Bulir keringat sebiji jagung mengalir dari pelipis Alice, menandakan bahwa perempuan itu gugup bukan main. Walau ia berada di ruangan dengan kaca jendela yang terbuka lebar, angin sepoi - sepoi yang menyapa dahan pohon hingga bergoyang ria, tetap saja Alice yang dalam posisi berdiri tak bisa tenang.
Siang itu, tepat pada hari jum'at, Alice kembali mendatangi Kelompok binaan animasi untuk memutuskan dirinya akan masuk bidang apa.
Delapan orang yang kemarin berkumpul untuk mengintrogasinya kembali mengfokuskan diri padanya yang tidak diizinkan untuk duduk. Masih di tempat yang sama, kali ini keberanian Alice semakin terkikis dengan mata tajam mereka yang tidak mau lepas darinya. Seakan-akan mereka bersiap-siap untuk menguliti dirinya jika membuat pilihan yang salah.
"Lama banget sih." Nanda mulai membuka pembicaraan. Waktu bermain game laki-laki itu lebih penting baginya ketimbang menghadapi anggota baru.
"Saya memutuskan, saya akan mendalami bidang colorist," ucap Alice mantap dengan pilihannya.
Semua memberikan beragam tatapan kepada Alice dan yang paling jelas ditangkap olehnya adalah Aluna yang menanti alasannya memilih bidang tersebut.
"Dalam menggambar, saya punya masalah yang besar. Saya tidak bisa menjelaskannya. Gambar yang sempat saya kirimkan sebagai kualifikasi saya, juga menurut saya tidak terlalu bagus."
Saking kidmatnya semua orang mendengarkan penuturan Alice, cicak yang ikut mendengarkan pengumuman penting dari perempuan itu ikut bersuara sebagai pengisi suasana monotan yang diciptakan oleh suara Alice.
"Lalu, benar yang dikatakan oleh Kak Haris. Saya menyadari saat saya mencoba melakukan gradasi warna dengan efek bayangan dan keseimbangan gambar tersebut, akan menciptakan sesuatu yang layak dilihat. Oleh itu saya memilih bidang colorist."
Alice merasakan bibirnya kering. Bukan hanya disebabkan AC yang ada disana, melainkan karena dirinya yang tidak terbiasa bicara panjang lebar didepan banyak orang.
"Untuk backgroud art, saya mungkin punya keahlian. Tetapi, saya merasa belum pantas berada dibidang yang berhubungan dengan mendesain gambar. Saya lebih ke menambahkan nilai ekstetika suatu gambar."
Semua diam, menimang-nimang alasan yang Alice berikan.
"Kalau begitu lo nggak percaya dengan diri sendiri soal gambar yang lo hasilkan?" tanya Elang.
"Iya, saya tidak percaya diri."
Alice selama ini telah kehilangan kepercayaan dirinya, jauh sebelum ia menyadarinya.
"Kamu tau colorist itu beresiko. Dimana jika warna, efek bayang, komposisi dan lainnya yang coba kamu mainkan dalam animasi itu tidak enak dipandang. Maka, satu animasi akan memiliki banyak kesalahan dimata penonton. Meski jalan cerita bagus, backsound dan lainnya mendukung."
Balasan Aluna membuat Alice berkecil hati, untungnya ia telah memutuskan pilihan yang tepat untuk menghindari resiko terjadinya hal tersebut.
"Saya tahu itu beresiko. Saya ingin kembali mendapatkan kepercayaan diri saya kembali, oleh sebab itu saya menantang diri saya sendiri."
Mata mereka yang semula sudah tidak terlalu terfokus pada Alice, mendadak serentak menghujaninya dengan jarum-jarum tajam yang mereka kirimkan.
"Ngeri banget," batinnya. Ia merasakan persendiannya ngilu dan tidak sanggup bertahan lagi.
"Lo nantang keberuntungan ya?" tanya Melani nampak meremehkan perempuan dengan rambut ponitail tersebut.
"Iya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Elite of Highschool ✔
Ficção AdolescenteAlice, siswa SMA kelas 10 di sebuah sekolah elit di negeri yang ia tinggali. Saking elitnya, bahkan peraturan yang ada disana sedikit konyol dengan adanya 7 Elite Sekolah yang memonopoli peraturan yang ada. Di sisi lain, ada Azka, seorang laki - la...