39. Keganasan Malam

2 1 0
                                    

"Aaakh!!"

Azka mengerang kesakitan. Jantungnya tidak bisa memompa darah, akibat pasokan oksigen yang menipis. Ingin rasanya Azka mencoba melepaskan diri. Tetapi, setiap kali ia mencoba bergerak, laki-laki bertubuh kekar yang tengah mengunci setiap gerakan Azka dengan cara membuatnya tertindih ke tanah, menggunakan sikutnya untuk menekan area tulang rusuk Azka lewat area pungggungnya, semakin menekan pergerakan Azka.

Semua orang yang ada disana memilih diam. Jika mereka pergi keluar dari tempat tersebut, belum tentu akan selamat. Walaupun ada hasrat menyelamatkan laki-laki tersebut, mereka tidak bisa senekat itu melawan seorang pembunuh bayaran.

"Kuat juga, bocah."

Azka merasakan kepalanya pening bukan main. Setiap ia hendak bergerak untuk bernafas, laki-laki itu semakin menekan paru-parunya.

"Katakan selamat tinggal." Laki-laki itu melepaskan tangan Azka yang terkulai lemas tak berdaya, mengambil senjata api di dekatnya.

Azka yang diberikan kesempatan tidak menyia-nyiakannya, meski dalam keadaan setengah sadar sekalipun.

Tak sampai butuh waktu kurang dari 5 detik, Darah keluar dari mulut laki-laki bertubuh kekar. Belum sempat ia mengarahkan senjata api pada Azka, laki-laki itu telah menusuknya di bagian vitalnya duluan.

Azka akhirnya muntah darah karena pergerakan kasarnya membuat paru-parunya tergores, akibat banyaknya udara yang masuk.

"Kalian ..." Azka menutup mulutnya, merasakan darah kembali mencapai puncak tenggorokannya. 

Cairan amis itu mulai keluar, membuatnya terduduk lemas di tanah. 

"Sial! Ini sakit sekali,"  keluhnya.

"Tolong segera masuk ke dalam tempat penelitian," suruh Azka mencoba semampunya untuk memberikan perintah kepada para tawanan yang ada disana. 

"Tapi-" Salah satu siswa kelompok binaan konservasi yang sering meminta bantuan Azka melayangkan protes tak setuju dengan pendapat tersebut. 

"Bagi yang ingin berada di garis depan, silahkan. Yang tidak, silahkan bersembunyi."

Semua saling memandang satu sama lain.

Ada yang ingin berjuang melindungi sekolah karena rasa cinta pada sekolahnya. Selebihnya memilih bersembunyi karena mereka sadar peran mereka tidak begitu berarti. Setidaknya, mereka yang bersembunyi menyelamatkan diri masing-masing tidak membebankan Azka dan yang lainnya.

"Baik-baik saja?" tanya Fathur dari ruang sistem keamanan sekolah. 

Tentu saja keadaan Azka saat ini begitu penting baginya, apalagi tujuan akhir Azka adalah mencari keberadaan Alice yang tidak terlacak oleh cctv sekolah. 

"Hm. Kak, selanjutnya. Tolong!" 

Azka tak sanggup lagi menahan airmatanya meratapi nyawa yang telah ia renggut dari pemilik tubuh yang telah terkapar pucat dan dingin di sana.  

Pesan yang disampaikan khusus untuk Aluna, hanya bisa membuat perempuan diam bersuara. Pemandangannya kali ini hanyalah darah merah yang berceceran di gedung tempat ia masih betah disana. 

Fathur yang mendengarkan permohonan Azka juga hanya bisa diam karena permintaan Azka yang dimaksud adalah jangan membunuh lagi adalah hal yang sulit untuk dikabulkan saat ini. Saat ini, tangan mereka sendiri telah kotor dengan darah orang lain. 

Saat ini bisa dikatakan merekalah yang mengambil peran mengeksekusi orang jahat tanpa keadilan hukum demi membentengi yang lain agar tetap bisa menyelamatkan diri masing - masing. 

Elite of Highschool ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang