Bekerja di perusahaan periklanan itu tidak tentu waktunya. Apalagi sepertiku kalau deadline mepet gini dan pekerjaan belum kelar. Alamat aku bisa nginep di sini semalaman. Gara-gara di culik calon suami belum aku setujui itu, akhirnya aku di tahan sama Mbak Dita suruh ngelarin konsepnya sekarang. Padahal Ela saja sudah boleh ngacir pulang. Alasannya ya karena aku sejak tadi malah asyik di luar kantor. Lah yang nahan aku di luar juga pemilik perusahaan ini. Dan dengan tidak bersalahnya, aku ditinggal di lobi kantor setelah Dia mendapatkan telepon dari klien. Kayak aku tuh cuma pembantunya aja, di turunin di lobi tanpa alasan yang jelas. Uh kayak judul lagu.
"Biru, kamu udah selesai belum?" Mbak Dita melongok ke kubikelku. Dia sudah dengan manisnya mencangklong tasnya.
"Belum Mbak, ini kurang dikit. Paling 1 jam lagi."
Mbak Dita menganggukkan kepalanya.
"Ya, udah. Aku pulang dulu ya. Nanti dikirimin ke email aja. Terus itu si Karjo udah aku bilang kamu lembur, biar lampu nggak di matiin."
Aku hanya menganggukkan kepala. Malas menjawab. Habisnya ini yang lembut cuma aku doang.
"Ok, Biru. Semangat."
Semangat apaan kalau ditinggal sendirian di kantor yang sunyi sepi ini. Aku tuh cuma, di temani suara perutku yang keroncongan. Kenapa tadi juga aku nggak makan pas di resto Jepang. Huft gara-gara si Anak tiri dan bapaknya ini. Menyiksaku.
Aku menguap dan mulai, tidak fokus. Akhirnya aku mencoba untuk menggulir layar ponselku. Mau menyalakan musik 🎤🎼🎹🎶 di ponsel. Tapi tiba-tiba ada yang mengusap kepalaku. Astaga.
Refleks aku mendongak, dan mendapati...
"Setaaan!"Teriakanku membuat si Bapak yang... Duh kenapa aku mulai gemeteran lagi? Mending kalau setan beneran. Ini tuh setan dalam hati...
"Kenapa belum pulang? "
Suara berat dan serak-serak basah itu mulai terdengar lagi. Aku menatap kerah kemejanya eh bukan itu kerah jaket jins warna biru navy. Wah dia pakai jins? Aku jadi penasaran, sama wajahnya saat ini. Tapi aku takut kalau menatap wajahnya aku, jadi pingsan.
"Lembur, Pak," jawabku dengan kaku.
"Ehmmm."
Dia, hanya berdehem. Kenapa aku harus di goda seperti ini? Kalau aku khilaf dan nubruk dia terus ngelakuin yang iya-iya kan bisa berabe. Sementara aku belum setuju menikah dengan nya. Tadi aja saat dia tanya kenapa, nggak mau nikah ama dia karena dia tua aku malah jawab soalnya 20*2 itu Pak. Cuma gitu doang jawabanku. Gila emang aku.
"Astaghfirullah."
Aku memekik saat tiba-tiba dia, sudah duduk di sebelahku. Di dalam kubikelku nan sempit ini.
"Ngerjain apa?"
Duh itu suara kayak ditiupin gitu di telingaku. Anget-anget gimana, gitu.
"Iklan Pak."
Ya Allah. Jawabanku makin nggak fokus. Aroma parfum mahal yang menguar di tubuh si Bapak bos ini membuat lututku benar-benar lemas.
Dia diam lagi. Lalu kemudian dia malah menggeser tubuhnya lebih dekat kepadaku. Dan membuat aku makin tidak bisa berkutik. Ini si bapak satu ini emang makin membuat rambutku makin keriting.
"Ehmm makan aja yuk. Aku lapar."
Lah... Lapar kok ngajakin aku? Apa dia mau memakan ku? Astaga! Otakku memang benar-benar absurd. Kugelengkan kepalaku.
"Enggak mau?"
"Eh... "
Akhirnya aku menoleh ke arahnya tapi sekarang hanya menatap janggutnya saja. Duh itu kalau cium geli enggak ya?
"Kamu udah lelah kan?"
Kembali dia bersuara. Aku hanya menganggukkan kepala lagi. Otakku benar-benar tidak bisa diajak berkompromi.
"Ya udah. Kita pulang."
"Eh.. Belum Pak. Ini masih harus selesai malam ini."
Aku kembali ke layar MacBook ku. Dia tampaknya mengerti dan beranjak berdiri. Untung dia semoga pergi dan meninggalkanku sendiri. Otakku sudah teracuni kalau dia di sini terus.
Ada sekitar 30 menit aku sibuk dan menyelesaikan konsep ku. Saat aku menguap dan meregangkan otot-otot ku. Tiba-tiba dia sudah kembali dengan menyodorkan satu cangkir kopi panas.
"Cappucino."
Astaga. Aku pikir dia balik, tahunya malah buatin kopi. Dasar.
"Thanks."
Aku mengambil cangkir itu dan menyesap kopi buatannya. Lalu menatap dia yang kini sedang duduk di atas, meja yang ada di depanku. Sungguh tidak sopan,, tapi kan memang si Bos. Jadi biarkanlah dia seperti ini.
"Biru."
"Ya? "
Aku mencoba untuk tidak gugup. Mencoba, untuk menatap matanya. Tapi tatapan itu benar-benar membius ku.
"20*2 itu berapa?"
Yah kok dia ngajakin main matematika? Mbok ya yang lain. Gundu misalnya. Ck.
"Itu jawaban kamu tadi kan? Saat saya bilang apa kamu tidak, mau karena saya sudah tua? Dan, jawabanmu malah ngajakin berhitung. Maka saya yang bertanya, sekarang. "
Mati.
"Kalau Bapak berapa jawabannya?"
Dia mulai, terkekeh pelan. Aih kenapa tawanya membuatku ingin berlari ke toilet dan pipis? Haiissh otakku keracunan udang kali ini.
"Saya memang berumur 40 tahun. Tapi saya, jamin bisa memberikanmu anak lebih dari yang kamu duga."
Astaga.
Bersambung
Kesebelasan pak maksudnya? Wkwkwkw
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH RASA DUREN
RomanceAku Ayu Biru Haqiqi. Selalu mengimpikan mempunyai suami seorang pria muda, tampan dan berwibawa. Seperti Bosku di perusahaan tempat aku bekerja. Selama 1 tahun aku sudah memimpikan saat aku bisa memikat hatinya. Dan memang gayung bersambut, aku tiba...