0.4 | permintaan maaf (lagi)

586 83 23
                                    

Please don't say that again, i'm sick of hearing that.
—Dira.

"Devan!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Devan!"

Begitu Ferral pergi, Dira tidak langsung masuk ke rumahnya, ia singgah di rumah bercat warna cokelat yang pintunya terbuka lebar tetapi tidak ada siapa-siapa di sana kecuali Devan yang masih terlelap. Pukul 4 sore dan Devan masih berkelana di mimpinya. Apa ini? Devan sedang simulasi mati?

"Devan bangun!" teriak Dira tepat di samping telinga Devan membuat laki-laki itu meringis dan mendorong tubuh Dira menjauh darinya.

Berkat dorongan dari Devan itu, Dira hampir terjatuh dari kasur yang lumayan tinggi itu. Dira berdecak kesal, ia berdiri di atas kasur Devan dan melompat-lompat hingga Devan menggeram frustasi. Mimpi indahnya berakhir begitu saja semenjak Dira datang ke rumahnya.

Dengan sangat terpaksa Devan membuka kedua bola matanya dan menatap Dira dari bawah sini. Ia menarik lengan Dira hingga perempuan itu terjatuh tepat di sampingnya lalu menarik Dira ke dalam pelukannya. Memeluk perempuan itu sangat erat hingga membuat Dira kesulitan bernafas dengan seragamnya yang ketat ini.

Dira memberontak tapi Devan sama sekali tidak melepas pelukannya. "Devan gue nggak bisa nafas!"

"Makanya diem," ujarnya membuat Dira seketika menuruti perintah Devan.

Dengan nafas yang terengah akibat sedari tadi tidak bisa diam, Dira menatap kedua bola mata Devan, tangannya terulur mengusap garis rahang Devan membuat senyum Devan semakin lebar.

"Daritadi pagi gue telfonin nggak diangkat!"

Devan menyingkirkan beberapa helai rambut Dira yang menghalanginya melihat wajah imut Dira. "Iya maaf, tadi abis sarapan kepala gue sakit jadi gue tidur lagi."

"Udah minum obat?"

Deheman menjadi jawabannya sebelum Devan menenggelamkan kepalanya di lekukan leher Dira membuat jemari Dira bermain di belakang kepala Devan. Tangan kanan Devan terulur mengambil selimut dan menutupi kaki ramping Dira yang terlihat jelas dengan rok sependek ini.

Sudah berulang kali Devan memarahi Dira agar mengganti rok yang lebih panjang sedikit, tapi perempuan itu tetap keras kepala dan memakai rok itu setiap hari. Walaupun sudah berkali-kali keluar masuk ruang BK akibat roknya, Dira tidak pernah jera untuk memakai rok sependek ini ke sekolah.

"Lo liat Bunda tadi Ra?"

"Nggak tuh. Tadi pintu rumah kebuka jadi gue langsung masuk."

Keheningan kembali menyelimuti mereka berdua. Dira yang sibuk dengan rambut bagian belakang kepala Devan dan Devan yang sibuk dengan aroma dari lekukan leher Dira yang selalu memabukkannya.

"Kalian berdua ya! Kebiasaan!"

Suara teriakan yang amat nyaring terdengar membuat Dira langsung tertawa dan berusaha melepaskan pelukan Devan tapi tetap saja Devan lebih kuat darinya.

falling | on holdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang