09. Reckless

40 6 0
                                    

Lelaki itu duduk terdiam di pinggir ranjangnya. Wajahnya kalut, tangannya memegang ponsel dengan gemetar. Suara televisi dari ruang tamu sayup-sayup memasuki kamarnya, masih dengan berita yang sama sejak kemarin. Ibunya pasti masih penasaran dengan kasus itu sehingga tak pernah melewatkan laporan terbaru atas kasus tersebut.

"Seo Changbin, kamu nggak sarapan?"

Changbin menoleh, menatap wajah ibunya yang sedang berdiri di ambang pintu.

"Aku nggak lapar," jawabnya bohong.

Ibunya menghela napas. "Kemarin kamu juga nggak makan malam," ucapnya. "Kamu sakit?"

Changbin menggeleng. "Nggak, aku baik-baik saja," katanya.

Ibunya hanya mengangkat bahu. "Ya sudah, kalau lapar ambil sendiri makanannya di dapur," katanya, lalu segera berlalu.

"Bu," panggil Changbin.

Ibunya kembali menoleh. "Ya?"

"Aku .... hari ini mau ke ruang belajar," kata Changbin. "Mungkin pulang tengah malam."

"Oh, hari Senin nanti kamu ujian, ya," sahut ibunya. "Mau Ibu bawakan bekal?"

"Kayaknya nggak usah," jawab Changbin. "Tapi aku minta uang saku."

Ibunya tertawa kecil. "Nanti Ibu taruh di samping televisi," katanya. "Kamu siap-siap saja dulu."

Changbin mengangguk, kemudian Ibunya pergi setelah menutup pintu kamarnya. Segera setelah pintu kamarnya tertutup, Changbin langsung menyambar tas ranselnya dan mengeluarkan semua buku-bukunya. Tetapi kemudian ia terdiam sesaat. Apa yang harus dibawanya? Pakaian?

Changbin menggeleng. Ia sendiri belum tahu akan pergi ke mana, membawa pakaian rasanya hanya akan memberatkan saja. Jadi ia hanya menarik dua jaketnya dan sebuah topi.

Tetapi tiba-tiba ia terhenyak. Rasanya sangat bodoh-ingin pergi tetapi tidak tahu ke mana akan pergi. Ia bahkan tidak punya sedikit pun gambaran tentang ke mana akan memulai untuk mencari. Tak ada rencana, tak ada tujuan, hanya bermodalkan nekat akibat perasaan panik.

Ia kembali menimbang. Haruskah ia pergi?

Changbin menghela napas. "Baiklah," katanya pada diri sendiri. "Ayo, pergi."

Setelah mengenakan jaket dan topinya, ia langsung pergi dari kamarnya sambil menyampirkan tas di pundaknya. Ia pergi ke dapur dan mengambil sebotol air minum. Ruang tamu kosong, sepertinya ibunya sedang berada di kamar mandi. Dilihatnya televisi yang dibiarkan menyala, masih dengan berita yang sama sejak pagi.

Changbin berusaha terlihat tidak peduli. Saat ia hendak mengambil uang yang diletakkan ibunya di samping televisi, saat itu juga ia melihat kunci mobil tergeletak. Dadanya berdesir. Tiba-tiba muncul pemikiran yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya.

"Take it ... or leave it," gumamnya. Lagi-lagi ia menghela napas. "Oke, take it."

Seraya mengantongi kunci mobil tersebut, ia berpamitan sambil berteriak, "Bu, aku berangkat!"

Tanpa memedulikan sahutan ibunya, Changbin bergegas memakai sepatu dan pergi ke luar. Buru-buru ia berjalan di koridor sepi itu, lalu segera memasuki lift.

Di dalam lift, ia berdiri bersama seorang pria tua yang kelihatannya seakan tidak sadar ada Changbin yang berdiri di sebelahnya. Namun Changbin pun nampak tidak peduli juga. Kakinya bergerak dengan gelisah dan ia terus-menerus menggosok kedua tangannya seperti orang kedinginan.

Lift berhenti di lobi dan pria tua itu keluar. Changbin masih tetap di dalam lift sampai akhirnya lift itu berhenti di basement tempat para penghuni apartemen memarkirkan mobil mereka. Buru-buru dicarinya mobil milik ibunya-agak lama juga sampai akhirnya ia menemukannya karena ia sendiri agak panik saat itu. Segera setelah ia menemukan mobil hitam tersebut, ia membuka kuncinya dan menghenyakkan diri ke kursi kemudi.

ESCAPE [Mark Lee]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang