Mungkin seharusnya semua ini berjalan sesuai dengan apa yang kita bayangkan. Tapi kamu menghancurkan apa yang sudah kita bangun bersama-sama.
Meninggalkanku sendirian dengan perasaan yang semakin lama semakin dalam.
Jangan mengatakan seakan-akan aku...
❝ I'm really sorry, maybe next time i won't repeat it. ❞ —Devan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Aqsa!"
Dari balik buku yang ia baca, Aqsa tersenyum kecil. Suara itu membuat rasa khawatirnya langsung hilang begitu mendengar suara Dira. Perempuan itu sudah baik-baik saja. Dira duduk di hadapan Aqsa dengan senyuman lebarnya.
"Dira denger, sekolah kita yang wakilin provinsi ya?" tanya Dira, Aqsa mengangguk sebagai jawabannya, perempuan itu mengembungkan pipinya lucu, "berarti Dira nggak bisa liat Aqsa dong? Berapa hari di sana?"
"Lima hari," jawabnya berusaha menahan senyumnya.
"Berangkatnya kapan?"
"Minggu depan."
Dira menganggukkan kepalanya, senyumnya sedikit luntur. "Berarti Aqsa nggak bisa liat Dira ya?" tanyanya dengan ragu.
Aqsa memperhatikan perempuan di hadapannya itu, lalu tersenyum kecil. "Bisa, gue pasti bakalan dateng."
"Aqsa tau nggak? Dira nggak suka sesuatu yang manis."
Bel pergantian pelajaran berbunyi membuat Dira buru-buru kembali ke kelasnya, kali ini Guru yang mengajar sedang berhalangan, jadi Dira gunakan waktu itu untuk belajar materi yang tertinggal kemarin. Ia memasang airpodsnya dan larut dalam dunianya, seperti biasa.
Kezia yang tidak ingin menganggu Dira pun melangkahkan kakinya ke kursi belakang, mengajak Rena ke kantin meninggalkan Devan yang sedang menatap punggung Dira. Entah sudah berapa hari Dira tidak mau berbicara dengannya. Bahkan perempuan itu selalu mengunci pintunya saat ia di dalam rumah, jendela kamarnya tidak pernah dibuka seperti biasanya. Dira benar-benar menutup diri darinya.
Dan Devan, tidak bisa jauh dari Dira, rasanya seperti ada yang hilang dari dirinya.
Tadi malam, Devan terkejut setengah mampus saat mobil Dira sampai di rumah dengan keadaan bagian depan mobilnya sedikit hancur. Apalagi saat tau Ferral yang mengendarai mobil itu, emosi Devan langsung naik. Tapi penjelasan dari Ferral membuat emosnya langsung hilang.
Pulang sekolah, Dira langsung keluar dari kelasnya, berjalan menuju perpustakaan. Di sana sudah ada Bu Tentri dengan pembimbing barunya, karna Bu Tentri tidak bisa setiap hari menjadi pembimbingnya, akhirnya mereka menyewa guru pembimbing baru. Dira duduk di kursi, menarik nafasnya panjang lalu menghembuskannya perlahan. Mari kita mulai.
Matahari sudah terbenam, dan Dira berhasil mengejar materi yang ketinggalan kemarin. Keringat mengalir di pelipis Dira, membuat perempuan itu merogoh tasnya dan mengeluarkan pil obat sakit kepala lalu meminumnya. Dira memejamkan matanya erat lalu kembali menatap buku yang berada di hadapannya. Guru pembimbingnya sudah pulang sedari tadi, tapi ia masih berada di sana sibuk memahami materi yang kurang jelas untuknya.
Jam 7 malam, Dira benar-benar lupa waktu, kalau saja perutnya tidak sakit, Dira akan tinggal lebih lama di sana. Perut Dira belum terisi apapun sejak tadi siang. Dira sempat sarapan ditemani oleh Kezia, setelah itu ia tidak makan lagi.