"BREEEE!!!!"
Bree menoleh saat mendengar suara Joan memanggilnya. Namun belum sempat ia membalikkan badan dengan sempurna, Joan sudah memeluk tubuh Bree erat, membuat Bree terhuyung kebelakang.
"Jo, lepasin gue gabisa nafas," ucap Bree susah payah. Joan memeluknya terlalu erat, membuatnya kesulitan bernafas. Mendengar itu, Joan melepaskan pelukannya.
"Gue khawatir tau! Mana hape lo? Dibanting lagi? Kenapa gue telfon nggak bisa?" gerutu Joan.
"Lowbatt. Sorry," jawabnya santai, membuat Joan memukul pundak Bree kencang. "Ngeselin banget sih lo jadi temen!"
"Temen lo sampe pingsan tuh, denger lo ngilang," ujar Daniel. Tadi, Joan diantar Daniel untuk menemui Bree sepulang sekolah, tepat saat Ray mengabarkan bahwa Bree baik-baik saja.
Sekarang Bree berada di apartemen Ray, yang jarang ditempati. Ray memutuskan untuk membawa Bree kesini, sehingga Bree bisa lebih tenang. Apalagi gadis itu tidak mau dibawa pulang ke rumah, atau ke rumah sepupunya. Ia tak ingin bertemu keluarganya.
"Lo pingsan, Jo?" tanya Bree khawatir. "Sekarang nggak papa?"
Joan mengangguk. "Lo gimana?"
"Kayak yang lo liat," kata Bree. Joan menatap Bree dari atas hingga bawah. Sahabatnya itu terlihat baik-baik saja, seperti biasanya. Joan tersenyum lega.
"Bree, lo pulang ke rumah gue aja, mau?" tanya Joan. Bree menggeleng. "Ntar Bokap gue pasti nyariin kesana."
Kalo dia emang nyari, batin Bree.
Entah, menurutnya apartemen sederhana milik Ray sangat nyaman. Awalnya ia ingin membayar sewa kepada Ray, tapi ditolak mentah-mentah oleh laki-laki itu.
"Kalo gitu, gue nginep sini hari ini, nemenin lo. Nggak papa, kan, Ray?" tanya Joan. Ia menoleh pada Ray yang sedang memasak makanan. Laki-laki itu menoleh, mengangguk ramah.
Bree dan Joan tersenyum senang. Tak lama, makanan yang dibuat Ray sudah terhidang diatas meja. Ray memang memiliki skill memasak yang cukup baik. Terbukti dari makanan-makanan yang ia buat mengeluarkan aroma yang harum dan menggiurkan.
"Gila lo. Gue bertaun-taun temenan sama lo, nggak pernah lo masakkin," ujar Daniel. "Sering-sering ngilang, ya, Bree."
Ray melayangkan tatapan tajamnya pada Daniel, ditambah lagi dengan pukulan dari Joan yang mendarat di lengan Daniel. Sedangkan Bree hanya terkekeh.
"Permisi! Kami datang, Sobat!"
Ray memejamkan matanya kesal begitu mendengar suara lantang Zio. Ia menatap Daniel tajam, seakan meminta penjelasan. Daniel menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Gue yang ngasih tau kalo Bree disini."
"Waaaahh, harumnyaaa. Lo yang masak, Bree?" tanya Zio. Tanpa menunggu, ia sudah mencomot udang goreng tepung yang ia celupkan di mayones, dan melahapnya.
"Gila! Enak banget masakan lo, Bree! Wah, calon istri idaman. Vir, lo sama Bree aja! Jago masak, man! Lo cari cewek yang jago masak, kan?"
Virgo menaik-turunkan alisnya. "Bree, lo putus aja sama si Ray. Ganti sama gue. Dijamin, lebih bisa bikin bahagia! Jangan sama si buaya darat. Stoknya banyak!"
Ray hampir melempar garpu ke arah Zio dan Virgo yang tak berhenti berbicara. Bahkan mereka tak tahu, bahwa yang memasak adalah Ray.
"Loh, Bos! Kok lo yang pake celemek? Bree yang masak tapi lo yang pake celemek. Aneh," ucap Zio enteng. Ia hendak kembali mencomot makanan. Kali ini tangannya sudah mengarah ke ayam saus mentega.
"Lo sentuh lagi makanan gue, gue patahin tangan lo," desis Ray.
"Enak aja makanan lo! Orang Bree yang masak! Ya kan, Bree?" tanya Zio, menatap Bree tak berdosa.
Bree terkekeh, lalu menggeleng. "Yang masak Ray, bukan gue."
Gerakan Zio terhenti seketika. Wajahnya pucat pasi. Ia menatap Ray, menyunggingkan senyum semanis mungkin, dan mengangkat dua jarinya, membentuk tanda peace.
"Damai, Bos. Gue nggak tau lo bisa masak. Jangan marah, Sobat. Kata Nyokap gue, yang suka marah-marah masuk neraka."
Joan dan Bree terkekeh lagi, diikuti Daniel dan Virgo yang terkekeh singkat. Sedangkan Ray, masih menatap Zio tajam.
"Ayo makan, gue laper," ucap Bree, memecah keheningan. Apalagi setelah ia melihat Zio yang rasanya hampir mengeluarkan keringat darah. Bree iba melihatnya.
Mereka makan bersama di meja makan. Apartemen Ray cukup luas, walaupun tidak semewah rumahnya, atau rumah Bree. Ronald memberikan Ray apartemen, yang bisa digunakan anaknya untuk berkumpul bersama teman-temannya. Apartemen itu adalah tempat berkumpul Ray dan ketiga sahabatnya, bila mereka sedang bosan singgah ke rumah Ray.
"Enak?" tanya Ray pada Bree yang duduk di sebelahnya. Bree mengangguk. "Jago juga lo masak."
"Gue seneng lo suka," ucap Ray. Mereka melanjutkan makan, diiringi dengan candaan dari Zio dan Virgo. Zio adalah badut di geng mereka. Sedangkan Virgo, adalah satu-satunya yang dengan senang hati menimpali atau merespon lelucon Zio, walaupun hanya sesekali.
Mereka tak tahu, ada empat insan yang sedang berusaha menetralkan kupu-kupu didalam perut mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
WITH LOVE, BRIANNA. ✓
Teen FictionMenjadi pribadi yang galak dan emosional adalah sebuah bentuk pertahanan diri seorang Brianna Rossana Geraldi. Alasannya sederhana, ia hanya tak ingin terlihat lemah di depan orang lain. Menjadi putri kandung seorang Geraldi tak membuat dirinya bah...