22. Invitation

30 6 0
                                    

"Jangan bilang lo taruhin nyawa lo, hanya demi buat Lyra khawatir?"
.
.
.

LYRA memandang sebuah pesan di layar handphonenya dengan tatapan kosong. Meallisa, cewek yang kini menjadi teman baru Lyra mengajaknya untuk datang ke pesta jabatan kedua orang tuanya yang diselenggarakan jam lima sore, tepatnya di gedung bintang lima di Kotanya. Ia terlihat bingung, bukan karena gaun yang harus ia pakai, namun karena tawaran Meallisa yang terlalu mendadak, garis besar permasalahannya—ia merasa minder dengan Meallisa yang sepertinya salah satu anak yang diam-diam tak kalah konglomerat dengan Chenle. Tapi mau tidak hadir pun nantinya ia pasti akan merasakan terbebani dengan undangan secara tidak langsung itu.

"LYRAAA GUE KANGEEEN..!! LO KANGEN GAK SAMA GUEEE..??!"suara teriakan yang menggelegar serta derap kaki yang menaiki anak tangga, dan ingin menuju kamarnya terdengar jelas.

Lyra kontan menutup telinganya, dengan desisan. Jaemin dan Chenle. Kedua cowok dengan segudang sifat aneh yang tak kunjung berubah. Lebih tepatnya tidak akan pernah berubah. Setiap kali Lyra menasehati agar tidak melakukan tingkah-tingkah yang membuat suasana menjadi heboh, namun kerap kali pula kedua cowok itu kembali mengulanginya.

"ENGGAK LAAHH! NGAPAIN JUGA LYRA KANGEN SAMA LO! MIMPI AJA LO BANG!!"sembur Chenle. Walau mereka berdua masih berada diluar kamar Lyra, suaranya tetap terdengar sampai kedalam.

Tak lama pintunya terbuka, menampilkan kedua cowok dengan gaya pakaian casual. Jaemin melirik Chenle tajam karena ucapannya, lalu mendecak kesal, sampai akhirnya raut wajah Jaemin kembali bersinar-sinar. "LYRAAA LO UDAH PACKING BELOOOM??"

Geram. Lyra melempar bantalnya tepat mengenai wajah Jaemin. Sontak saja cowok itu mendelik sinis. "Sekali lagi lo teriak, mulut lo jadi taruhannya!" Mata cewek itu membelalak, membuat Jaemin mencibik.

"Jisung mana??"tanya Chenle seraya celingukan mencari keberadaan Jisung, cowok lugu yang akhir-akhir itu harus dia akui sifatnya makin terlihat dewasa. Bahkan dia kalah dewasa.

"Gak tau deh kemana. Oh iya, gue diundang ke acara jabatan ortunya Meallisa, cewek yang kemarin gue tolong, lo berdua diundang gak?" Lyra meneguk segelas coklat hangat yang ia buat seorang diri.

"Gue gak. Gue aja gak kenal dia yang mana," balas Chenle seraya mengutak-ngutik remot TV. Sedangkan Jaemin tak kunjung membalas, cowok itu tiba-tiba saja diam seribu bahasa. Yang membuat Lyra mengernyit heran, tidak biasanya Jaemin terdiam secara mendadak seperti itu, kalaupun pernah pasti ada sesuatu yang cowok itu pendam. Lyra tahu betul, tipe seseorang seperti Jaemin lebih memendam segala hal. Dan itu sama sepertinya. Tapi satu yang harus di ketahui—walau begitu Lyra tidak menyukai para sepupunya (orang yang sudah ia anggap sangat dekat) menutup-nutupi sesuatu permasalahan darinya, entah itu permasalahan sepele atau berat.

"Lo..dapet, Jae?"tanya Lyra ragu. Ia merasa curiga dengan Jaemin dan Meallisa, sepertinya mereka berdua mempunyai hubungan dekat yang jarang orang ketahui. Pasalnya tadi saja Meallisa menitipkan salam untuk Jaemin—walau pun hanya salam, tapi itu sangat aneh, terlebih untuk cowok populer macam Jaemin.

Jaemin bergeming sesaat. "I..ya."

Chenle sontak menoleh, dan ikut mengernyit heran. Jaemin meneguk salivanya, takut kalau sewaktu-waktu Chenle menyadari sesuatu hal, yang seharusnya tidak boleh sampai terungkap, apalagi terumbar.

"Kok pada dapet sih? Kok gue enggak?! Awas aja tuh anak!" Dirasa Chenle mulai fokus ke Televisi, dan tidak curiga sedikit pun dengan Jaemin, cowok itu mendengus pelan, rasanya sangat lega. Tapi sepertinya berbeda dengan Lyra yang makin penasaran dengan gelagat aneh Jaemin.

My Rabbit•Park JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang