24. Cupid yang Hilang Arah

49 7 2
                                    

Air conditioner membantu menetralisir suhu panas di ruang tamu. Katanya, suhu udara di Jakarta hari ini mencapai tiga puluh enam derajat celcius. Meningkatnya karbondioksida sementara pepohonan semakin berkurang, wajar jika Ibukota seperti gambaran neraka. Sungguh berkebalikan dengan musim penghujan. Avella berani bertaruh, di musim penghujan nanti Jakarta akan kembali dilanda banjir.

Abaikan soal banjir. Ada yang membutuhkan perhatiannya saat ini.

"Yang kanan atau kiri, Rei?" tanya Avella. Mengangsurkan iPad kepada Shirei yang baru saja mendudukkan diri di sofa.

Shirei menerima benda ajaib tersebut. Sepasang matanya mulai fokus menilai setiap detail pakaian wanita. Jika sudah berkaitan dengan fashion, Avella hanya perlu memasrahkan semuanya pada Shirei si ratu fashion.

"Kiri lebih cocok buat Nirbita yang suka tampil girly. Selain warna, desainnya juga lebih keliatan cute."

Avella mengangguk-anggukan kepala pasrah. Sudah nggak mau lagi berurusan dengan pakaian jenis apa yang cocok untuk kado ulang tahun Nirbita. Kesibukannya yang lain masih menanti, yaitu merangkai kata-kata romantis, yang saking manisnya bisa bikin diabetes.

Ah, Jojo sahabatnya ini benar-benar payah. Sebagai pacar, Jojo seharusnya menyiapkan semua kejutan itu sendirian. Seburuk apapun hasilnya, jika dilakukan oleh orang tercinta, Nirbita pasti akan lebih bahagia.

"Nirbita lebih suka finishing daripada prosesnya, Ve," ujar Jojo seolah dapat membaca pikiran Avella.

Avella menyengir lebar. Si tampan ini memang peka. Tapi kenapa baca hati pasangannya sendiri lebih sering gagalnya? Avella sampai bosan mendengar Jojo dan Nirbita yang berantem everyday.

"Jojo mah emang peka kalau lagi disuudzonin, Ve," ucap Shirei tenang. Tanpa mengalihkan perhatiannya pada iPad.

"Terimakasih untuk pujiannya, tsundere." Jojo meninggalkan pantry sambil membawa dua piring nasi goreng ala chef Jojo.

Aroma sedap tercium. Avella melompat turun untuk mengamankan porsi nasi goreng miliknya. Bola mata Avella mengkilap seperti kristal melihat masakan yang menggugah selera. Ah, Jojo. Sudah tampan, jago masak pula. Gimana Nirbita nggak klepek-klepek coba?

Di suapan pertamanya, nasi goreng buatan Jojo sukses memanjakan lidahnya. Si mungil yang hari ini mengenakan kemeja kotak-kotak itu bergerak heboh. Kebiasaannya saat menemukan makanan lezat, nggak bisa anteng. Saking lezatnya, Avella bisa sampai mengeluarkan air mata.

"Jo, lo lagi cari loker nggak?"

Pertanyaan Avella menciptakan kerutan di kening Jojo. "Kenapa emang?" tanya pemuda itu heran sekaligus penasaran.

"Gue lagi buka lowongan ART nih."

Tawa Shirei meledak, kontras dengan Jojo yang misuh-misuh.

"Serius gue, Jo, masakan lo itu T.O.P B.G.T tahu! Kenapa lo nggak concern ke kuliner aja?" Avella nggak tahu kalau pertanyaannya barusan punya damage yang nggak biasa buat Jojo. Raut wajah si tampan berubah keruh. Helaan napasnya terdengar berat seperti dia sedang memanggul berton-ton karung beras.

"Menurut penelitian orang lain, pikatlah cowok lewat perutnya. Makanya nyampe ada perspektif kalo calon istri yang baik itu harus jago masak. Tapi di kasus temen gue ... kok malah kebalik yah?" Pascal ujug-ujug berceloteh panjang lebar. Menutup pintu kamar tamu dengan rambut masih berantakan. Pemuda itu menguap kemudian.

"Morning, everyone," katanya menyapa. "Jam berapa nih?"

Shirei melirik angka di sudut kanan atas layar iPad. "Jam delapan." Praktis, mata sipit Pascal melebar kaget. "Lah anying, gue telat dong!"

KILL ME, HEAL ME [Weekly Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang