WLB | 15

4.4K 428 4
                                    

Bree berjalan menyusuri makam ditengah kegelapan malam tanpa rasa takut sedikitpun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bree berjalan menyusuri makam ditengah kegelapan malam tanpa rasa takut sedikitpun. Ia berjalan dan terus berjalan, hingga terhenti di sebuah makam yang terletak ditengah-tengah, makam mamanya.

Makam itu terlihat seperti makam-makam lain, yang bersih dan terawat. Geraldi adalah pengusaha yang sangat sukses, sehingga jelas kompleks makam yang dipilihnya adalah yang terbaik. Berada di sebuah kompleks pemakaman yang membutuhkan dana yang besar untuk membeli dan membayar perawatannya.

"Ma... Bree kembali."

Bree mengusap nisan Rossa dengan penuh kasih sayang. Air matanya tumpah lagi. Ia terisak hebat. Tak bisa lagi ia bendung rasa sakit di hatinya. Semua ia keluarkan. Rasa sakit, kecewa, sedih, marah. Semuanya.

Ia tak berkata apapun. Karena ia yakin, Rossa sudah mengetahui semuanya dari atas sana. Ia yakin, Rossa melihat apa yang terjadi pada dirinya. Apa yang ia rasakan.

Bree mengangis, menangis, dan menangis. Mungkin sudah satu jam ia tak berhenti menangis di samping makam mamanya. Bila ada orang yang lewat, mungkin mereka akan merinding ketakutan saat mendengar suara tangisan di area makam pada malam hari.

Bree merasa matanya semakin berat. Ia melewati hari yang panjang. Bree terduduk memeluk kedua lututnya, menenggelamkan wajahnya diantara kedua lututnya itu. Tak lama, ia pun terlelap.

—————

"Daniel!"

Daniel membalikkan badan, melihat Joan yang sedang berlari kearahnya dengan pandangan khawatir.

"Hmm?"

"Lo liat Ray?"

Daniel menggeleng. "Kayaknya belom dateng. Kenapa?"

"Boleh pinjem hape lo? Gue mau telfon Ray. Gue nggak punya nomernya."

Daniel mengeluarkan ponselnya dari saku, memberikannya pada Joan. "Kamu kenapa? Kelihatan khawatir gitu."

"Nanti gue jelasin. Gue pinjem dulu, boleh?"

Laki-laki itu mengangguk. "Aku tinggal ke ruang guru sebentar, ya? Nanti aku balik lagi."

Joan mengangguk. Daniel berjalan cepat menuju ruang guru. Pikirannya sudah tak fokus lagi. Ia masih memikirkan Joan yang terlihat sangat khawatir. Ia ingin menemani Joan saja, tapi ia mendapat panggilan mendesak dari Pak Harris, wakil kepala sekolah sekaligus guru Fisikanya. Mau tak mau, ia harus memenuhi panggilan itu.

***

"GUE NGGAK MAU TAU, KALIAN CARI BREE SEKARANG JUGA!"

WITH LOVE, BRIANNA. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang