Mungkin seharusnya semua ini berjalan sesuai dengan apa yang kita bayangkan. Tapi kamu menghancurkan apa yang sudah kita bangun bersama-sama.
Meninggalkanku sendirian dengan perasaan yang semakin lama semakin dalam.
Jangan mengatakan seakan-akan aku...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dira menghentikan langkahnya ketika ia melihat dua orang yang sangat ia kenali sedang berdiri berhadapan di depan tangga yang sangat jarang orang-orang lewati.
Tadi pagi ia mendapat pesan dari wali kelasnya, ada yang ingin wali kelasnya bicarakan mengenai kampus dan jurusan yang Dira ingin masuki sebelum pendaftaran jalur undangan dilaksanakan. Dua jam mereka berdiskusi tentang masa depan Dira di ruangan tertutup dengan pendingin ruangan yang menyala, membuat Dira bosan berada di sana.
Alhasil Dira mengakhiri pembicaraan mereka berdua dengan alasan Ayahnya menelfon agar cepat pulang. Lagi pula, Dira yakin perdebatan mereka juga tidak akan selesai walau ia menginap di sekolah saking lamanya. Dira masih ingat saat ia masuk ke dalam ruangan wali kelasnya itu langit masih terang, dan sekarang awan hitam menutupi terangnya langit itu.
Dira mengernyit saat melihat raut wajah Ferral yang berbeda. Lalu dengan cepat, perempuan itu—Naomi menempelkan bibirnya pada bibir Ferral, membuat Dira buru-buru menghampiri mereka dan mendorong tubuh Naomi keras.
Jujur, Ferral sendiri juga kaget tiba-tiba perempuan ini menciumnya. Tapi reaksi Dira juga terlalu berlebihan. "Lo kenapa sih Ra?!"
Dira mengernyit, bahkan ada beberapa orang yang juga berada di sekolah untuk konseling pada wali kelasnya masing-masing pun kini menatapnya aneh. "Gue bilang jangan deket-deket sama cewek ular ini."
Ferral membantu Naomi berdiri, lalu kembali menatap Dira. "Jangan ikut campur kehidupan gue lagi."
Dira membulatkan matanya tidak percaya, menatap punggung Ferral yang membawa Naomi menjauh darinya. Dira mengepalkan kedua tangannya kuat lalu masuk ke dalam mobilnya begitu mobil Ferral pergi meninggalkannya sendirian di sini.
Bukannya memperbaiki suasana, Ferral malah melakukan hal yang sebaliknya. Dira sudah mumet berdebat dengan wali kelasnya tadi, ditambah Ferral meneriakinya seperti tadi.
Ponselnya berdering, nama Ayah muncul di sana. Dira menunduk, berusaha menahan rasa sakit yang membuat kepalanya seakan ingin pecah. Dira terisak, keadaan tidak membaik, malah semakin memburuk.
Hujan turun dengan derasnya meredam isak tangis Dira. Dira mengeluarkan tangisannya, menyuarakan bagaimana rasa sakit yang ia rasakan saat ini. Ini adalah kali pertama Ferral meneriakinya seperti tadi.
Kaca mobilnya diketuk, membuat Dira mengangkat kepalanya melihat siapa yang mengetuk. Dira membuka kunci mobilnya, membiarkan orang itu masuk.
"Devan keliling nyariin Dira, dan ternyata Dira masih di sini."
Devan membuka jaketnya yang basah akibat menerobos hujan dengan motornya. Ia panik saat Dira sama sekali tidak mengangkat telfonnya setelah Dira mengirimkan pesan bahwa ia masih berada di ruangan wali kelasnya. Devan melempar jaketnya ke belakang lalu beralih menatap Dira yang wajahnya sudah tidak bisa dijelaskan lagi.