadian kemarin. Sebenarnya Izhar sudah mencoba menghubungi Putri melalui WhatsApp namun Putri tidak mengangkatnya sama sekali. Jadi lah dia menelpon ayahnya Putri dan berakhir di sini.

"Assalamualaikum, orang ganteng mau bertamu." Izhar mengucapkan salamnya dengan suara yang keras.

Tak lama pintu pun terbuka yang menampakkan sosok Rian, selaku Ayah Putri.

"Eh, kamu sudah sampai. Silahkan masuk, Nak Izhar." Rian mempersilahkan masuk Izhar.

Izhar pun masuk mengikuti Rian yang berjalan di depannya.

"Silahkan duduk nak," ucap Rian, "mau minum apa yah?"

"Gak usah repot-repot lah, Om. Saya ke sini cuma mau ketemu Putri."

Rian nampak tak nyaman memberitahukan kalau Putri sudah pergi ke butiknya. "Tapi maaf yah, Putrinya sudah keburu pergi."

Izhar terkejut. "Tadi kata Om, Putrinya ada di rumah?"

"Iya, tadi saat kamu nelpon kita baru saja selesai makan. Setelahnya Putri bilang ada pegawai di butiknya menyuruh dia secepatnya ke sana, katanya ada urusan penting."

Izhar berpikir kalau ini semua hanya akal-akalan Putri untuk menghindari bertemu dengannya.

"Yasudah kalau begitu, saya pamit aja, Om. Masih ada kerjaan di kantor."

"Baiklah. Kamu hati-hati di jalannya yah!" Rian menepuk punggung Izhar, bagaimana pun juga dia sudah menganggap Izhar sebagai anak sendiri

Setelah mencium punggung tangan Rian, Izhar mulai menjalankan motornya kembali menuju kantor.

🖤💍

Setelah memeriksa semua dokumen yang harus dia tanda tangani. Rafly berniat ingin keluar, karena sekarang sudah masuk jam makan siang.

Setelah merapikan mejanya yang sempat berantakan akibat banyaknya dokumen, dia lalu keluar dari ruangannya.

Rafly melirik sekilas para pekerja divisi keuangan yang masih saja berkutat pada komputer. Namun, dia mengernyit seperti ada yang kurang.

"Hemm ... si Izhar mana yah? Kok gak ada?" Setelah menemukan kekurangan, Rafly segera menanyakannya. "Tadi pagi perasaan dia masuk?"

Mendengar sang boss menanyakannya,  lantas Dewi lah yang menjawab, "itu tadi dia keluar, Pak. Saya kira dia sudah izin sama Bapak!"

Rafly menghela napasnya, bukan kali ini saja Izhar pergi tanpa izin darinya. Entah sudah berapa kali, dia tak ingat.

Sebenarnya Izhar ini merupakan keponakan dari pemilik perusahaan ini. Namun, entah mengapa sang Big Boss a.k.a Pamannya Izhar tidak mau menempatkan Izhar ke jabatan yang lebih tinggi.

Rafly dengar sih kalau Izhar yang tidak mau menerima jabatan itu, dia ingin memulainya dari bawah terlebih dahulu. Sungguh Rafly awalnya sangat kagum terhadap Izhar, tapi setelah tahu perilaku Izhar yang main pergi begitu saja tanpa izin darinya membuat rasa kagumnya hilang malah berganti rasa kesal.

Walaupun Izhar itu merupakan keponakan dari big boss sendiri, tapi dia tetaplah harus menaati peraturan kantor dan izin terlebih dahulu kepada Rafly jika ingin keluar karena Rafly lah atasan Izhar saat ini.

"Ya sudah, kalau Izharnya balik suruh dia menemui saya." Rafly hendak kembali melangkah namun dia urungkan. "Oh yah, ini kan sudah jam makan siang. Kenapa kalian belum beranjak dari sini?"

"Heheh ... masih banyak yang harus dikerjakan, Pak." Si tomboy Chika lah yang menjawab.

"Sebanyak apa pun tugas, kalian harus makan dengan tepat waktunya. Nanti kalian bisa sakit," nasehat Rafly, "ya sudah. Kalian ikut saya, kali ini saya ingin mentraktir kalian. Sekalian menyambut anak baru." Rafly melirik Nidya saat mengatakan kalimat terakhir.

"Wihh ... makasih banyak, Pak. Bapak emang yang terbaik deh," puji Angel.

"Iya ... iya. Kalau begitu mari kita ke kantin.''

🖤💍

Rafly, Nidya, Chika dan Angel duduk dalam satu meja yang sama. Mereka sudah memesan makanan hanya tinggal menunggu pesananan mereka diantar.

"Oh yah kamu asalnya dari mana Nidya?" Tanya Angel kepada Nidya untuk memecahkan suasana yang hening.

"Saya asalnya dari Palembang." Nidya mengucapkannya sambil tersenyum. Lalu dia menundukkan wajahnya ketika matanya tak sengaja mendapati Rafly yang memandangnya.

"Kamu tinggal di sini sendiri?" Kali ini Rafly yang bertanya, entah mengapa dia ikut penasaran tentang Nidya.

"Iya, Raf--Pak." Nidya hampir saja menyebut Rafly dengan namanya. Walaupun Rafly sudah memintanya sendiri untuk memanggil tanpa embel-embel Pak, tapi ini di depan teman-teman. Nidya hanya tidak mau dicap pekerja tak sopan padahal baru beberapa hari bekerja.

Suasana kembali menjadi hening, ketika pesanan mereka sudah datang. Tidak ada lagi yang bicara karena mereka sedang menyantap makanan. Tapi lain halnya jika tidak ada Rafly, maka mereka akan berceloteh ria.

🖤💍

Assalamualaikum
Gimana ceritanya?
Semoga bermanfaat ya
Jangan lupa dukung cerita ini dengan cara vote dan komen di bawah

Jangan lupa follow instagram saya
@nrfauziah2

Istikharah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang