19. Bad Day

33 6 0
                                    

"Enggak, Lyra gak salah! Semua ini salah Jisung..!"
.
.
.

"YAAMPUN Lyra..! Akhirnya kamu sadar..!"

Sayup-sayup Lyra mendengar celotehan-celotehan yang menyebut namanya. Ia berusaha membuka matanya secara perlahan, rasanya sangat berat hanya untuk membuka mata. Tapi tak lama, perlahan tapi pasti ia bisa melihat seorang wanita paruh baya yang menangis tersedu-sedu di depannya dan seorang pria paruh baya yang sedang mengelus pundak wanita tersebut. Ia jelas tak asing, kalau itu bunda dan ayahnya.

Lyra memaksakan kepalanya untuk menoleh ke samping, melihat ada siapa saja di dalam ruangan bernuansa abu-abu yang terasa sangat dingin. Ternyata tak jauh dari bunda dan ayahnya terdapat kedua orang tua Chenle, dan terdapat juga kedua orang tua Jaemin yang sedang memandangnya dengan tatapan nanar. Melihat itu semua, tragedi tertabaraknya ia oleh sebuah mobil yang melaju kencang kembali terekam di otaknya. Ia memegang dadanya sesak, matanya berkedip beberapa kali, ia jelas mengalami trauma.

"Ma-ma.."panggil Lyra dengan suara bergetar.

"Iya kenapa? Masih ada yang sakit? Apanya? Biar mama panggilin dokter." Wanita itu ingin memencet sebuah tombol berwarna merah yang berada dibawah sebuah lukisan besar, namun dengan cepat Lyra menahannya.

"Enggak! Aku..aku.. mau ketemu Jisung, ma.."

***

Jaemin melirik tajam seorang cowok yang memegang pulpen dengan gantungan Kelinci diatasnya. "Gue harap lo jangan ngomong yang aneh-aneh sama Lyra,"ucap cowok itu setengah berbisik, nada suaranya memang terdengar santai, namun dia tidak main-main, kemudian cowok itu menutup pintu ruangan.

Dirasa ruangan sudah mulai sepi, Jisung-cowok yang memegang sebuah pulpen dengan gantungan Kelinci, mendekat kearah seorang cewek yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit, dengan kepala dan sebelah tangan yang di perban.

Jisung memandang lekat-lekat cewek di hadapannya, pandangannya terkunci oleh sebuah mata sayu milik cewek itu.

Cewek itu meneguk ludahnya ketika mendapati tatapan Jisung yang seolah-olah yang tertuju kepadanya. Baginya wajah Jisung masih tetap tampan seperti sebelumnya. "Jisung, maafin gue-"

Tanpa persetujuan Jisung memegang lembut telapak tangan mungil milik cewek itu, menyembunyikannya dibalik kedua telapak tangannya yang panjang dan besar. Yang membuat cewek itu mendadak membisu dan meneguk salivanya susah payah. Tangan Jisung sangat hangat, cukup untuk menghangatkan telapak tangannya, walau hanya sebelah.

"Enggak. Lyra gak salah, ini semua salah Jisung, jadi Jisung mohon Lyra gak usah sebut-sebut kata 'maaf' lagi." Jisung menatap cewek itu sendu. Meneliti setiap wajah cewek itu. Cantik. Dan sekilas mengingatkannya dengan almarhum bundanya yang telah lama meninggal. Perlahan wajah Jisung mendekat mengarah wajah cewek itu. Yang membuat cewek itu memejamkan matanya. Seketika adegan berciuman di film yang pernah dia tonton bersama cewek itu kembali terputar. Apa benar adegan itu untuk membuktikan rasa sayang? Kalau benar begitu, dia harus mempraktekan adegan tersebut ke cewek di hadapannya.

Dia memejamkan matanya, dan mendekatkan wajahnya agar lebih dekat, sampai hanya tersisa satu jengkal saja. Tapi tiba-tiba saja dia berhenti, memikirkan sesuatu, bagaimana jika saat dia melakukan adegan itu, cewek itu justru akan murka kepadanya? Atau sampai membencinya? Tidak. Dia tidak boleh kelewat batas. Dia tidak boleh terlalu gegabah.

Jisung mencolek pipi cewek itu menggunakan jari telunjuknya, dengan senyuman jahil. Yang membuat cewek itu mendadak terbelalak. "Pipi Lyra merah, lhoooo...!"ledeknya.

Sebisa mungkin cewek berambut panjang yang digerai itu menutupi rasa malunya. Siapa yang tidak malu bila di posisinya?

Karena malu cewek itu sontak menepis telunjuk Jisung. "Apaan sih lo?! Lo itu bener-bener sok polos, ya!"hardiknya.

My Rabbit•Park JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang