15. Berlayar Tanpa Peta

44 8 1
                                        

"Tak punya tujuan bukanlah masalah. Berlayar tanpa peta pun bukan hal yang buruk. Hidup jangan terlalu berambisi lah, Ve."

Avella ingat betul ucapan Nirbita yang mengutip kalimat Start Up—drama korea yang lagi booming itu. Avella ngga nonton. Dia belum punya cukup waktu. Namun, dia paham maksud kalimat itu.

Avella is Avella. Mana bisa dia berlayar tanpa peta. Sama saja seperti menyuruh Avella untuk menambah tinggi badan di usianya yang expiredImposible! Avella tidak bisa begitu saja mengubah prinsip hidupnya. Dan kali ini, prinsip itu telah melukai orang lain. Avella boleh saja terlalu keras kepada dirinya sendiri. Namun, tak semestinya dia keras kepada orang lain, 'kan?

"Sorry, Al, buat luka di hati dan badan lo."

Avella memberikan secangkir ekspresso hangat kepada Albi. Lantas ikut duduk dan bersama-sama menikmati dinginnya udara dini hari pada balkon rumahnya. Dua orang yang pernah mencecap manisnya cinta itu saling diam. Avella kini lebih berhati-hati untuk berucap. Avella sadar betul semua kekacauan ini bermula dari dirinya. Dan memar di wajah Albi membuatnya semakin merasa bersalah.

Baru akan bertanya, suara Albi membungkam mulutnya.

"Gue masih nunggu penjelasan dari lo," ucap Albi tanpa menoleh. Tampaknya Albi masih tertarik untuk mengamati hamparan langit yang terlihat kosong. Hujan tadi siang masih menyisakan mendung berkepanjangan. Barangkali persis dengan apa yang dirasakan oleh Avella dan Albi sekarang.

"Sorry, harusnya dari awal gue tegas sama perasaan gue sendiri. Kalau gue berani jujur, lo ngga akan terluka selama setahun ini. Thanks banget lo udah putusin gue."

Albi menanggapinya dengan anggukan ringan. Dan Avella sama sekali tidak tersinggung. Avella tahu, Albi pemuda yang tidak banyak bicara. Persis dengan dirinya sepuluh tahun lalu.

"Honestly, being a doctor is our dreams. Tapi gue harus mengubur impian gue karena sebuah insiden. It was my fault dan gue menyesal."

Avella kembali melanjutkan. "Shirei dan Nala yang bantu gue mengenal teknik kintsugi. Barang yang rusak ngga selalu harus dibuang. Dengan beberapa penanganan yang tepat, barang itu masih bisa diperbaiki dan dipergunakan. Puji Tuhan, gue bisa seperti sekarang berkat kalian. And you're the best boyfriend I've ever had."

"But he's still a winner in your heart."

"Sorry."

"No prob. I'm good."

Avella bungkam untuk beberapa menit. Setelah menggali ingatan buruk di masa lalunya, dia butuh menghirup oksigen banyak-banyak. Inilah sebab Avella benci yang namanya curhat. Menceritakan kenangan buruk sama dengan membiarkan hatinya mencecap luka itu kembali.

"Di list to do gue, gue selalu ingin membahagiakan orang-orang di sekitar gue. Anggap ini sebagai penebusan dosa gue di masa lalu. Sialnya, cara gue ke lo salah—gue minta Chimmy dan Jojo stalking lo semata-mata biar hati gue tenang, kalo lo emang beneran bahagia."

"Kebahagiaan gue tanggungjawab gue, bukan lo."

"I know, tapi your happiness ada di rencana-rencana hidup gue, Al." Kali ini Avella tidak berbohong. Yang diinginkannya hanya Albi dapat hidup bahagia. Jika gadis itu dapat memberikan kelimpahan kebahagiaan, tentu saja Avella turut senang.

"Lo masih berpikir menjadi ambis itu positif, Ve?" Nada bicara Albi terdengar sinis.

Tiba-tiba saja Albi mengungkit pertengkaran mereka kala keduanya masih duduk di bangku SMA. Avella ingin menjadi peringkat pertama pada ujian Matematika. Siang dan malam yang dilakukannya hanya belajar. Bahkan ketika bersama Albi yang dilakukan Avella terus mengerjakan soal beranak-pinak. Merasa tak dihargai, Albi pun meninggalkan Avella begitu saja. Yang terjadi setelahnya benar-benar membuat Albi marah. Avella sama sekali tidak menghubunginya. Avella masih fokus pada serangkaian rencana gila itu.

KILL ME, HEAL ME [Weekly Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang