9. A Winner

54 10 0
                                    

"Kenapa dia tidak mau melihatnya? Apa arti dari adegan itu?"
.
.
.

SUARA riuh para penonton terdengar, ketika sang promotor mengangkat sebelah tangan si pemenang pertandingan. Cowok bertubuh kurus tersebut hanya tersenyum manis sebagai balasan untuk para penonton. Hanya cowok itu yang bisa mengalahkan King RC -alias sebutan untuk seseorang yang sudah berkali-kali memenangkan pertandingan boxing itu-namun kini penghargaannya direbut oleh seorang pemuda biasa.

Jisung, cowok pemenang pertandingan boxing itu berjalan keluar dari ring dan menuju ke sebuah meja yang berada di sebuah ruangan khusus. Di sana terdapat seseorang yang memakai Kemeja dengan celana levis yang sedang duduk di bangku seraya memainkan handphonenya.

"Permisi,"panggil Jisung pelan.

Seorang pria yang sudah berumur tersebut lantas mematikan handphonennya, kemudian mengambil sekumpulan uang 100.000an yang diikat dengan tali menjadi satu tumpukan. Tumpukannya memang terlihat kecil, namun jumlahnya pasti bisa berjuta-juta.

"Ini uang yang sudah saya janjikan di awal pertandingan. Saya tidak bohong kan?"tanya seorang pria yang berada jauh usianya diatas Jisung. Mungkin pria itu sudah berkeluarga.

Jisung mengangguk pelan dengan senyumannya, yang nyaris justru seperti anak kecil.

Pria itu tertawa kecil melihat tingkah Jisung yang mengingatkan kepada anaknya yang pergi entah kemana. Sampai saat ini pria itu masih tak habis fikir ada seorang remaja yang mengikuti pertandingan yang terbilang cukup "Tak lazim" apalagi alasannya agar bisa bersekolah. "Tapi saran saya, lebih baik anak remaja sepertimu cari pekerjaan yang layak saja. Seperti pekerjaan separuh waktu contohnya, agar kamu bisa sambil sekolah. Jangan ikut pertandingan ini lagi, walau kamu memang mahir boxing, tapi usiamu masih dibawah umur,"ujar pria tersebut khawatir. Dia sangat tahu betul di posisi Jisung, karena Jisung ingin sekali bersekolah, namun dia juga khawatir dengan kondisi Jisung bila terus mengikuti pertandingan ini. Apalagi Jisung masih terbilang muda, dia takut kalau masa remaja Jisung terbuang dengan hal yang sepatutnya tidak boleh dilakukan oleh anak-anak di bawah umur.

"Oke paman! Jisung gak bakal main boxer lagi, janji!"jawab Jisung. Cowok itu memang penurut. Tapi ada posisi buruknya juga bila terlalu menjadi penurut, nanti bila sewaktu-waktu Jisung diajarkan yang "Tidak-tidak" oleh temannya bagaimana?

Pria itu tersenyum, kemudian berdehem. "Bisa kamu panggil saya, appa?"pinta pria itu walau ragu. Namun jujur dia sangat merindukan anaknya, maka itu sebabnya dia menyuruh Jisung memanggil dengan sebutan "Appa" seperti anaknya saat memanggilnya.

Jisung mengagguk lugu. "Oke, appa! Kalau gitu Jisung pulang dulu, ya!" Jisung menundukkan tubuhnya, lalu mengambil uang tersebut yang berada diatas meja, kemudian berjalan keluar ruangan. Sebelum pergi pulang, Jisung menghampiri teman-temannya-atau dia harus memanggil mereka "Abang"? Karena mereka jelas lebih tua usianya daripada Jisung.

"Woy, Cung! Selamat, bro!" Seorang cowok berambut pink menghampirinya. Kalau itu Taeyoung-salah satu teman Jisung selain Mark, atau yang akrab Jisung panggil "Bang Tiway".

"Iya bang, makasih,"balas Jisung.

Lalu tak lama dari itu Mark menghampirinya dengan membawa paperback berwarna coklat tua. "Taruh uangnya disini, Cung. Kayak gak tau preman-preman di Indonesia kayak gimana aja. Walau gue tau lo pasti bakal habisin mereka. Tapi lo terlalu lugu untuk dibohongi."

Jisung mendesis mendengarnya. "Iya-iya. Bang Mark bawa paperback dari rumah karena tau Jisung bakal menang? Bang Mark khawatir kah?" tanya Jisung penuh keluguan. Matanya berbinar-binar menginginkan jawabannya adalah "Iya". Namun Taeyoung justru tertawa.

My Rabbit•Park JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang