Kau bergerak tak nyaman diatas kasur, dengan kondisi kedua mata terpejam dan basah. Tubuhmu seolah memberontak dari sebuah kekangan yang jelas-jelas tidak ada. Dan kau sesenggukkan, sampai Woo Jin yang terlelap di sampingmu terpaksa terbangun.
Dia kaget menyaksikan polahmu yang aneh. Tetapi otaknya dengan cepat menangkap kalau kau pasti tengah bermimpi buruk. Woo Jin sedikit mengangkat tubuh bagian atasnya, berupaya membangunkanmu dengan cara menepuk pipimu pelan.
"Sayang, buka matamu. Hei.."
Bisiknya di dekat telingamu. Woo Jin tak menyerah walaupun kini kau sudah tak lagi sesenggukkan, namun kau mulai menjerit. Akhirnya Woo Jin memilih mengguncang tubuhmu, tidak terlalu keras. Dan sukses membuatmu sadar dari mimpimu.
Hal pertama yang kau lihat adalah kecemasan di wajah suamimu. Woo Jin tak sampai hati mendengar nafasmu memburu. Ibu jarinya terulur mengusap pipimu yang basah. Detik selanjutnya kau merengkuh Woo Jin seerat yang kau bisa. Rasanya kau sangat takut, ketika pikiranmu memutar kembali seperti apa mimpi yang kau alami.
"Mimpi buruk, hm?"
Kau hanya mengangguk sebagai pembenaran atas pertanyaan Woo Jin. Laki-laki itu tersenyum meski kau tidak bisa melihatnya, dia membalas pelukanmu sembari mengusap punggungmu lembut.
Setelah dirasanya kau tenang, Woo Jin melepaskan rangkulan kalian. Dia bangkit, memintamu menunggunya sebentar. Woo Jin keluar kamar. Sementara kau juga mengubah posisimu menjadi duduk bersandar pada kepala ranjang. Tak hentinya kau menstabilkan nafasmu.
Tak lama, Woo Jin kembali dengan segelas air putih di tangannya. Dia menyodorkannya padamu sesaat bersamaan dirinya mengambil tempat di sebelahmu. Dengan senang hati kau meneguk air putih darinya hingga menghabiskan setengah gelas. Woo Jin menerima gelas tersebut darimu lalu meletakkannya di atas nakas.
"Masih pukul dua, ayo tidur lagi."
"Tapi Woo Jin, janji padaku terlebih dahulu. Kau tidak akan pergi kemanapun kan?"
Woo Jin sempat bingung dengan kata-katamu. Ia ingat prinsip diantara kalian, kalau siapapun yang bermimpi buruk, tidak boleh ada yang menceritakannya. Bukan saja sebatas mengikuti mitos yang beredar, namun lebih daripada itu, kalian hanya tidak ingin akibat bercerita mengenai mimpi buruk yang kalian alami, akan menjadi beban bagi pikiran kalian nantinya. Beban takut kalau mimpi itu benar-benar terjadi.
Maka kalian harus saling menenangkan saja. Iya, Woo Jin mengerti maksudmu sekarang. Dia menarik selimut untuk menghangatkan kalian kembali, kemudian menarikmu supaya berbaring bersamanya.
"Kemana aku pergi? Paling bekerja, ke rumah eomma, kemana lagi? Rumahku disini, denganmu. Aku tidak akan kemana-mana, sayang."
"Tidak. Aku hanya ingin memastikan kalau, kau tetap menemaniku sampai kapanpun itu."
Sungguh, Woo Jin belum bisa mencerna kode-kodemu. Ini pasti sangat berhubungan dengan mimpimu. Dia menyimpan kepalamu di dadanya.
"Itu adalah sumpah yang dulu aku ucapkan di depan altar bersamamu. Apa yang kau khawatirkan, hm? Aku bukan hanya menemanimu, tapi aku juga harus melindungimu. Kau istriku, kau wanita yang aku cintai, sayang."
Kau tersenyum tipis dan semakin menempelkan diri dengan Woo Jin.
"Aku mencintaimu."
Ucapmu riang.
"Aku lebih, tahu. Hehe."
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kim Woojin Imagines (Completed)
Short StoryIni salah satu caraku mengekspresikan rasa sayang serta dukunganku untuk Kim Woojin. Dimanapun kamu sekarang, apapun yang kamu lakukan, aku harap kamu selalu sehat dan bahagia, Woojin. Aku tidak akan lupa dengan kamu beserta kenangan darimu. Terim...