30 Januari 20xx
Empat hari sebelum ujian akhir semester.***
"Mark? Di mana?"
"Jawab, dong! Aku udah di depan komplekmu dari tadi!"
Mark tertawa. "Berisik banget," sahutnya. "Lagi nunggu lift."
"Bohong," balas Dara. "Aku dengar langkah kaki kamu."
"Tapi sekarang udah sampai depan lift," kilah Mark. "Beneran."
"Sepuluh menit aku tunggu, ya?"
"Halah, setengah jam juga kamu pasti nungguin, kan?"
"Nggak, kata siapa. Udah, aku matiin dulu teleponnya."
Mark terkekeh tepat saat sambungan teleponnya dimatikan oleh Dara.
Hari itu hari Kamis pagi. Hari yang sangat biasa bagi Mark. Tak ada yang istimewa, kecuali ujian semester yang akan diadakan Senin depan. Hari ini ia akan belajar di rumah Dara sepulang sekolah. Sebagai sepasang sahabat yang telah berteman sejak sekolah dasar, Mark sudah dianggap sebagai keluarga di rumah Dara.
Saat sedang asik menunggu lift, tiba-tiba Mark tertegun.
"Udah matiin kompor belum, ya?" batinnya.
Mark benar-benar tidak ingat apakah ia sudah mematikan kompor atau belum, tetapi ia juga sangat malas untuk kembali ke unit apartemennya. Ia melirik ke atas pintu lift. Masih enam lantai lagi sebelum sampai ke lantai tempatnya berada, dan lift-nya pun sedang berhenti di lantai 11.
"Ah, sialan," umpatnya pelan. Ia buru-buru memutar badan dan melangkah cepat untuk kembali ke apartemennya. Dengan cepat ia menekan kode pintu apartemennya dan segera berlari masuk menuju dapur.
Ia benar-benar menarik napas ketika melihat bahwa kompornya memang belum dimatikan. Dengan segera ia mematikan kompor dan melempar panci yang sudah agak gosong itu ke dalam wastafel. Telur yang sedang ia rebus pun sudah menghitam.
Mark memaki-maki dirinya sendiri. Ia langsung menyalakan keran air untuk membasuh pancinya. Beruntung pancinya tidak gosong-gosong amat, tetapi tiga buah telur yang tadi ia rebus nampaknya tidak bisa diselamatkan. Lagipula melihatnya saja ia juga tak akan mau memakannya.
"Wah," desahnya. "Di kulkas kan nggak ada telur lagi. Ini semua yang terakhir."
Mark benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Lagipula ia buru-buru sekarang. Dara pasti akan marah-marah lagi nanti karena terlalu lama menunggu. Karena tak ada waktu untuk berkesal hati, ia langsung mematikan keran air dan meninggalkan panci tetap di dalam wastafel. Telur-telur gosong tadi, yang sempat dipindahkan ke mangkuk, langsung dibuangnya ke tempat sampah. Sebelum ia keluar dari apartemennya, ia berkeliling sebentar untuk mengecek kalau-kalau ada hal penting lain yang ia lewatkan.
Ketika ia sudah memastikan bahwa semuanya aman, ia langsung bergegas keluar. Baru saja ia keluar dan menutup pintu, tiba-tiba ia tertegun. Matanya langsung menatap ke pintu apartemen di seberangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ESCAPE [Mark Lee]
FanfictionBerapa banyak anak yang tinggal sendirian di sebuah apartemen meski masih duduk di bangku SMA? Sepertinya jarang, namun Mark Lee adalah salah satu dari sejumlah orang yang jarang tersebut. Sudah hampir setahun sejak Mark tinggal sendirian di sebuah...