Perlahan tapi pasti Woo Jin mendekati ranjangmu, dia tidak ingin membangunkanmu dengan cara yang biasa. Karena bukan Woo Jin namanya jika sikapnya tidak berlebihan. Setelah jarak kalian sangat sedikit, Woo Jin mendekatkan bibirnya ke telingamu."Matahari ada dua sekarang!!"
Teriaknya yang sebelum selesai, kau sudah otomatis menegakkan tubuhmu. Kedua matamu masih sulit dibuka, tapi kau paham suara sumbang siapa yang membangunkanmu.
"Ini masih pagi. Mau apa kemari?!"
Sentakmu kesal. Woo Jin tertawa tanpa dosa sembari memegangi perutnya. Dia tidak heran dengan cara bicaramu padanya. Apalagi dengan penampilanmu yang berantakan, sulit baginya membendung tawa.
Kau mengusap wajahmu, sebisa mungkin membuka matamu secara sempurna agar mampu menghadapi laki-laki menyebalkan di sampingmu itu.
Kau terus memandangnya dengan tampang dinginmu hingga Woo Jin akhirnya tidak enak dan berdeham memberi batas tawanya tadi.
"Mumpung hari Minggu dan aku tidak sibuk, ayo kita jogging di sekitar rumahmu. Aku yakin kau jarang olahraga juga kan? Kakakmu bilang kau pulang kuliah malam terus."
Sialan Chang Bin. Untuk apa membeberkan rutinitasmu pada Woo Jin? Tidak ada manfaatnya sama sekali.
"Seharusnya dia yang berinisiatif seperti itu."
Katamu melipat dada. Woo Jin menatapmu jengah. Dia menarikmu ke kamar mandi.
"Gosok gigi dan cuci muka saja. Aku tunggu di depan."
Dengan seenaknya Woo Jin menutup paksa pintu kamar mandimu. Dia memang sangat menyebalkan.
.
Sesuai permintaan Woo Jin, kalian benar-benar pergi berdua sekarang. Namun kau memilih berjalan biasa saja, tidak mempedulikan Woo Jin yang sudah berlari agak jauh di depanmu. Ia bahkan sesekali mengajakmu menyusulnya, dan sekali lagi, kau tak berniat melakukan apa yang dia katakan.
Yang benar saja, ini tepat pukul lima pagi. Tentu udaranya masih dingin, tapi Woo Jin dengan santainya berjogging? Bukan kebiasaanmu sekali. Bagimu, hari libur itu saatnya tidur sepuasnya sebagai ganti hari yang dipenuhi kegiatan kuliahmu.
Kau yakin, Chang Bin si sumber bencana, masih lelap dalam mimpinya. Tadi kau gedor pintu kamarnya berkali-kali tak ada sahutan.
Melihat ada bangku kosong kau memilih berhenti dan duduk di sana. Sungguh walaupun sekedar berjalan, tubuhmu sudah kelelahan. Kuliah semester akhirmu memang luar biasa menghancurkan ketahanan tubuhmu.
Lamunanmu terpecahkan ketika benda keras yang dingin menyentuh pipimu. Kau menoleh mendapati Woo Jin menyodorkan sebotol air mineral dingin kepadamu. Tangannya yang lain juga membawa botol yang sama.
Kemudian pemuda yang empat tahun lebih tua darimu itu ikut mendaratkan pantatnya di sebelahmu.
"Dasar payah."
Ejek Woo Jin usai meneguk minumannya sendiri. Kau memutar bola matamu malas. Iya, kau memang malas sebenarnya.
"Lakukan saja sendiri, kalau begitu. Siapa yang menyuruhmu mengganggu istirahatku?"
Sindirmu sinis.
"Bukankah aku mengajak hal yang baik?"
Sahut Woo Jin seolah tak mau kalah. Percuma mendebatnya. Satu bulan tak akan selesai.
"Aku hanya ingin kau tetap sehat dengan berolahraga disela-sela jadwal kuliahmu."
Ini bukan pertama kalinya Woo Jin menunjukkan perhatiannya kepadamu yang notabenenya hanya adik dari rekannya sendiri. Bagimu itu sudah berlebihan, kalau dibandingkan dengan perhatian Chang Bin yang seharusnya lebih besar sebagai seorang kakak.
Kau selalu berupaya menepis anggapan kalau Woo Jin melakukan semuanya karena dia tertarik padamu. Sebab kenyataannya Woo Jin telah memiliki kekasih. Kalian saling akrab lantaran tidak sengaja Chang Bin mengetahui jika kau mengagumi Woo Jin. Dia mengenalkanmu pada Woo Jin dan beginilah hubungan kalian sampai sekarang.
Namun kau tak pernah tahu, apa Woo Jin punya perasaan yang sama denganmu atau tidak. Tak mungkin kau menanyakan mengingat statusnya. Itu bukan hal yang baik meski kau menginginkan hati Woo Jin untukmu saja.
