WLB | 3

6.2K 577 11
                                    

Ray berjalan cepat menuju kelas Bree saat ia mendengar bahwa gadis itu sudah kembali bersekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ray berjalan cepat menuju kelas Bree saat ia mendengar bahwa gadis itu sudah kembali bersekolah. Begitu sampai, Ray langsung masuk tanpa mempedulikan tatapan teman-teman sekelas Bree dan langsung menghampiri gadis itu yang sedang mengerjakan tugasnya bersama Joan, sahabatnya.

"Lo kemana aja seminggu kemarin?"

Bree mendongak sekilas, lalu tatapannya kembali pada buku-buku dihadapannya. Ia sedang meminjam tugas Joan dan menyalinnya untuk menyusul ketertinggalannya karena seminggu tidak masuk.

"Bukan urusan lo," jawab Bree singkat.

Ray menarik dagu Bree hingga gadis itu menatapnya. "Lo kemana aja seminggu kemarin?" tanyanya lagi, penuh penekanan.

Bree menepis tangan Ray kasar, membanting pulpennya di atas meja. Ia berdiri, lalu menarik Ray keluar, menuju tempat sepi.

Bree menatap Ray kesal saat mereka sudah sampai di atap sekolah. "Lo nggak perlu tau sama urusan gue!"

"Tapi gue pacar lo!"

Bree berdecak. "Kita cuma pacar kontrak, Ray! Nggak usah sok peduli lah!"

"Nggak mau," jawab Ray tenang. "Gue mau kita kayak pacaran beneran."

"Gue nggak mau!"

"Lo harus mau."

"NGGAK!"

"Oke," jawab Ray. "Kalo gitu gue bakal ketemu Bokap lo, dan nyeritain semuanya, kalo kita cuma pacar kontrak."

"Brengsek," desis Bree. Ia tak pernah kalah seperti ini di sekolah. Rasanya Bree ingin mencabik-cabik tubuh Ray saat ini juga.

Bree memejamkan matanya, berusaha menetralisir emosinya yang menggebu-gebu. "Oke. Mau lo apa?"

"Kita mau kayak orang pacaran beneran," Ray menyeringai. "Lo nggak mau kan, orang-orang curiga dan semuanya langsung nyebar sampe ke telinga Adik tiri lo itu?"

Bree terbelalak. "Tau apa lo soal dia?"

"Gue tau semuanya, Sayang," ucap Ray sambil menekankan kata 'sayang'. "Gue juga tau betapa ularnya Nyokap dan adik tiri lo itu."

Bree kehabisan kata-kata. "Lo-"

"Nggak cuma lo yang kaya disini, Brianna cantik. Gue juga bisa ngelakuin apa yang gue mau, dan dapetin apa yang gue inginkan."

Ah, Bree tau. Ia juga pernah mendengar. Sekolah ini adalah milik keluarga Ray. Keluarga Ray juga memiliki puluhan rumah sakit ternama yang tersebar di berbagai kota.

"Oke, gue setuju," jawab Bree akhirnya.

Ray menyeringai puas. "Jangan jadi pacar yang pemarah, ya. Lo harus nurut dan nggak boleh protes dengan apa yang gue lakuin dan harus setuju dengan yang gue lakukan."

Bree bersumpah tangannya sangat gatal ingin menenggelamkan Ray saat ini juga. Ia mengepalkan kedua tangannya, dan semua itu terekam oleh mata laki-laki itu.

"Oke."

Ray tertawa puas. Ia merangkul Bree, hendak mengajaknya kembali ke kelas. Bree ingin menepisnya, namun Ray langsung memotong pergerakannya. "Baru dua detik yang lalu lo bilang oke."

Ya Tuhan, gue nyesel banget ngajak si brengsek ini pacaran!

***

"Jadi lo beneran pacaran sama Ray?" tanya Joan tak percaya. Bree hanya mengangguk pelan sambil bergumam asal.

Joan terkekeh. "Akhirnya lo luluh juga. Pasti gara-gara si Nathan itu, kan?"

Bree mengangguk lagi. "Kalo nggak juga gue ogah."

Ada alasan tersendiri mengapa Bree memilih Ray untuk menjadi pacarnya, sekaligus membantunya membatalkan perjodohan dan mempermalukan keluarganya. Satu, Ray sudah mengejarnya sejak dua tahun lalu, sehingga Ray pasti mau, dan dua, Ray adalah raja playboy di sekolah. Jadi ia tidak akan merasa bersalah bila harus memutuskan hubungannya nanti.

Meskipun terkesan tak peduli, Bree masih punya sedikit hati nurani.

"Lo temenin gue ke mall dong ntar. Gue mau beli hape baru."

"Lah, ganti lagi?"

"Hmm. Dibanting Bokap."

Joan mengangguk. Ia sudah sering mendengar cerita ponsel Bree yang berakhir mengenaskan. Terakhir Joan ingat, ponsel Bree dibanting karena gadis itu ketahuan pergi ke klub malam bersama teman-temannya di luar sekolah. Kartu kredit dan uang jajan yang Bree pegang juga semua dibekukan waktu itu. Sebelumnya lagi, karena Bree ketahuan pergi ke arena balap liar. Siapa lagi kalau bukan Valerie dan Nindia yang membongkar semuanya.

***

"Hai sayang."

Bree menoleh, dan mendapati Ray yang menatapnya sambil tersenyum manis. Bree memutar bola matanya kesal, berusaha untuk tidak mengusir Ray.

"Apa?" tanya gadis itu.

"Pulang bareng gue, yuk."

"Ogah. Gue mau pergi sama Joan."

"Perginya sama gue aja. Joan, lo pulang nggak papa, kan?" tanya Ray pada Joan. Joan melirik Bree sekilas, lalu mengangguk.

Bree menatap Joan tak percaya. "Nggak, lo janji pergi sama gue, Jo!"

Ray merangkul pundak Bree, mendekatkan mulutnya ke telinga gadis itu. "Ingat perjanjian kita, Bree."

Bree diam tak berkutik. Akhirnya setelah beberapa saat, Bree terpsksa mengangguk setuju. "Gue duluan, Jo."

Joan terkekeh. "Hati-hati, pasangan baru!"

Bree dan Ray berjalan menuju tempat Ray memarkirkan mobilnya. Agak jauh memang dari sekolah, karena peraturan sekolah yang tidak memperbolehkan muridnya untuk membawa mobil.

Bree menyikut perut Ray keras hingga laki-laki itu mengaduh kesakitan. "Kenapa?"

"Tangan lo. Berat."

Ray segera melepas rangkulannya. Mereka segera masuk ke dalam mobil, dan tak lama mobil Ray sudah meninggalkan tempatnya menuju sebuah mall.

WITH LOVE, BRIANNA. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang