"Bidik yang benar," perintah seseorang yang tengah bersembunyi dibalik batang pohon yang besar dan kokoh.Perempuan yang menerima perintah dari earpiece yang ia kenakan di daun telinga sisi kanan, merasa jengkel. Sejak tadi, orang diujung sana membombardir dirinya dengan segala kalimat perintah yang begitu ia benci.
"Sabar bego! Ini juga gue coba bidik yang benar," ketusnya.
"Jangan sampe gagal, santapan empuk. Buat makan malam bisa kenyang kita," ujar si pemberi perintah tersebut.
Semiliran angin berhembus menyapa dedaunan hijau rimbun disetiap ranting pohon yang tumbuh di daerah lereng landai, menyapu hutan lebat yang menyimpan banyak misteri. Tidak ada yang tahu dimana musuh akan muncul.
Ditempat lain, seseorang juga tengah melakukan pengintaian.
"Berhati-hatilah, otak mereka sangat licik." Yang mendengarkan perintah mengangguk paham. Jika ingin menang, mereka harus menjalankan stratgi yang diarahkan oleh si kapten kelompok.
Sekitar pukul setengah tiga sore, masih tidak ada yang mulai menyerbu lawan masing - masing. Dua kelompok yang akan saling baku hantam masih ditahan oleh rencana masing - masing untuk menyerang. Hanya terlihat batu besar, tebing curam, pohon besar yang lebat, meski begitu, suasana sunyi dan hening itu membuat beberapa burung - burung yang bertengger memilih terbang menjauh.
Dor!
Dor dor!
"Kejaaaaaaaarr!" Tanpa ampun, Evelyn memberi perintah pada Adrian untuk mengejar team lawan yang tengah bersembunyi, namun nyaris saja peluru karet yang di tembakkan hampir mengenai dirinya.
"Anna!"
"Dimengerti!" Anna menarik pelatuk senapan dengan isi peluru karet untuk mengenai Adrian yang tengah mengejar targetnya. Untung saja, dirinya menunggu di tempat yang tinggi.
Dalam satu kali tembakan, Adrian yang berlari mengejar lawan dapat dilumpuhkan oleh Anna.
"Yaah, gue mati." Adrian kesal, ia masih ingin menikmati permainan ini lebih lama lagi.
"Adrian, maaf ya?" ucap Anna meminta maaf, meskipun tidak akan bisa didengar oleh Adrian yang mulai menjauh dari arena tempur.
"Malaikat seharusnya nggak membunuh orang."
Anna cemberut, ia ditikam dari belakang oleh Rindu. Ia tidak menyangka, Rindu akan menyergapnya di daratan yang lebih tinggi dan terbuka. Sekalipun Anna menggunakan penyamaran daun - daun yang ia tempelkan pada tubuhnya, tetapi mata elang Rindu yang haus kemenangan dapat menyasar target dengan benar.
"Sial, Anna mati!" umpat Azka. Ia harus memperbarui rencana baru setelah Anna yang bertugas mengintai kelompok Rindu dimusnahkan oleh kapten team lawan.
Azka kembali mengisi ulang peluru karet yang telah habis seraya memberi perintah pada Fathur di depan sana untuk sedikit menerobos pertahanan lawan.
"Vel, di depan awas!" Rindu yang dengan cepat menghampiri Evelyn, membuat gadis berkuncr rambut pony tail itu terhenti.
Evelyn sedikit tercengang dengan tindakan perempuan yang sedang menggulungkan tubuhnya pada dahan pohon kuat, membuatnya terlihat seperti ular pohon.
"Punya senior gini banget sih?"
Rindu yang merasa Evelyn dapat mengatasinya sendirian mulai berpencar untuk mencari mangsa empuknya, tak lain adalah Azka.
Aluna yang masih mengarahkan senapannya pada Evelyn belum berniat untuk menlancarkan serangan, membuat Evelyn sedikit kebingungan sebelum ia sadar akan hal lain yang mencoba menikkamnya terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elite of Highschool ✔
Teen FictionAlice, siswa SMA kelas 10 di sebuah sekolah elit di negeri yang ia tinggali. Saking elitnya, bahkan peraturan yang ada disana sedikit konyol dengan adanya 7 Elite Sekolah yang memonopoli peraturan yang ada. Di sisi lain, ada Azka, seorang laki - la...