Sebelum kau tahu dia memiliki kekasih, kau bersikap ramah padanya, berbanding terbalik dengan keadaan sekarang. Namun kau yakin, Woo Jin tidak menyadarinya atau tidak mau peduli. Mungkin dimatanya, kau adalah adiknya sendiri, sehingga dia tetap biasa saja padamu.
Tapi sekali lagi, berharap seorang diri itu perih...
"Dan aku ingin mengawali hari kesendirianku dengan orang yang bisa kupercaya, sepertimu."
Rasanya seperti jantungmu baru saja dipukul sesuatu yang besar. Kesendirian katanya?
"Maksudmu?"
Woo Jin mengubah arah pandangnya, sepenuhnya padamu, selama beberapa detik sebelum kembali ke depan. Kau masih memandanginya yang menurutmu selalu tampan dan kau sukai, menunggu penjelasan darinya.
"Aku berpisah dengan kekasihku, seminggu yang lalu."
Apa ini? Kau tidak salah dengar bukan? Haruskah kau berjingkrak atas kerusakan hubungan seseorang? Jangan. Nanti Woo Jin berubah pikiran, kecewa karena kau bukan sosok yang bisa ia percaya.
"Kenapa?"
Kau berpura-pura terkejut.
"Semakin seringnya kami berselisih pendapat kemudian kami pikir, kami tidak cocok lalu ya, pisah."
"Semudah itu? Sayang sekali."
Kau menutup mulutmu dengan tangan. Kenapa sepertinya sekarang kaulah yang bersikap berlebihan? Woo Jin tak tahu saja, bahwa ini bentuk rasa syukurmu sebenarnya.
"Makanya, aku minta tolong padamu. Aku tahu kau bisa membantuku melupakan dia. Kau kan orang yang menyenangkan."
Pegang tubuhmu yang akan melayang sekarang.
Membantumu dengan cintaku?
Demikian batin jahatmu bersuara.
"Kau yakin aku orang yang tepat? Bagaimna bisa?"
Woo Jin mengangkat bahunya. Ia tak punya alasan tapi dia percaya padamu. Giliran tawamu yang meledak kali ini. Seorang Kim Woo Jin bisa kehabisan kata-kata juga ternyata.
"Kalau dengan mencintaimu saja, bagaimana?"
Seketika tawamu berhenti. Netramu membulat? Woo Jin bercanda kan?
"Apa yang kau bicarakan?"
"Kalau aku bilang aku mulai tertarik denganmu sekarang, apa kau tidak keberatan?"
Lagi-lagi jantungmu dihantam benda secara keras. Kau mematung sekian detik, lantas berdiri menjauhi Woo Jin. Mengontrol dirimu yang bisa saja melompat-lompat tidak jelas nantinya.
Sementara di belakangmu Woo Jin memanggil namamu berkali-kali.
"Kau gila! Aku akan pindah ke Jepang setelah lulus, aku harus membantu perusahaan ayah di sana."
Maklumlah, karena Chang Bin merupakan anggota Stray Kids, dia tak mungkin memegang perusahaan keluargamu. Kaulah yang harus menggantikannya.
"Kalau begitu, setelah lulus aku akan melamarmu saja."
Jawab Woo Jin mengekorimu yang berjalan kian cepat. Entah bercanda atau serius, jujur saja kau sudah meleleh karenanya.
.
.
.Mau gak nih sama woojin? Ngomongnya sih nggak-nggak padahal dalam hatinya😍. Ngaku😉. Aneh gak bacanya? Soalnya awalnya sebenarnya bukan woojin castnya. Tahu sendiri aku susah bayangin woojin sebagai kakak, ya meskipun umurku beda sebulan aja sama woojin, duluan dia. Tapi semoga ngefeel ya😊. Btw maaf ya, di chap sebelumnya banyak banget typo-nya. Aku buru-buru sih ngetiknya dan tanpa edit✌️.
Stays, udah denger belum soal han, yang katanya lagi sakit? Sakit tapi bukan sakit secara fisik, melainkan psikologis. Aku khawatir banget😣. Padahal aku suka part han di levanter, pas bagian dia berdiri terus kek berlutut itu🤧. Akhir-akhir ini banyak idol yang mengalami hal kayak gitu. Aku gak pengen anak skz kena juga😭. Udah cukup kesedihan kita ditinggal woojin🤧. Kpop kenapa sih tahun ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kim Woojin Imagines (Completed)
Short StoryIni salah satu caraku mengekspresikan rasa sayang serta dukunganku untuk Kim Woojin. Dimanapun kamu sekarang, apapun yang kamu lakukan, aku harap kamu selalu sehat dan bahagia, Woojin. Aku tidak akan lupa dengan kamu beserta kenangan darimu. Terim...