Tanpa terasa, sudah hampir satu jam berlalu.
Mark mendengarkan lagu sambil terkantuk-kantuk, tetapi ia berusaha agar matanya tetap terbuka. Kabel earphone menjuntai dari telinganya, terhubung dengan ponsel yang sedang dipegangnya erat-erat. Satu jam berlalu tanpa melakukan apa-apa membuat Mark merasa sangat bosan.
Kini Mark memandangi gadis yang duduk di sebelahnya itu. "Hei," panggil Mark. "Nggak bosan lihat ke luar jendela terus?"
"Pemandangannya bagus," jawab Lena singkat tanpa menoleh sama sekali.
Kini gantian Mark yang melempar pandangannya ke luar jendela. "Biasa aja," katanya, sambil mencari hal menarik apa yang sedang Lena lihat. "Masih mirip-mirip kayak di Seoul."
Lena diam saja.
Tiba-tiba Mark teringat sesuatu. Sejak awal mereka pergi dari apartemen, gadis itu sama sekali tidak bertanya ke mana mereka akan pergi.
"Uh," ujar Mark. "Kamu tahu ke mana kita pergi sekarang?"
Lena menggeleng. "Nggak tahu," jawabnya singkat.
"Terus, kamu nggak ingin tahu?" tanya Mark lagi.
Kini gadis itu menatap Mark. "Aku nggak perlu tahu kita akan pergi ke mana," ujarnya. "Selama aku lari bersama kamu ... aku nggak peduli."
Mark jadi salah tingkah mendengar ucapan tak disangka-sangka dari gadis itu. Ia menggaruk tengkuknya, bingung hendak menjawab apa.
Kini Lena kembali memalingkan wajahnya ke arah jendela. "Jangan salah paham," katanya datar.
Mark tidak tahan lagi. "Terus kenapa bilang begitu?" tanyanya penasaran.
"Entahlah," jawab Lena tak acuh. "Kupikir kamu ... ah, aku nggak tahu."
Mark tahu ucapan gadis itu sebenarnya biasa-biasa saja, tetapi ia sendiri merasa dipermainkan. Tunggu, kenapa Mark merasa begitu? Aneh.
"Um, tiga puluh menit lagi kita sampai," ujar Mark, mencoba mengalihkan topik yang sebenarnya tidak perlu dialihkan. Kubilang, ucapan Lena barusan biasa-biasa saja, salah Mark sendiri mengapa ia merasa sedang dipermainkan—dibuat terbang sesaat, kemudian jatuh tanpa alasan yang jelas.
"Ya," sahut Lena.
"Kamu nggak lapar?" tanya Mark.
"Nggak."
"Nggak butuh sesuatu ... atau apapun itu?"
Lena menggeleng.
"Kamu beneran nggak sakit, kan?"
Lena terdiam sejenak. "Nggak," jawabnya, kali ini lebih lirih dari sebelumnya.
Mark mengangguk. Sekarang ia tahu gadis itu sakit—entah sakit apa yang dimaksudnya—tetapi ia hanya tidak mau mengatakannya. Sepertinya percuma saja kalau Mark memaksanya untuk bercerita, yang ada gadis itu malah akan semakin tertutup dan merasa tidak nyaman.
"Kamu tahu, kadang nggak ada salahnya berbagi cerita dengan orang lain," kata Mark, mencoba memancing percakapan tanpa terdengar seperti menyindir.
"Tanpa kita sadari, siapa tahu orang yang mendengarkan cerita kita itu merasa dapat diandalkan karena kita percaya sama dia," lanjut Mark.
"Ya," sahut Lena. "Aku tahu."
Mark memandang Lena. "Oh, ya?" tanyanya.
"Aku berteman dengan seseorang, kami sering berbagi cerita," ujar Lena.
"Bagus, dong," sahut Mark.
"Entahlah. Kurasa aku bukan teman yang baik."
"Kenapa gitu?" tanya Mark. "Kamu baik, kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
ESCAPE [Mark Lee]
FanfictionBerapa banyak anak yang tinggal sendirian di sebuah apartemen meski masih duduk di bangku SMA? Sepertinya jarang, namun Mark Lee adalah salah satu dari sejumlah orang yang jarang tersebut. Sudah hampir setahun sejak Mark tinggal sendirian di sebuah...