1. Siswa Baru

124 10 5
                                    


Masa depan cerah, hidup yang layak, pendidikan yang terjamin adalah hal yang diimpikan semua orang  untuk mengubah jalan hidup agar dapat menghadapi dunia yang seringkali tidak berpihak pada mereka. Namun, bagaimana jadinya jika semua itu tidak sesuai harapan? Harus ada tetes darah yang ditumpahkan dalam perebutan masa depan. Begitulah kira-kira pilihan yang tepat untuk mengubah takdir seseorang. 

Seperti itulah kehidupan rumit yang dilalui perempuan dengan pandangan mata yang terpukau kepada lalu lalang mobil yang keluar masuk dari gerbang sekolah yang megah, bertuliskan nama sekolah tempat titik mula masa depan yang dirancang, ditapaki. Di balik gerbang utama nan menjulang tinggi, tersimpan aset negara yang pantas untuk dipertahankan dan tidak tersentuh oleh tangan jahil orang luar.

Alecia Alviana, namanya. Ia dibuat takjub dengan kondisi sekolah baru yang ia jajaki. Pemandangan alam yang ia impi-impikan di sebuah sekolah, kala itu, ia hanya bisa berdecak kagum saja. Keadaan asri yang menyambutnya di depan gerbang sekolah adalah kondisi layak suatu sekolah dapat menciptakan sebuah suasana belajar yang kondusif.

Menurut pandangannya, sekolah tersebut terdiri atas gedung- gedung tinggi yang terletak berjauhan. Bisa diperkirakan, jaraknya antara satu sama lain memakan waktu tempuh yang sedikit lama. Sekolah tersebut berdiri di atas lahan yang tidak datar, terkesan seperti kumpulan bukit-bukit kecil. Meski begitu, mampu menambah nilai estetikanya.

Alice -sapa akrabnya- memiliki tinggi standar perempuan pada umumnya, rambut yang digerai hitam legam dengan sentuhan cat rambut ungu di beberapa helainya. Mata tajam dengan kelopak mata ganda yang dapat membius siapapun dengan pesona mematikan perempuan mungil itu. Alice bisa disebut memiliki kecantikan natural, akan tetapi memiliki kelemahan seperti orang lain pada umumnya. Jiwa insecure pekat yang menyelimuti dirinya, membuatnya sering rendah diri dan tidak percaya diri atas beberapa hal. 

Ia memilih berjalan di trotoar agar tidak mengganggu pengendara yang sedang memasuki sekolah. Terhitung banyak kendaraan roda empat yang keluar masuk sekolah. 

"Ini sekolah atau kota masa depan sih?" batinnya.

Alice menemukan sebuah billboard besar yang tidak jauh beberapa langkah dari gerbang utama. Berisi tentang identitas sekolah, pencapain dan lain sebagainya. "Oh my god! luasnya bahkan mampu membuat satu komplek perumahan elit yang baru." Alice hanya bisa menggelengkan kepala pelan. 

Sesekali ia menelan salivanya susah payah. Ia bahkan belum menemukan gedung yang disebut aula biru dalam buku petunjuk yang tengah ia pegang, tetapi melihat data sekolah yang ditawarkan oleh papan iklan besar, membuat nyalinya untuk belajar disana menciut.

"Aku tau kau takjub dengan tempat ini, tapi apa kau tidak berpikir kau memasang wajah yang konyol dan aneh?" 

deg!

Alice menegang mengetahui ia tertangkap basah tengah melakukan sesuatu. Pandangannya beralih kepada sosok yang tengah berbisik di belakang daun telinganya. Ia hanya memberikan tatapan datar pada seorang laki-laki dengan senyuman yang memperlihatkan deretan gigi putih miliknya. Melihatnya saja sudah cukup membuat Alice kesal bukan kepalang.

Sosok yang membuat Alice kesal memiliki penampakan berseragam lengkap dan rapi, memiliki mata yang jika tersenyum membentuk lengkungan seperti bulan sabit. Jangan lupakan, rambut hitam legam dengan kulitnya yang kontras itu, membuat kesan tampan saat pertama kali bertemu. Di tangannya, ada sebuah rubik dengan bentuk kubus. Rubik yang tidak terlalu special bagi Alice yang tidak tahu cara memainkannya.

Sudah cukup mengamati laki - laki asing itu, ia berlalu begitu saja. Alice tidak ingin berurusan dengan makhluk seperti orang yang menghampirinya iti. Ia pun tidak ingin memiliki hubungan terikat dengan orang-orang yang ada disana. Baginya, dunia yang ia lalui tidak bisa dijalani hanya dengan senyuman, namun dengan kerja keras diselingi umpatan kasar yang tidak ada habisnya.

Elite of Highschool ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang