Bagian 10

19 3 5
                                    

Hari ini Putri berniat ingin mengunjungi kantornya Rafly. Dia berniat membawakan Rafly Cheesecake Brownies yang dibuatnya sendiri. Hitung-hitung sebagai ucapan terima kasih Putri kepada Rafly atas bantuannya minggu lalu.

"Wih ... harum sekali," ucap Rian saat menyadari bau harum kue yang dibuat oleh putrinya.

"Siapa dulu dong yang masak, Yah!" Putri tersenyum bangga pada Ayahnya.

Rian mengelus kepala Putri. "Ya, pasti putri Ayah lah yang masak. Pokoknya setiap masakan yang dimasak putri Ayah pasti akan enak."

"Ayah ihh ... bisa aja mujinya."

"Kamu habis masak kue ini mau pergi?"

"Iya, Yah. Putri mau anterin kue ini sama Rafly juga." Kue yang sebenarnya sudah matang itu, dibuatnya di kotak.

"Rafly?" Rian mengernyit bingung.

"Iya, Yah. Ayah masih ingat kan, Rafly yang dulu pernah satu audisi sama Putri." Kali ini Putri memasukkan kotak kue itu ke dalam kantong kresek.

"Oh, Rafly yang itu. Yang sempat kamu recohin 'kan?"

"Ihh, Ayah. Saat itu kan Putri masih kecil, jadi Putri masih polos!" Putri mengerucutkan bibirnya kesal.

"Kecil apa? Umurmu saat itu aja sudah 16 tahun."

"Tapi kan—" Putri tidak dapat menyelesaikan kalimatnya karena Ayahnya sudah memotongnya terlebih dahulu.

"Sudah ... sudah. Kamu pergi aja, nanti kelupaan buat kasih kuenya." Rian mendorong kecil pundak anaknya, agar berjalan sampai luar rumah.

"Ayah mahh."

🖤💍

Putri sudah sampai di kantor tempat Rafly bekerja. Tapi, masalahnya Putri tidak tahu ruangan Rafly sama sekali. Ingin menghubungi Rafly, tapi dia ingin mengasih kejutan atas kedatangannya.

Jadilah Putri berjalan lurus saja atas firasat hatinya. Tadi awalnya sih, Putri ingin bertanya pada resepsionis di mana ruangan Rafly. Tapi, tak jadi karena resepsionisnya kosong tidak ada orang.

Ingin bertanya pada orang yang lewat, tapi orang itu berjalan sangat cepat seperti tengah sibuk. Sehingga Putri merasa tak enak hati.

"Hadeh ... di mana di mana di mana? Harus kucari di mana?" Putri melafalkan itu sambil bernyanyi.

Jangan lupakan, Putri ini bisa bernyanyi. Semua gendre dia lahap. Bahkan dia sempat ikut audisi. Namun, ada satu masalah makanya dia mengundurkan diri setelah dinyatakan lolos.

"Tapi aku juga harus hati-hati di sini, karena salah satu makhluk yang tak ingin ku temui ada di sini," peringat Putri pada dirinya.

Setelah berjalan beberapa menit, Putri akhirnya telah sampai ke-Toilet.

"Ehh ... kok aku ke toilet yah?" Tanya Putri pada dirinya. "Tersesat aku nih."

Wajah Putri terlihat kesal, kenapa jadi ke toilet. Namun, wajah kesal tadi berubah dengan cepat ketika Putri mendapati seorang wanita berhijab tersebut.

"Kayaknya kenal deh!" Putri lalu mendekat wanita tersebut. "Permisi. Mbak."

Nidya yang mendengar suara seseorang dari belakang langsung berbalik. "Eh ... iya?"

"Lahh ... berarti benar kamu orangnya." Putri sudah bersorak gembira, Nidya saja heran melihatnya. "Mbak ingat sama saya gak?"

Nidya yang merupakan wanita berhijab tadi langsung mencari memori tentang perempuan dengan dress di bawah lutut yang berada di depannya.

"Oh, kamu yang bawa mobil waktu itu 'kan?" Akhirnya Nidya ingat.

"Yups. Betul ... betul ... betul." Putri mengangguk seraya mengikuti nada dari tokoh Ipin. "Mbak, saya boleh minta bantuan gak?"

"Bantuan apa?"

"Saya ke sini mau ketemu yang namanya Rafly. Tapi, saya gak tahu rungannya. Jadi, boleh saya minta antar sama, Mbak."

Nidya kaget mendengar ucapan Putri. "Berarti wanita ini kenal sama Rafly!" Batin Nidya, entah mengapa dia jadi sedikit panas.

"Oh ... saya tahu kok. Mari saya antar!"

"Ehh ... ini kok sama kaya ke ruangan Izhar, yah," batin Putri berbicara ketika dia tak asing melewati jalan ini.

"Tuh, ruangannya." Nidya menunjuk ruangan yang tertutup pintu.

Putri sekarang hanya celingak-celinguk berusaha mencari makhluk yang tidak ingin dijumpainya. Tapi tidak ada, yang membuat Putri bisa bernapas lega.

"Oh ... ya sudah. Makasih lo, Mbak Nidya." Mereka sudah saling berkenalan nama saat berjalan tadi.

🖤💍

Rafly tengah berkutat dengan setumpuk laporan yang diserahkan oleh staffnya. Dia perlu memeriksa semua, apakah ada kesalahan. Karena satu huruf saja yang typo, bisa berakibat fatal.

Tokk ... tokk ... tokk

"Masuk!" Rafly hanya berucap seperti itu. Dia bahkan tak melirik orang yang mengetuk pintu tadi.

"Ehemm," dehem seseorang yang merasa sudah dianggurin oleh Rafly.

Kalau saja orang itu tidak berdehem, Rafly pasti tidak ingat kalau ada orang lain di ruangannya.

"Ehh." Rafly kaget, ketika kepalanya terangkat dia bertatapan dengan mata bernetra coklat tersebut.

"Assalamualaikum, Pak Rafly. Apa kah saya sangat mengganggu, Bapak?" Putri sengaja bertanya seperti itu, karena tadi dia sempat dianggurin.

"Ehh ... eng–enggak kok. Silahkan duduk." Setelah mendapatkan kesadaran, Rafly mempersilahkan Putri untuk duduk di sofa dalam ruangan tersebut.

"Aku ke sini mau ngasih ini nih." Putri meyerahkan kotak yang berisi kue kepada Rafly. "Sekalian ucapan terima kasih karena minggu kemarin kamu mau bantuin aku."

Rafly mengangguk. "Terima kasih kembali."

"Kalau begitu aku pamit yah!" Putri undur diri.

"Baiklah. Hati-hati di jalan." Rafly tersenyum tulus.

"Oke ... oke. Jangan lupa di makan yah! Karena aku bikin kue itu spesial buat kamu." Setelah mengucapkan kalimat itu Putri langsung melesat pergi. Sebelum badannya menghilang di balik pintu, Putri sempat mengedipkan sebelah matanya dan tertawa kecil.

Rafly hanya geleng-geleng kepala melihat itu. Namun, tanpa disadarinya senyum terbit di wajahnya.

🖤💍

"Assalamualaikum, Mba."

Nidya yang mendengar satu suara yang familiar langsung menoleh.

"Eh ... kamu, Put. Waalaikumussalam."

"Mba, lagi ngapain?" Putri bertanya pada Nidya yang sebelumnya sudah duduk di bangku taman.

"Aku tadi habis jalan-jalan kecil di taman aja. Mumpung lagi weekend," jawab Nidya.

Setelah pertemuan Putri dan Nidya beberapa waktu lalu, mereka semakin intens berkomunikasi. Bahkan mereka sudah semakin dekat dan tak ada lagi kecanggungan dalam mengobrol.

"Ohh ... gitu."

"Kamu?"

"Aku mau cari jajanan. Kan banyak tuh yang jualan." Putri mengedarkan pandangannya pada para pedagang. "Mbak, mau gak temenin aku. Aku mau makan itu, entar aku traktir deh, Mbak. Gak ada penolakan yah!"

Nidya tertawa kecil, untuk apa Putri bertanya padanya kalau memang tidak ada penolakan.

🖤💍

Assalamualaikum
Gimana ceritanya?
Semoga bermanfaat ya
Jangan lupa dukung cerita ini dengan cara vote dan komen di bawah

Jangan lupa follow instagram

@nrfauziah2

Istikharah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang