BAB 08 : Istri Rasa Pelayan

730 36 2
                                    

Sinar matahari menyongsong, tampak samar kelihatan dari tirai putih tipis di kamar tidur yang Azzalea tempati. Wanita muda itu tidur cukup nyenyak tadi malam. Tanpa gangguan apapun. Tubuhnya pun serasa lebih segar saat terbangun di pagi ini.

Ia menarik selimut putih tebal yang menutupi setengah tubuhnya. Pandangan matanya mengedar ke sekeliling. Azzalea berpikir kamar tamu yang sekarang ia tempati benar - benar sangat bagus. Layaknya kamar hotel mewah yang sering ia lihat di televisi.

Ini adalah pagi pertama setelah hari pernikahannya. Perasaan ragu awalnya menerpa dirinya. Benarkah ia telah menikah? Hal yang belum pernah ia pikirkan sebelumnya. Bahkan ia sama sekali tidak mengenal cukup baik tentang sosok suaminya. Azzalea menghela nafas dalam, pandangannya menunduk. Di saat itu bola matanya menangkap sebuah cincin polos berbahan dasar emas putih bertatakan sebuah berlian telah melingkar di jari manis tangan kirinya. Akhirnya ia pun meyakini bahwa ia telah menikah.

Seusai mandi dan berpakaian rapi, Azzalea duduk termangu di tepi tempat tidur. Ia bingung harus melakukan apa di rumah itu. Ingin pergi menemui suaminya dengan maksud untuk membangunkanya. Tapi Azzalea masih enggan dan takut untuk membuka pintu itu kembali. Setelah adegan persenggamaan suaminya dengan tiga orang wanita benar - benar ia saksikan dengan kedua matanya sendiri tadi malam.

Walaupun begitu, kelegaan menempati ruang hatinya. Jikapun diminta, ia sungguh belum siap untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri. Pernikahannya, status barunya, sungguh sangat mendadak terjadi dan ia sendiri belum beradaptasi.

Di tengah lamunan yang melanglang buanakan pikirannya, suara cekikikan tawa wanita terdengar dari luar. Tepatnya halaman depan rumah suaminya. Azzalea yang penasaran segera beranjak ke jendela. Membuka sedikit tirainya. Mengintip ke bawah. Tampak tiga orang wanita sedang bercengkerama di samping sebuah mobil sedan hitam yang terparkir di depan rumah. Intonasi tawa ketiga wanita itu cukup kencang, hingga terdengar jelas di telinga Azzalea. Tapi kejadian itu tak berlangsung lama. Setelahnya ketiga wanita itu masuk ke dalam mobil sedan hitam dan mobil pun melaju pergi keluar dari pintu gerbang utama.

Tiga wanita itu telah pergi. Mungkin tuan Ellen juga sudah bangun. Pikir Azzalea.

Tok.. Tok.. Tok..

Suara ketukan pintu mengagetkan Azzalea. Wanita itu beranjak ke pintu. Memutar gagangnya dan melongokkan sedikit kepalanya keluar.

"Selamat pagi nona muda," sapa seorang pelayan wanita padanya.

Azzalea tersenyum, senang kalau ternyata orang yang mengetuk pintu kamarnya adalah salah satu pelayan yang tadi malam bersamanya.

"Nona muda, tuan muda memanggil anda. Beliau menunggu anda di ruang makan," kata pelayan tadi yang berdiri di depan pintu kamar Azzalea.

Azzalea membuka pintu kamarnya menjadi lebih lebar dan berdiri di ambang pintu.

"Tolong antarkan aku ke sana, karena aku belum hafal tata letak rumah ini." Pinta Azzalea dengan suaranya yang lemah lembut.

"Baik nona muda, silahkan ikuti saya."

Azzalea mengangguk singkat. Menutup pintu kamarnya. Berjalan mengikuti arahan pelayan rumah menuju ruang makan.

Setibanya ia di sana, sosok tuan muda Ellen sudah duduk di salah satu kursi makan.

"Tuan memanggilku?" tanya Azzalea. Ia berdiri agak berjarak dari Ellen.

Dalam diam, Azzalea memperhatikan pria yang baru saja menikahinya. Pria itu tampak segar, kelihatannya ia baru saja selesai mandi.

"Ya, bantu para pelayan membawakan sarapanku ke sini." Perintah Ellen tanpa melihat Azzalea. Kedua jemari tangannya saling bertaut.

Umpan Sang Penguasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang