"Cowok itu susah buat lupain cinta pertamanya, Ve, saingan lo terlalu berat!"
Pernyataan Bintang terus menggaung dalam tempurung kepala Avella. Berkali-kali menculik fokus serta atensinya. Bahkan ketika Jelita tiba-tiba menyambangi rumahnya bersama Pras, yang kemudian menculiknya ke Mall Kelapa Gading, jiwa Avella masih berkelana. Bintang sialan! Seenak lambe menyematkan kalimat 'saingan lo terlalu berat, Ve!'.
"Lo kenapa, Ve, sakit?" Pertanyaan Pras setidaknya berhasil menarik atensi Avella, yang mengerjap kaget seakan tak siap.
"Lo ngomong apa barusan, Pras?"
Pras menatap Avella dengan alis bergelombang serta kerutan di dahi. Tak biasanya Avella hilang fokus ketika Pras bersamanya. Bukan maksud Pras tinggi hati, tapi Avella memang sopan dengan memberikan seluruh atensi pada lawan bicaranya. Kecuali, jika ada salah satu rencananya yang tidak terealisasi.
"Masalah nilai udah beres, 'kan? Atau ada masalah lain?" tanya Pras sama sekali tidak merasa bahwa akar masalah itu ada pada dirinya sendiri.
Jelita yang melihat betapa tidak pekanya sang Abang dibuat gemas. Kali ini dia tidak tahan hanya menjadi penonton. "Masalahnya ya elo lah, Bang."
"Ha? Kok gue?"
"Kuliah psikolog, tapi ngga peka!" Jelita menggumam pelan. "Lo selama ini kuliah cuma numpang absen doang ya, Bang?"
"Apa urusannya sama kuliah anjir!"
"Pup!"
Tawa Avella meledak melihat Jelita mengacungkan jari tengah. Lantas pergi begitu saja dengan raut yang kentara menahan kesal. Sedangkan Pras masih terbengong-bengong heran dengan perubahan mood adiknya. Pemuda itu bahkan berpikir jika Jelita sedang datang bulan. Hang out cuma akal-akalan Jelita untuk menghibur diri. Pras masih belum menyadari inisiatif Jelita untuk memperbaiki kesalahan dirinya pada Avella. Begini-begini, Jelita selalu siap jadi tim sukses Pras-Avella.
"Mau nonton?" ajak Pras kepalang tanggung. Sudah tidak peduli lagi dengan presensi adiknya. Diculik alien pun Pras masa bodoh.
"Lagi males—"
"Biar lo bisa numpang tidur di sana," ucapnya terdengar perhatian. Melemparkan seulas senyum kala Avella menatapnya dengan pandangan terkejut. "Gue tahu lo capek, makanya dari tadi keliatan pasif."
"Ya capek sama kelakuan lo anjing!" sayangnya Avella hanya bisa membatin. "Thanks, Pras," ucap Avella sambil tersenyum dan melanjutkan dalam hati, "udah kasih harapan palsu!"
"Enggak, harusnya gue yang berterima kasih dan maaf, gara-gara si agar-agar yang pengen main, lo jadi kepaksa nemenin kita di sini."
"Jelita itu lagi usaha buat lo nembak gue bangsat! Tapi elonya malah milih Irene."
"Ngga papa," kalimat andalan para perempuan untuk menghindari perdebatan. Sederhana tapi tak semudah seperti yang diucapkan. Rasa sakitnya akan terus mengendap di hati. Perlahan demi perlahan menciptakan luka yang lebih besar.
"Yuk?"
Avella nyaris berteriak kala Pras menggandeng tangannya. Pemuda itu dengan tidak tahu dirinya menuntun Avella ke lantai tiga. Menaiki eskalator berbicara ini dan itu seakan mereka adalah sepasang kekasih yang sedang berkencan.
Avella tak lagi mengindahkan ucapan Pras. Atensinya terkunci pada tangan besar yang menggenggam lembut tangannya. Perasaan itu merambat pelan. Menghangatkan setiap saraf pada tubuhnya yang lama membeku. Lalu berhenti pada organ pemompa darah sebagai pusat kehidupannya. Memberikan degupan nyaman serta euforia yang menyenangkan.
![](https://img.wattpad.com/cover/43597410-288-k381785.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
KILL ME, HEAL ME [Weekly Update]
ChickLitHanya karena satu kesalahan, Avella telah menenggelamkan kapal impiannya. Hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Dia hanyalah seonggok manusia hina yang tidak pantas mendapat berkah Tuhan, yaitu kebahagiaan. Lalu seseorang berkata, "Di Jepang ada tr...