BAB 09 : Ditinggal Di Pinggir Jalan

618 40 1
                                    

Karena perintah ibunya, dengan berat hati Ellen mengajak Azzalea pergi ke mansion yang berada di kaki bukit Prospect Mountain. Wanita muda itu sebenarnya juga enggan untuk ikut. Sebab sebelum menikah, hampir sebulan Azzalea telah dikurung di salah satu kamar mansion oleh Ellen.

Setibanya mereka di sana, para pelayan membungkuk sembari mengucapkan salam pada mereka.

"Selamat datang, tuan muda dan nona muda."

Tapi Ellen tidak menggubris mereka. Dengan kasar ia langsung menyeret Azzalea ke kamar yang dulu digunakan untuk mengurungnya.

Buukkk...
Tubuh Azzalea tersungkur ke lantai setelah dilempar oleh Ellen. Dengan posisi telungkup, perlahan Azzalea mendengakkan kepalanya. Melihat ke arah Ellen dengan pandangan takut.

"Tetaplah disini. Teman - temanku akan datang. Aku tidak ingin mereka sampai melihatmu!" ancam Ellen dengan raut wajah ketat.

"Aku mohon tuan Ellen, aku tidak akan menampakkan diriku dihadapan teman - teman tuan. Tolong jangan kurung aku lagi." Azzalea memelas.

"Tidak, aku tidak mempercayai sedikitpun ucapanmu," tegas Ellen.

"Aku mohon tuan, biarkan aku mengerjakan pekerjaan bersama pelayan saja. Aku sungguh tidak ingin ada di kamar ini" Alis Azzalea mengerut. Menatap dengan sorot meminta pengampunan. Suaranya bergetar.

"Kalau kamu membantah lagi, aku akan memaksamu minum air mendidih. Hingga kamu tidak bisa bicara lagi!"

Tatapan tajam Ellen menghunus Azzalea. Ditambah dengan ancamannya yang kejam, sontak saja gadis itu lebih ketakutan sekarang.

"Ba, baik tuan. Aku akan menuruti perintah tuan," sahut Azzalea terbata. Ia menundukkan kepalanya. Pelupuk matanya mulai menganak sungai. Menahan derita atas perlakuan Ellen padanya.

Ellen kemudian memberi perintah pada pelayan.

"Jangan ada yang membukakan pintu kamar ini tanpa seizinku. Dan jangan ada yang menemuinya tanpa perintahku." Suaranya lantang.

"Baik tuan," jawab para pelayan seraya menunduk takut.

"Sekarang kalian semua kerjakan persiapan pesta nanti malam." Titah Ellen lagi.

"Baik tuan," sahut para pelayan lagi.

Dengan teratur mereka pergi meninggalkan kamar Azzalea. Ellen pun menarik gagang pintu kamar Azzalea, menutupnya rapat dan menguncinya. Menyimpan kunci itu di dalam saku celananya.

Semua pelayan sibuk menyiapkan pesta untuk nanti malam. Mulai dari mendekorasi area kolam renang. Menata dan menyusun kursi dan meja tamu hingga sibuk membuat makanan. Tuan muda mereka memang gemar melakukan pesta di dekat kolam renang. Berkumpul dan mabuk - mabukkan bersama teman - temannya, menyalakan musik yang membangkitkan gairah untuk menari dan akhirnya tidur bersama wanita.

Malam hari tiba...

Teman pria dan wanita Ellen mulai berdatangan. Mereka semua berpakaian trendi, gaya anak muda kekiniaan.

"Halo Ellen," sapa George, salah satu teman pria Ellen yang hadir malam ini. George adalah anak pengusaha tambang batu bara.

"Halo George," sahut Ellen ramah.

Mereka berdua melakukan tos dengan kepalan tangan, melambangkan persahabatan.

"Dimana istrimu Ellen, mengapa kamu tidak mengajaknya berpesta bersama kita?" tanya George.

"Dia sedang beristirahat di kamar," sahut Ellen.

"Wah hebat sekali kamu Ellen, berapa ronde tadi malam hingga membuat gadis pencuci piring itu lemas tak berdaya." George menyeringai, menjahili Ellen.

Umpan Sang Penguasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang