17. Pras vs Pras

37 6 0
                                    

"Seger, seger, seger ...!"

Pras mematikan shower lalu menyibak tirai kamar mandi. Tubuhnya terasa ringan kini. Energi positifnya mulai terisi. Mandi sebelum shalat memang yang terbaik untuk mengusir kantuk. Setelah ini dia hanya perlu main game sambil menunggu adzan subuh. Lalu akan pulang karena hujan sudah mulai reda. Satu jam yang lalu, hujan mendadak bertamu pada langit ibukota. Menyebabkan Pras terkurung di rumah Avella, sebab dia pun lupa membawa jas hujan.

Prasasti Mahendra menyugar rambut sambil mematut diri pada cermin di kamar mandi. "Ck, ini mah kudu dipermak semua!"

Pras memperhatikan wajahnya dari samping kanan dan kiri secara bergantian. "Oplas biar mirip Lee Minho habis berapa duit, sih?" gumamnya, yang kemudian mendecak lidah teringat dengan visual Albi yang rupawan.

Kesan pertama yang ditampilkan Albi adalah cowok smarth dengan aura cool tak terbantahkan. Ini mengingatkan Pras pada karakter anime-anime ikemen yang sering ditontonnya. Kelewat sempurna untuk jadi saingan Pras yang hanya serpihan bubuk mesiu. Pras jadi semakin pesimis (padahal dia bertekad hanya akan jadi teman).

"Pras, lo masih lama nggak? Hp lo bunyi terus nih!"

Mendengar teriakan Avella, Pras segera mengeringkan tubuhnya dengan handuk dan memakai celana. Lalu Pras menepuk keningnya sendiri. Baru sadar kalau kaosnya tertinggal di tempat tidur.

"Ah, ya sudah lah." Pras mengedikkan bahu tak mau ambil pusing.

"Biarin saja, Ve, paling juga dari Ibu!" balas Pras sedikit berteriak. Jomblo seperti dirinya telpon dan chat mana ada yang penting, sih? Lebih-lebih si doi sedang bersamanya. Fungsi handphone jadi semakin ngga berguna sekarang.

"Lo izin ngga sih, Pras?"

"Izinlah, gue kan anak Ibu," kata Pras bangga. "Ngapain sih Ibu tuh heboh bener. Kayak gue baru pertama menginap di rumah lo saja!"

"Ya elo kan kemarin abis bikin masalah. Mungkin Tante Hesti takut anaknya jadi penghuni lapak cipinang."

"Astaghfirullah, itu mulut lemes bener, Nyai!"

"Hahaha, ya udah gue taruh di mej—" Avella mengerjap melihat Pras keluar dari kamar mandi. Handphone di tangannya terjatuh begitu saja. Terlalu syok dengan penampilan Pras yang setengah nacked.

Lain dengan Pras yang tampak santai berjalan menghampiri Avella. Pras sudah terbiasa bertelanjang dada saat di rumah. Jelita pun tak pernah memprotes, kecuali ketika dia tiba-tiba memeluk Jelita saat sedang berkeringat.

Terlalu fokus dengan kekurangan pada dirinya, Pras tidak pernah sadar. Pras punya badan yang atletis. Mengikuti eskul basket sejak SMA menyebabkan Pras jadi rajin berolahraga. Otot-otot di tubuhnya mulai terbentuk. Meski tidak sesempurna model L-Men, perut Pras memiliki pahatan kotak-kotak kesukaan para ciwi. Ditambah kulit Pras yang kecokelatan. Membuatnya semakin terlihat seksi. Cewek mana yang ngga akan meneguk ludah melihat itu?

"Anying, hp gue ngapain lo banting, Ve?" Pras justru fokus ke handphone-nya. Padahal ini kesempatan Pras untuk balas menggoda Avella.

Katanya cinta berawal dari blushing naik ke otak. Siapa tahu sedikit agresif bisa bikin Avella salting—yang kemudian sering kepikiran—berlanjut menjadi baper, 'kan?

Pras memungut handphone-nya yang malang di lantai. Pemuda itu menghela napas lega. Tidak ada yang rusak. Cuma sedikit lecet di ujung kanan atas body handphone.

"Babeh Sobari beli ketupat, Alhamdulillah hp gue selamat," katanya masih sempat berpantun.

Pras sama sekali tidak menyadari muka Avella bak kepiting rebus. Jarak mereka hanya sejengkal kaki. Tubuh jangkung Pras membuat Avella seperti di hadang tembok besar China. Melangkah mundur pun tak bisa. Yang ada Avella terjengkang ke tempat tidur. Posisi ini membuat Avella serba salah.

KILL ME, HEAL ME [Weekly Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang